Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) terhadap UUD 1945 pada Selasa (14/8) di Ruang Sidang Pleno MK. Mantan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad tercatat sebagai Pemohon dalam perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 76/PUU-X/2012.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Muchtar Lubis selaku kuasa hukum Pemohon, mendalilkan Pasa 80 KUHAP telah melanggar hak konstitusionalnya. Pasal 80 KUHAP menyatakan “Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.“ Lubis mengungkapkan Pemohon kembali menjadi tersangka pelaku tindak pidana korupsi “Dana Mobilisasi Untuk 45 Anggota DPRD Prov. Gorontalo” yang telah ditetapkan melanggar ketentuan dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kejati Gorontalo memerintahkan untuk dilakukan penyidikan pada 2005 dengan tersangka Amir M Rp 5,5 Miliar dengan dugaan dana fiktif. Amir dinyatakan bersalah dan dalam putusan tersebut tercantum, “Tersangka bersama gubernur” dan ini ditafsirkan adalah Gubernur Gorontalo (Pemohon). Pada waktu itu, pemohon langsung didakwa menjadi tersangka. Karena tidak cukup bukti, maka Kejati menghentikan penyidikan, namun ICW Gorontalo mengklaim dirinya berkepentingan sebagai pihak ketiga untuk mengajukan gugatan praperadilan tanggal 13 Desember 2011 dan pengadilan mensahkan praperadilan tersebut,” urai Lubis di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.
Pemohon menilai Pasal 80 KUHAP memungkinkan “Pihak Ketiga yang Berkepentingan” untuk mengajukan permohonan praperadilan. Namun pasal ini tidak menjelaskan secara gamblang siapa pihak ketiga berkepentingan yang berhak mengajukan praperadilan, dan apa syarat-syarat untuk bisa disebut sebagai pihak ketiga berkepentingan. Pasal tersebut hanya menjelaskan permintaan pemeriksaan perihal sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan yang dapat diajukan oleh penyidik maupun penuntut umum dan pihak ketiga berkepentingan kepada pengadilan dengan menyebut alasannya. “Menurut Pemohon, konstruksi yang dibangun dalam Pasal 80 KUHAP sesungguhnya dapat mereduksi adanya jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang kaidah konstitusionalnya diatur di dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, karena membuka peluang multi tafsir. Kaidah dalam Pasal 80 KUHAP yaitu sepanjang frasa “Pihak Ketiga yang Berkepentingan”, semestinya demi kepastian hukum, tidaklah dibiarkan sebagai pasal yang “kurang jelas pengertiannya”, sehingga membuka peluang bagi LSM untuk mengajukan praperadilan, yang justru semakin mengaburkan makna jaminan, perlindungan dan kepastian hukum dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Menanggapi permohonan Pemohon, Majelis Hakim Konstitusi yang juga terdiri dari Wakil Ketua MK Achmad Sodiki dan Hakim Konstitusi Anwar Usman memberikan saran perbaikan kepada Pemohon. Anwar menyarankan agar Pemohon mengelaborasi antara masalah konkret yang dialami pemohon dengan kerugian konstitusional Pemohon. Sementara, Sodiki mengungkapkan yang dimaksud dengan kerugian konstitusional yang merupakan sebab-akibat antara kerugian konstitusional Pemohon dengan adanya LSM sebagai pihak ketiga dalam Pasal 80 KUHAP. Sedangkan Fadlil menjelaskan dalam petitumnya Pemohon meminta inkonstitusional bersyarat terhadap Pasal 80 KUHAP. “Karena putusan yang bersyarat yang saudara minta, maka saudara harus membedakan secara tegas karena agak dekat antara putusan konstitusional bersyarat dengan penerapan hukum. Sedangkan persoalan pengujian undang-undang itu persoalan pengadilan norma, bukan soal penerapan norma. Ini harus dielaborasi,” ujarnya.
Majelis Hakim Konstitusi memutuskan untuk menunda sidang dan memberikan kesempatan kepada Pemohon selama 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Sidang berikutnya diagendakan untuk memeriksa perbaikan yang telah dilakukan oleh pemohon. (Lulu Anjarsari/mh)