Saksi Pemohon Tekankan Adanya Penyimpangan Penggunaan Dana Hibah Daerah dalam PSU Papua Barat
Kamis, 08 Desember 2011
| 08:27 WIB
Hibah yang diterima setiap daerah harus dihitung dalam APBD dan dipergunakan untuk pelayanan kepada masyarakat. Jika hibah tersebut dipergunakan selain untuk kepentingan masyarakat daerah tersebut, maka hal tersebut bertentangan dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hal ini disampaikan oleh Ahli Pemohon Dian Puji N. Simatupang dalam sidang lanjutan terhadap penyelesaian perkara hasil pemilihan umum Gubernur Papua Barat Tahun 2001 kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (7/12). Permohonan yang diregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 119/PHPU.D-IX/2011 ini merupakan kelanjutan dari Putusan MK Nomor 84/PHPU.D-IX/2011 tanggal 23 Agustus 2011. Pemohon dalam perkara ini merupakan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat, yakni Wahidin Puarada-Herman Donatus Pelix Orisoe (nomor urut 1), Dominggus Mandacan-Origenes Nauw (nomor urut 2), serta George Celcius Auparay-Hassan Ombaier (nomor urut 4).
“Penggunaan hibah bukan untuk kepentingan publik merupakan bentuk penyimpangan kebijakan. Penggunaan hibah seharusnya dijelaskan dalam Perda yang mengatur APBD. Penyimpangan terhadap hibah suatu daerah dapat merugikan keuangan negara maupun keuangan daerah. Hal ini melanggar asas legalitas,” ujar Dian di hadapan Majelis Hakim Panel yang diketuai oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dengan anggota, yakni Hakim Konstitusi Maria farida Indrati dan Anwar Usman.
Andi M. Asrun selaku kuasa hukum para Pemohon mempertanyakan bentuk penyimpangan lain terhadap hibah. Menjawab pertanyaan Asrun, Dian memaparkan adanya pemalsuan dokumen atau dokumen fiktif juga merupakan suatu bentuk penyimpangan hibah. “Penggunaan dokumen yang pencairannya melewati tanggal yang ditentukan dalam dokumen juga merupakan suatu pelanggaran. Kemudian pemalsuan dokumen untuk menghadapi pemeriksaan auditor,” paparnya.
Dalam dalil permohonan yang disampaikan oleh kuasa hukum Pemohon lainnya, Yance Salambauw mengungkapkan adanya disposisi fiktif untuk pembiayaan proyek solar cell senilai Rp 997 juta. “Dana pencairan disposisi tersebut justru dipergunakan Sekda Papua Barat untuk kepentingan pemenangan pasangan calon nomor urut 3 (Pihak Terkait, red.),” urainya dalam persidangan sebelumnya pada Selasa (6/12).
Pernyataan Yance tersebut dikuatkan dengan kesaksian dari Jefri Auparay yang merupakan Kepala Bagian Pembangunan di Pemda Papua Barat. Jefri menerangkan bahwa dirinya diminta oleh Emile Rumadas untuk membuat disposisi untuk proyek solar cell dengan mitra kerja CV Mandiri Makmur. “Proyek solar cell tersebut fiktif, kemudian dananya langsung diserahkan kepada Sekda Provinsi Papua Barat Emile Rumadas untuk diberikan kepada tim pemenangan. Kemudian pada 7 November 2011, ada imbauan dari pejabat sementara Gubernur Papua untuk memilih pasangan nomor urut 3,” jelasnya.
Saksi pemohon lainnya, yakni Mulyanus mengemukakan adanya aliran dana sebesar Rp 10 M menjelang Pemungutan Suara Ulang Pemilukada Papua Barat. “Uang tersebut dibagikan ke seluruh kepala distri se-Papua Barat. Masing-masing kepala daerah memperoleh memperoleh Rp 50 juta dengan pesan untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 3,” urainya.
Dalam sidang pembuktian tersebut, para Pemohon mengajukan 14 orang saksi. Sidang berikutnya akan diadakan pada Senin, 13 Desember 2011 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Termohon dan Pihak Terkait. (Lulu Anjarsari/mh)