JAKARTA, HUMAS MKRI – Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tambrauw Tahun 2024 kembali menuai kontroversi setelah muncul dugaan pelanggaran dalam proses pemungutan suara. Salah satu persoalan utama adalah penggunaan sistem pemungutan suara noken atau ikat yang seharusnya tidak berlaku di Kabupaten Tambrauw. Dalam aturan yang telah ditetapkan, sistem pemungutan suara di wilayah ini seharusnya dilakukan dengan metode one man one vote, sebagaimana diatur dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1774 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pemungutan Suara. Demikian dalil Permohonan yang diajukan oleh Yohanis Yembra-Petrus Yewen yang merupakan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Tambrauw Nomor Urut 1.
Moin Tualeka selaku kuasa hukum Pemohon Perkara Nomor 215/PHPU.BUP-XXIII/2025, dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan saksi yang hadir di TPS-TPS yang menggunakan sistem noken dilarang untuk mendokumentasikan atau merekam proses pencoblosan. Larangan tersebut diduga berasal dari penyelenggara pemilu dan kepala kampung setempat, sebagaimana tertuang dalam Bukti P-5 yang diajukan dalam sengketa Pilkada Tambrauw.
“Ada beberapa peristiwa pemungutan suara yang dilakukan secara noken, padahal seharusnya di Tambrauw tidak menggunakan sistem ini,” ungkap Moin di Ruang Sidang Panel 3.
Tak hanya penggunaan sistem pemungutan suara yang dianggap menyalahi aturan, Moin juga menyebutkan, dugaan pelanggaran lain juga terjadi dalam bentuk intervensi kepada pemilih di sejumlah distrik. Aparat kampung dan kepala distrik diduga mengintervensi warga untuk memilih pasangan calon nomor urut 2 di beberapa wilayah, di antaranya Distrik Bamusbama (seluruh kampung), Distrik Tobouw (seluruh kampung), dan Distrik Miyah Selatan (Kampung Sahae).
Selain itu, dugaan pelanggaran serius juga melibatkan Penjabat (Pj) Bupati Tambrauw, Engelbertus Kocu, yang dituding tidak bersikap netral dalam Pilkada. Pada 25 September 2024, ia diduga mengarahkan aparatur sipil negara (ASN) untuk memenangkan pasangan calon tertentu saat apel di Kantor Bupati Tambrauw.
Dalam permohonannya, Pemohon mengatakan, pada Jumat, 29 November 2024, saat apel pagi di halaman Kantor Bupati, Engelbertus Kocu secara terang-terangan mengumumkan kemenangan pasangan calon nomor urut 2, padahal proses rekapitulasi suara masih berlangsung. Tindakan ini dinilai menciderai asas netralitas seorang pejabat negara dan bertentangan dengan asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum serta Peraturan KPU No. 17 Tahun 2024 Pasal 2 Ayat (1) dan (2).
Dengan berbagai dugaan pelanggaran ini, pihak Pemohon meminta MK untuk membatalkan hasil rekapitulasi suara dan memerintahkan penyelenggaraan pemilihan ulang yang lebih transparan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina