JAKARTA, HUMAS MKRI - Delpedro Marhaen Rismansyah yang merupakan pemantau pemilihan umum (Pemilu) dari Yayasan Citta Loka Taru menyampaikan adanya enam temuan pelanggaran di Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (Pilbup) Kabupaten Nabire. Hal tersebut disampaikannya selaku Pemohon yang mengajukan permohonan pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Nabire Nomor 580 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Nabire Tahun 2024.
Sidang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 225/PHPU.BUP-XXIII/2025 dilaksanakan Panel 3 yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih pada Rabu (15/1/2025). Pilbup Kabupaten Nabire diikuti dua pasangan calon dengan hasil Martinus Adii-Agus Suprayitno sebesar 43.936 suara dan Mesak Megai-Burhanuddin Pawennari sebesar 73.049 suara.
Hasnu sebagai kuasa hukum Pemohon menyampaikan, temuan pertama adalah pelanggaran penyelenggara penyelenggara Pilbup Kabupaten Nabire di lima tempat pemungutan suara (TPS). Pelanggaran tersebut mengakibatkan digelarnya pemungutan suara ulang (PSU) di TPS 7 Oyehe (499 DPT), TPS 12 Karang Mulia (465 DPT), TPS 9 Karang Tumaritis (327 DPT), TPS 9 Siriwini (614 DPT), dan TPS 11 Siriwini (462 DPT).
"Memang terjadi pemungutan suara ulang di lima TPS, Yang Mulia. Akan tetapi, sekali lagi bahwa yang kami lihat bukan pada konteks demokrasi prosedural, akan tetapi demokrasi substansial, maka pesan penting yang kami sampaikan adalah bahwa ini adalah bagian dari sistem tata kelola yang tidak baik," ujar Hasnu di Ruang Sidang Panel 3, Gedung 1 MK, Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Temuan kedua, pelanggaran netralitas pejabat negara dan aparatur sipil negara (ASN). Terdapat dugaan ketidaknetralan Kepala Dinas Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Nabire untuk pendukung pasangan calon nomor urut 2. Dugaan dukungan tersebut juga dilakukan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nabire.
Ketiga, pelanggaran netralitas dan profesionalitas penyelenggara Pilkada. Bukti tidak netral dan profesionalnya KPU Kabupaten Nabire dibuktikan dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait tidak digelarnya rapat pleno dalam menetapkan Sekretariat Panitia Pemilihan Distrik (PPD) yang tidak memenuhi syarat dan penganiayaan Sekretaris KPU Kabupaten Nabire.
Keempat, kegagalan fungsi pengawasan dan tindak lanjut pelanggaran Pilkada oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kelima, adanya intimidasi dan kekerasan dalam pleno rekapitulasi perolehan suara yang dilakukan oleh calon bupati nomor urut 1, Martinus Adii di TPS 5 Distrik Nabire Kota.
"Terakhir poin keenam, tentang kompleksitas pemilihan umum di tanah Papua. Terhadap persoalan itu Yang Mulia, ada tujuh hal, mulai dari pendaftaran, masa kampanye, distribusi logistik Pilkada, masa tenang, dan pemungutan suara, hingga penghitungan. Bahkan Yang Mulia, pasca-penetapan paslon terpilih melalui persidangan di Mahkamah Konstitusi," ujar Hasnu.
"Maka dalam konteks pelaksanaan pemilihan umum di tanah Papua, tidak saja kemudian melalui persidangan Majelis Yang Mulia ini melihat dalam konteks demokrasi prosedural. Sekali lagi Yang Mulia, bahwa kami berharap betul bahwa putusan yang akan diambil Yang Mulia akan menyentuh demokrasi substansial," sambungnya.
Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Nabire Nomor 580 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Nabire Tahun 2024. Pemohon juga meminta agar Mahkamah memerintahkan KPU Kabupaten Nabire untuk mengulang tahapan penyelenggaraan, yaitu pengumuman pendaftaran pasangan calon sampai penetapan pasangan calon terpilih; Memerintahkan Bawaslu Kabupaten Nabire untuk melaksanakan tugas dan wewenang yang dimiliki dalam tahapan penyelenggaraan Pilbup Kabupaten Nabire.
Selanjutnya, Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk memerintahkan KPU Republik Indonesia untuk melakukan supervisi dan koordinasi dengan KPU Papua Tengah dan KPU Kabupaten Nabire dalam rangka pelaksanaan putusan MK ini serta memerintahkan Bawaslu Republik Indonesia untuk melakukan supervisi dan koordinasi dengan Bawaslu Papua Tengah dan Bawaslu Kabupaten Nabire dalam rangka pelaksanaan putusan MK ini.(*)
Penulis: Nawir Arsyad Akbar
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina