Jakarta, MKOnline – Komnas HAM melakukan kunjungan studi banding ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (7/4). Kehadiran Tim Pelayanan Prima Arsip Pengaduan Komnas HAM itu disambut oleh Kepala Sub Bagian Administrasi Perkara MK, Muhiddin.
Tim Pelayanan Prima Komnas HAM yang mengunjungi MK kali itu, terdiri dari enam orang, yaitu Didung (Bagian Penerimaan Pengaduan), Dewi Retna (Bagian Penerimaan Pengaduan), Iwan (Bagian Arsip Pengaduan), Arif Setiawan (Ketua Tim Pelayanan Prima), Linda (bagian Arsip dan Pengaduan), dan Rani (Bagian Arsip dan pengaduan). Keenamnya dalam kunjungan tersebut, mendapat penjelasan mengenai skema administrasi yustisial di MK dari Muhiddin.
Muhiddin yang didampingi staf IT MK, kemudian menjelaskan mengenai skema administrasi yustisial di MK. Pertama-tama, Muhiddin menjelaskan bahwa sistem pengaduan di MK berbeda dengan di Komnas HAM. Di MK, pengaduan perkara yustisial yang sesuai dengan fungsi dan kewenangan MK disebut permohonan.
MK memiliki kepaniteraan yang tugasnya dan fungsinya untuk mendukung pelaksanaan administrasi yustisial di MK. Tugas-tugas dukungan tersebut misalnya seperti menerima perkara, melihat kelengkapan permohonan, distribusi berkas perkara, sampai ke pasca keputusan perkara.
Modern
Muhiddin juga menjelaskan, untuk mendukung pelayanan administrasi yustisial kepada masyarakat, dari tahun ke tahun MK terus memperbaiki diri dengan menggunakan berbagai fasilitas modern.
Salah satu fasilitas mopderen tersebut, yaitu e-Perisalah. Dengan menggunakan e-Perisalah, masyarakat luas dapat dengan lebih cepat mendapatkan risalah sidang yang telah berlangsung. “Jadi editor risalah di MK tinggal mengedit saja karena dari e-Perisalah suara yang ada di persidangan langsung diubah menjadi bentuk kata-kata. Ingkat keakuratannya 80 persen karena di Indonesia ini banyak dialek, jadi maka terus perlu penyempurnaan,” ujar Muhiddin.
Risalah yang sudah jadi nantinya bisa diakses masyarakat melalui situs milik MK di www.mahkamahkonstitusi.go.id. Masyarakat dapat membaca sendiri mengenai apa saja yang terjadi di dalam persidangan. Hal serupa juga diterapkan pada putusan MK. Putusan MK langsung bisa diakses di situs yang sama tidak lama seusai putusan dibacakan.
Fasilitas lainnya yang digunakan untuk menunjang persidangan di MK, yaitu fasilitas video conference. Bagi saksi yang tidak bisa datang ke MK, saksi tersebut cukup mendatangi fakultas hukum di Universitas yang ada di daerahnya. “Saksi di Papua misalnya, karena terlalu jauh ke Jakarta, bisa cukup datang di Universitas Cendrawasih,” jelas Muhiddin.
Terakhir, Muhiddin menjelaskan mengenai pendaftaran perkara yang dilakukan secara online. Pendaftaran perkara online juga bisa dilakukan di MK. Pengunjung atau masayarakat yang ingin mendaftarkan perkaranya namun tidak bisa mendaftar langsung ke Jakarta bisa mendaftarkan perkaranya di situs MK.
“Dari waktu ke waktu intinya kami selalu berusaha memberikan belayanan yang optimal meski selalu perlu penyesuaian. Dan sejak awal MK memang ingin mewujudkan peradilan modern dan terpercaya seperti motto MK,” tukas Muhiddin. (Yusti Nurul Agustin/mh)