JAKARTA, HUMAS MKRI - Permasalahan Ijazah Paket C menjadi dalil permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Persidangan perdana dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 157/PHPU.BUP-XXIII/2025 pun digelar di Gedung I MK pada Jumat (10/12025), dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo serta didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Perkara ini dimohonkan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Nomor Urut 2 Safaruddin DT Bandaro Rajo dan Darman Sahladi dengan Termohon ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lima Puluh Kota. Sedangkan Pihak Terkait dalam perkara ini ialah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Nomor Urut Nomor Urut 3, Safni dan Ahlul Badrito Resha.
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan kelalaian Termohon dalam menetapkan Pihak Terkait sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota. Hal itu lantaran Pihak Terkait, yakni Safni dianggap tidak memenuhi persyaratan administratif lantaran ijazah yang diduga bermasalah.
Di antara hal-hal yang bermasalah terkait ijazah, yakni kode penerbitan ijazah paket C yang tertulis DN/PC 0272127, merupakan kode penerbitan Provinsi Jawa Barat dan bukanlah kode penerbitan Provinsi Riau. Padahal menurut Pemohon, Pihak Terkait mendaftarkan diri ke KPU dengan ijazah Provinsi Riau.
"Oleh karena ijazah Safni cacat hukum dan mengandung banyak kejanggalan, maka tidak dapat dijadikan dasar oleh Termohon dalam menetapkan Safni dan Ahlul Badrito Resha sebagai Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Tahun 2024, karena Safni sebagai Calon Bupati Lima Puluh Kota Tahun 2024 tidak memenuhi syarat calon," ujar Kuasa Hukum Pemohon, Surya Candra di dalam persidangan.
Mengenai permasalahan ijazah ini, Majelis Hakim sempat mempertanyakan tindak lanjut yang dilakukan secara hukum. Pemohon pun menyampaikan bahwa sudah ada laporan yang dilayangkan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Lima Puluh Kota. Pelaporan juga sudah dilakukan ke Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi Riau.
"Kalau yang ditempuh berkaitan dengan dugaan ijazah palsu?" tanya Ketua MK Suhartoyo.
"Itu sudah dilakukan sanggahan dan keberatan kepada KPU dan Bawaslu. Kemudian juga dilaporkan ke Polda Riau dan ini masih dalam tahap penyelidikan," ujar Surya.
Tak hanya dugaan ijazah palsu, Pemohon juga mendalilkan soal pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistemmatis, dan masif (TSM). Pelanggaran itu menurut Pemohon berupa praktik money politic atau politik uang untuk mempengaruhi pemilih pada masa tenang di 13 kecamatan dan 79 nagari.
Menurut Pemohon, praktik demikian dilakukan dengan melibatkan penyelenggara Pemilu. "Dalam hal ini adalah Bawaslu Kabupaten Lima Puluh Kota serta jajarannya," lanjut Surya.
Berdasarkan dalil-dalil permohonan yang disampaikan, Pemohon melayangkan petitum agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 1017 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Tahun 2024. Kemudian dalam petitumnya, Pemohon juga memohon kepada Majelis untuk mendiskualifikasi Pihak Terkait dari Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2024.
Masih dalam petitumnya, Pemohon juga meminta kepada Majelis untuk menetapkannya sebagai pemenang dalam kontestasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2024. Terakhir, Pemohon meminta untuk diadakan pemungutan suara ulang dengan diikuti oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Nomor Urut 1, Nomor Urut 2, dan Nomor Urut 4.
Baca juga tautan: Perkara Nomor 157/PHPU.BUP-XXIII/2025
Penulis: Ashri Fadilla.
Editor: N. Rosi.