Soedarsono, S.H. menggeluti karirnya sebagai praktisi hukum. la telah mengabdikan hi¬dupnya tidak kurang selama 35 tahun sebagai hakim yang menduduki berbagai posisi. Setelah menyelesaikan pendidikan S-1 di FH Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) (1967) ia memulai karirnya sebagi hakim PN Blitar (1968-1979). Sebelas tahun kemudian, pria kelahiran Surabaya, 5 Juni 1941, ini dipercaya menjadi Wakil Ketua PN Bojonegoro (1979-1983). Selanjutnya ia menjalani tugas sebagai hakim justisial PT Jatim (1983-1986). Setelah tiga tahun berkiprah di sini, suami Ra. Siti Rochani kemudian diserahi tanggung jawab menjadi Ketua PN Watampone (1986-1991). Dalam tahun-tahun berikutnya, karir bapak tiga orang anak ini semakin menanjak. Pada 1991-1993 ia diserahi togas menjadi Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ujung Pandang. Selama tugas di kota ini, pria yang pernah mengikuti pendidikan di Institut Inter-national d' Administration Publique, Paris (1989), ini menyempatkan waktunya menjadi dosen tamu di Unhas, Makassar. Pada 1993-1997 karir pria yang pernah mengikuti Pelatihan/Peningkatan Profesionalisme Hakim TUN di Jakarta, Bandung, Bogor, dan Malang ini torus meningkat dengan dipercaya sebagai Ketua PTUN Surabaya. Selama bertugas di kota ini ia sambil menjadi dosen tamu di Unair, Universitas Surabaya, dan Universitas Merdeka. is kemudian ditugaskan menjadi hakim tinggi PTUN Jakarta (1997-2001). Di ibukota ini, pria yang pernah meng¬ikuti Judicial Training Australia (Federal Court of Australia) ini sempat menjadi pengajar pada beberapa pusdiklat instansi pemerintah dan lembaga swasta. Pada 2001-2002 ia kembali bertugas di Provinsi Sulsel sebagai Wakil Ketua PTUN Makassar dan tidak lama kemudian menjadi ketua di lembaga itu. Sosok yang sering berpartisipasi sebagai pembicara dalam banyak seminar tentang hukum dan aktif sebagai pembina/anggota organisasi Ikahi ini kemudian diangkat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di Surabaya (2002-2003). Kiprahnya sebagai hakim semakin menonjol ketika pria yang mempunyai motto "profesionalisme dan pengabdian" ini menerima amanah dan tanggung jawab lebih besar dengan menjadi hakim konstitusi pada MK sejak 16 Agustus 2003. Penerima penghargaan Satya Lencana Karya Satya 20 tahun dari Presiden RI (27 Juni 1995) dan Asean Best Executive Award 2002 dari IHRDP (7 Juli 2002) yang hobi berolahraga dan membaca ini terpilih sebagai hakim konstitusi lewat usulan MA. "Jabatan adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dunia dan akhirat," begitu katanya ketika diminta komentarnya setelah terpilih menjadi hakim konstitusi. Karena itu ia berharap mudah-mu¬dahan dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya sesuai harapan masyarakat. Sebagai hakim konstitusi ia sangat menyadari tantangan yang dihadapi cukup berat. Menurutnya, tantangan yang paling utama yaitu belum adanya tekad yang bulat dari para penyelenggara negara dan masyarakat untuk melaksanakan UUD 1945 dengan sebenar¬benarnya sesuai harapan masyarakat.