JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 125/PHPU.BUP-XXIII/2025 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati (PHPU Bupati) Kabupaten Kerinci 2024 yang dimohonkan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 1 Darmadi dan Darifus (Paslon 1) digelar pada Jum’at (10/01/2025) di Ruang Sidang Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta. Pemohon mendalilkan pelanggaran yang dilakukan Paslon Nomor Urut 3 Monadi dan Murison (Paslon 3) dalam kontestasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (Pilbup) Kabupaten Kerinci 2024 perihal pengerahan kepala sekolah dan guru.
Pemohon melalui kuasa hukumnya Deka Putera menuturkan bahwa Pengerahan kepala sekolah dan guru dalam Pilbup Kabupaten Kerinci 2024 oleh Paslon 3 terjadi secara masif. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh kuat dari Calon Wakil Bupati 3 yang merupakan mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kerinci.
“Calon Wakil Bupati Pasangan Nomor Urut 3 Murison telah membangun basis dukungan politik dengan menjadikan kepala sekolah SMP, kepala Sekolah Dasar, dan guru-guru serta tenaga honorer yang lulus menjadi guru PPPK untuk berpihak kepadanya dalam pelaksanaan Pilkada Kerinci,” ungkap Deka menjelaskan dalil permohonan.
Selain itu, ungkap Deka, Plt. Kepala Dinas Kabupaten Kerinci Zafran yang baru diangkat oleh kakaknya Asraf yang merupakan Pj. Bupati Kabupaten Kerinci juga memberi dukungan terhadap pemenangan Paslon 3 dalam kontestasi Pilbup Kerinci 2024. Bahkan pemohon menduga pengangkatan Zafran sebagai Plt. Kepala Dinas sengaja dilakukan untuk mempengaruhi seluruh Pegawai Dinas Pendidikan, 54 orang kepala sekolah SMP, dan 227 orang kepala Sekolah Dasar demi menguntungkan Paslon 3.
“Adik kandung dari Pj. Bupati ini mengerahkan kepala desa, guru-guru SD dan SMP, serta kepala sekolah SD dan SMP untuk mendukung salah satu pasangan calon” kata Deka.
Implikasi daripada pengerahan kepala sekolah dan guru tersebut menurut Pemohon adalah pelaksanaan iuran oleh para Guru dan Kepala Sekolah untuk memenuhi kebutuhan poko Paslon 3. Hal itu terjadi di Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci.
“Kepala sekolah diminta iuran, ada yang 500.000, ada yang 1.000.000, dan bervariasi pokoknya yang mulia untuk memenuhi kebutuhan di posko salah satu Paslon ini yang mulia,” beber Deka.
Menurut Pemohon, pengerahan guru dan kepala sekolah yang sangat masif di Kabupaten Kerinci merupakan bentuk dari pelanggaran atau praktik kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Konsekuensi atas praktik kecurangan yang bersifat TSM yang dilakukan oleh Paslon 3 tersebut, perolehan suara Paslon 3 menurut Pemohon batal demi hukum karena perolehan suara yang dihasilkan dari kecurangan yang bersifat TSM bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan.
“Perolehan suara yang memenangkan Pasangan Calon Nomor Urut 3 tidak sah menurut hukum dan melanggar ketentuan-ketentuan hukum karena diperoleh dengan cara-cara yang melawan hukum,” tegas Deka.
Atas dasar hal tersebut, Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kerinci agar melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh wilayah Kabupaten Kerinci. Selain itu, Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk mendiskualifikasi Paslon 3, sehingga pelaksanaan PSU diikuti oleh 3 Paslon yang meliputi Paslon 1, Paslon 2, dan Pasalon 4.
Baca juga tautan: Perkara Nomor 125/PHPU.BUP-XXIII/2025
Penulis: Ahmad Sulthon Zainawi.
Editor: N. Rosi.