Dr. H. Arsul Sani, S.H., M.Si., Pr.M.

“khairunnas anfaauhum linnas (sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya)”

Arsul Sani  memangku jabatan sebagai hakim konstitusi sejak tanggal 18 Januari 2024 dengan mengucapkan sumpah jabatan dihadapan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta. Ia merupakan hakim konstitusi yang dipilih dan diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Republik Indonesia (DPR RI) untuk menggantikan Wahiduddin Adam yang menjalani masa purna tugas karena telah memasuki usia 70 tahun.

Arsul lahir di Pekalongan, pada tanggal 8 Januari 1964. Memulai pendidikannya di SD Muhammadiyah Pekajangan dan Madrasah Diniyah NU Panggung, Kedungwuni, Kab. Pekalongan. Merantau ke Jakarta ketika mulai kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia (FH-UI) pada tahun 1982, dan menyelesaikan S-1 pada awal tahun 1987. Ia memulai karirnya di bidang hukum dengan menjadi asisten pembela umum sukarela (volunteer lawyer) di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada tahun 1986-1988. Jenjang pendidikan dan pengalaman kerjanya cukup beragam setelah itu. Ia menempuh graduate diploma on Advance Comparative Law – the Common Law di University of Technology Sydney (UTS) sambil bekerja sebagai visiting lawyer di Dunhil, Madden, Butler, sebuah law firm besar di Sydney, Australia, pada 1993-1994.

Arsul kemudian mendapat kesempatan belajar tentang Industrial Property Management di Japan Institute of Invention (JII), Tokyo, tahun 1997 dengan beasiswa AOTS-Japan dan menyelesaikan graduate certificate dari University of Cambridge, UK untuk subyek Managing the Information, tahun 2006. Selanjutnya, ia lulus program magister corporate communication di London School of Public Relations (LSPR), Jakarta pada tahun 2007. Arsul juga lulusan fellowshiparbitration courses, UK, tahun 2009 dan pernah menjadi member of Chartered Institute of Arbitrators (CIArb) London - UK dan Singapore Institute of Arbitrators (SIArb) serta anggota International Bar Association (IBA). Pendidikan doktoral bidang justice, policy and welfare studies dimulainya di Glasgow Caledonian University (GCU), Scotland pada tahun 2011, namun memilih exit karena kepadatan tugas-tugasnya sebagai anggota DPR RI sejak Oktober 2014 tidak memungkinkannya untuk menyelesaikan disertasi doktoralnya dalam rentang waktu yang tersedia. Ia mendapat gelar S-2 yang ke diua dari GCU. Pada akhir tahun 2019, ia melanjutkan studi doktoral-nya di Collegium Humanum, Warsaw Management University, Polandia, yang diselesaikannya pada  tahun 2022.

Sebelum menjadi anggota DPR RI hasil Pemilu 2014, Arsul Sani adalah seorang praktisi hukum korporasi, arbiter dan eksekutif  di sebuah perusahaan PMA multinasional. Pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie dan Abdurrahman Wahid, Arsul menjadi anggota tim lawyer Pemerintah RI di bawah Almarhum Dr. Adnan Buyung Nasution, SH dalam menghadapi sejumlah gugatan arbitrase internasional terhadap Pemerintah RI di Jakarta, Washington D.C. dan Den Haag terkait penghentian beberapa proyek listrik swasta.

Arsul juga pernah aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan dan profesi, antara lain dengan menjadi: Ketua Bidang Konsultasi Hukum, LPBH-PBNU pada masa kepemimpinan Almarhum K.H. Hasyim Muzadi, 2005-2010; Chairman (Ketua Umum) Indonesian Corporate Counsel Assciation (ICCA) pada tahun 2006-2008; Ketua Bidang Luar Negeri, Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) (2007-2013); Wakil Ketua Dewan Penasehat DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) (2020-2023); Dewan Pembina Perkumpulan Ahli Dewan Sengketa Konstruksi (PADSK) (2021 – 2023) dan perkumpulan Lingkaran Masyarakat Professional Nahdhiyin (NU-Circle) (2012-2023).

Sejumlah penghargaan (award) diterima Arsul selama bertugas sebagai anggota DPR RI tahun 2014 – 2023, antara lain dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Kordinatorat Wartawan Parlemen (KWP) DPR/MPR/DPD RI, Moslem’s Choice, Badan Musyawarah Antar Gereja – Lembaga Keagamaan Kristen Indonesia (Bamag LKKI), Indonesian Diaspora Networks (IDN) - Global, Obsession Media Group (OMG). Arsul juga memperoleh bintang Darma Pertahanan Utama dari Kementerian Pertahanan RI pada tahun 2023.

Arsul mengakui bahwa menjadi hakim konstitusi dan juga menjadi politisi serta anggota DPR RI itu sebenarnya tidak ada dalam disain awal hidupnya, “Cita-cita saya ketika masuk FH-UI itu kepingin jadi diplomat”, kenangnya. Hanya ketika masa kuliah itu ia sering menyaksikan langsung persidangan perkarapidana subversi yg didakwakan kepada sejumlah tokoh, a.l. H.M. Sanusi, A.M. Fatwa dan HR Darsono. Sebagai mahasiswa, Arsul turut merasakan bagaimana penguasa Orde Baru menggunakan instrumen hukum dan lembaga penegakan hukum untuk bertindak opresif dan sewenang-wenang terhadap mereka yang berseberangan secara politik dengan mengunakan UU Subversi yg berlaku waktu itu, termasuk terhadap orang-orang yg dituduh terlibat dalam kasus Tanjung Priok di awal 1980-an. “Di masa ini saya berkenalan dengan para pendekar hukum dan HAM yang saya kagumi seperti Adnan Buyung Nasution, Yap Thiam Hien, HJC Princen, Suardi Tasrif dll. Pada masa inilah idealisme sebagai orang hukum mulai terbentuk”, ujar Arsul. Ia mengenang rasa bangganya ketika diajak Bang Buyung untuk ikut sidang-sidang perkara pidana  HR Darsono, mantan Pangdam Siliwangi. “Di hari sidang, saya pagi-pagi datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menunggu Bang Buyung datang dan bahagianya luar biasa setiap diajak ke ruang sidang di lantai 2 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat”, kenangnya.

Setelah perkara-perkara pidana subversi tersebut diputus, ia kemudian sering datang ke LBH Jakarta sebagai wartawan Majalah Hukum & Pembangunan FHUI. Disana ia bertemu dengan para senior LBH Jakarta yang turut membentuk idealisme-nya di bidang hukum dan penegakan hukum. “Saya banyak belajar dari para senior LBH seperti Todung Mulya Lubis, Mas Achmad Santosa, Luhut MP Pangaribuan, A. Hakim Garuda Nusantara tentang pembelaan terhadap masyarakat yang terzalimi keadilan hukumnya, saya belajar menjadi public interest lawyer”, ujar Arsul.

“Cita-cita menjadi diplomat berubah setelah saya berkenalan dengan Bang Buyung Nasution dan para tokoh LBH tersebut. Saya pengin menjadi praktisi hukum saja yang bisa membela hak dan kepentingan hukum masyarakat di bawah”, lanjut Arsul.Di LBH Jakarta-lah Arsul memulai perjalanan hidupnya sebagai seorang praktisi hukum dan ia berhenti total ketika terpilih sebagai anggota DPR RI hasil Pemilu 2014.

Kebiasaan menulis Arsul telah membuahkan 3 (tiga) buah buku tentang hukum, penegakan hukum serta relasi Islam dengan negara ditambah sejumlah artikel yang daftarnya dapat dilihatpada bagian Buku dan Artikel dalam profil hakim konstitusi ini.

Cita-cita seorang Arsul Sani yang suka humor ini sebenarnya sederhana saja: menjadi khairunnas anfaauhum linnas. Ya, menjadi sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi manusia lain.

Buku berjudul “Catatan dari Senayan 3: Keamanan Nasional dan Perlindungan HAM: Dialektika Kontraterorisme di Indonesia” (2024)
Buku berjudul “Catatan dari Senayan 2: Relasi Islam dan Negara, Perjalanan Indonesia” (2021)
Buku berjudul “Catatan dari Senayan: Menuju Konvergensi Hukum, HAM, dan Keamanan Nasional” (2018)
Tulisan Opini di Media Online dengan judul:
  1. “Pilpres 2024: Quarter Democracy Crisis”
  2. “Proyeksi Legislasi: Keadilan Restoratif Dalam Pembaruan Hukum Pidana Indonesia”
  3. “Imunitas Hukum Yang tidak Otomatis Membuat Imun Tuntutan Hukum”
  4. “Satu Perspektif Hukum Pidana Tentang Pemberhentian Sementara Ahok”
  5. “Kontroversi Hukuman Mati”