JAKARTA, HUMAS MKRI - Pelaksanaan sistem noken menjadi sorotan dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Provinsi Papua Tengah Tahun 2024. Perkara Nomor 295/PHPU.GUB-XXIII/2025 ini dimohonkan oleh Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah Nomor Urut 4 Willem Wandik dan Aloisius Giyai. Adapun Termohon perkara ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Tengah, sedangkan Pihak Terkait ialah Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah Nomor Urut 3 Meki Nawipa dan Deinas Geley.
Permohonan perkara ini dibacakan dalam sidang dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan di Gedung I Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (16/1/2025), dilaksanakan oleh Majelis Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo serta Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Dalam permohonannya, Pemohon menyinggung adanya kecurangan dalam pelaksanaan sistem noken. Di antara permasalahan, disebut Pemohon terjadi di Kabupaten Deiyai, Papua Tengah, di mana terdapat perubahan perolehan suara. Pemohon mengklaim bahwa suaranya dikurangi 48.375 suara dari 77.400 pada kesepakatan noken di Kabupaten Deiyai.
"Pada hari pelaksanaan, di mana penyelenggara pemilihan distrik (PPD) mengambil alih sehingga terjadi perubahan hasil daripada penetapan noken itu sendiri," ujar kuasa hukum Pemohon, Bliher Simanjuntak saat menyampaikan dalil permohonan di persidangan.
Kemudian Pemohon juga mendalilkan adanya pelanggaran di Kabupaten Paniai, Papua Tengah. Pelanggaran itu berupa penetapan pleno di tingkat kabupaten sampai mengalami empat kali kegagalan. Dari hal tersebut, Pemohon menyebut bahwa Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah menerbitkan rekomendasi yang berisi adanya pelanggaran, di mana tidak ada pemungutan suara dan pemberian D-Hasil kepada saksi.
Di persidangan ini, Majelis Panel Hakim sempat mengkonfirmasi rekomendasi tersebut kepada Bawaslu Provinsi Papua Tengah. Namun ternyata, Bawaslu Papua Tengah menyampaikan bahwa rekomendasi yang dimaksud, ditebitkan oleh Bawaslu Kabupaten Paniai dan tidak berdasarkan kolektif kolegial.
Dugaan Suap
Selain itu, di Kabupaten Paniai pula, Pemohon mendalilkan adanya dugaan suap hingga Rp 200 juta pada proses Pilgub Papua Tengah. "Pada pemilihan di Kabupaten Paniai kami juga menemukan upaya suap sejumlah Rp 200 juta dan ini masih dalam proses di Kepolisian," ujar Bliher.
Mengenai pleno di tingkat kabupaten, Pemohon juga mengungkit di Kabupaten Puncak Jaya. Menurut Pemohon, pada Pleno di Kabupaten Puncak Jaya, Termohon sengaja mengulur waktu pelaksanaan dengan modus untuk mengalihkan suara Paslon Nomor Urut 4. Pemohon juga menyebut adanya dugaan pemberian amplop terkait pengalihan suara tersebut.
"Karena pada masa kampanye di Puncak Jaya hanya Paslon Nomor 4 saja yang tidak memberikan amplop kepada para PPD, sehingga suara Paslon Nomor Urut 4 dipindahkan atau dialihkan kepada Paslon Nomor 3 karena diduga menggunakan mode suap," kata Marhendra Handoko, kuasa hukum Pemohon.
Dengan dalil-dalil yang disampaikan, Pemohon dalam petitumnya meminta kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua Tengah Nomor 461 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2024. Pemohon juga meminta agar Pihak Terkait didiskualifikasi dan adanya pemungutan suara ulang di tiga kabupaten: Deiyai, Paniai, dan Puncak Jaya.
Baca tautan Perkara Sengketa Pilkada Provinsi Papua Tengah:
Baca juga:
Menguak Keterlambatan Pengumuman Rekapitulasi Suara Pilkada Papua Tengah
Penulis: Ashri Fadilla.
Editor: N. Rosi.