JAKARTA, HUMAS MKRI - Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Papua Tengah 2024 mempersoalkan money politics di dua kabupaten yaitu Deiyai dan Puncak Jaya. Hal itu menjadi satu dari beberapa dalil permohonan Perkara Nomor 308/PHPU.GUB-XXIII/2025 yang dimohonkan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah Nomor Urut 2 Natalis Tabuni dan Titus Natkime.
Permohonan dibacakan dalam sidang dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan di Gedung I Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (16/1/2025). Persidangan perkara ini digelar oleh Majelis Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Duduk sebagai Termohon dalam perkara ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Tengah. Adapun Pihak Terkait ialah Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah Nomor Urut 3 Meki Nawipa dan Deinas Geley.
Natalis Tibuni dan Titus Natkime (Pemohon) diwakili kuasa hukumnya, Ucok Edison Marpaung, menguraikan bahwa money politics dalam Pilgub Papua Tengah terjadi dengan adanya pemberian Rp 700 juta kepada Panitia Pemilihan Distrik (PPD) Tigi Barat, Kabupaten Deiyai oleh Pihak Terkait.
"Begitu juga di PPD Digi Timur diberikan Rp 600 juta, PPD Kapiraya diberikan Rp 500 juta, PPD Tigi diberikan Rp 750 juta, kepada PPD Bodokapa diberikan Rp 500 juta," ujar Ucok saat menyampaikan dalil permohonan di persidangan.
Sementara di Kabupaten Puncak Jaya, Pemohon menyebut adanya pemberian uang oleh ketua partai politik kabupaten sebesar Rp 23 miliar dengan tujuan mengubah suara yang diperoleh dari sistem noken.
"Telah terjadi di TPS-TPS di kampung-kampung supaya berubah di rekapitulasi tingkat kabupaten," lanjut Ucok.
Hal demikian, menurut Pemohon bertentangan dengan Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Pilkada Nomor 10 tahun 2016, yang menyatakan bahwa calon dan/ atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/ atau Pemilih.
Mengenai sistem noken yang khas di beberapa wilayah di Papua Tengah, Pemohon mendalilkan adanya perubahan di banyak TPS di Kabupaten Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Dogiyai, Paniai, dan Deiyai. Dalam hal ini, Pemohon mengklaim adanya suara yang hilang pada saat rekapitulasi tingkat kabupaten berdasarkan formulir model C-Hasil dan D-Hasil yang dimiliki Pemohon.
Khusus di Paniai, Pemohon menyebut adanya kerusuhan yang disebabkan upaya pembatalan atau perubahan dari kesepakatan noken.
"Masyarakat menolak sehingga terjadi kerusuhan dan sampai dengan campur tangan aparat untuk membubarkan proses rekapitulasi," katanya.
Dalam perkara ini, Pemohon pada petitumnya meminta agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua Tengah Nomor : 461 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Tengah Tahun 2024. Pemohon juga meminta agar ada pemungutan suara ulang Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Tengah Tahun 2024 di Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Dogiai, Kabupaten Paniai dan Kabupaten Deiyai.
Baca tautan Perkara Sengketa Pilkada Provinsi Papua Tengah:
Baca juga:
Kecurangan Pelaksanaan Sistem Noken dalam Pilkada Papua Tengah
Menguak Keterlambatan Pengumuman Rekapitulasi Suara Pilkada Papua Tengah
Penulis: Ashri Fadilla.
Editor: N. Rosi.