JAKARTA, HUMAS MKRI – Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara Muchlis Tapi Tapi dan Tonny Laos mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara 2024 digelar Mahkamah Konstitusi (MK), pada Jumat (10/1/2025) di Ruang Sidang Panel 3. Pemohon mengajukan keberatan terhadap hasil perhitungan suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara 2024 yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pemohon Perkara Nomor 93/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini menuding kemenangan pasangan calon nomor urut 4 Piet Hein Babua dan Kasman Ahmad, diperoleh secara tidak sah akibat dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) selama proses pemilihan. Dugaan pelanggaran meliputi penyalahgunaan hak pilih, ketidaksesuaian daftar pemilih, serta kesalahan dalam rekapitulasi suara.
Dalam sidang Panel 3 yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat tersebut, Pemohon yang diwakili oleh Regginaldo Sultan menilai dalil tidak terpenuhinya syarat calon ini bukan baru muncul pada tahapan hasil Pemilu. Akan tetapi, sebelum jauh pendaftaran sudah dipermasalahkan oleh kelompok masyarakat tertentu di Halmahera dan tim hukum Pemohon. Sehingga terkait dengan persyaratan calon yang dimaksud tidak memenuhi Pasal 7 ayat (2) huruf I UU Pilkada dan UU PKPU.
“Sekitar awal bulan agustus tahun 2024, masyarakat Halmahera Utara dihebohkan dengan adanya video dugaan perbuatan asusila dengan durasi 38 detik yang diduga dilakukan oleh Bakal Calon Bupati Halmahera Utara atas nama Piet Hein Babua,” ujarnya.
Selain itu, Pemohon mendalilkan terdapat beberapa indikasi kecurangan, antara lain penggunaan hak pilih oleh pihak yang tidak berhak, upaya sengaja membuat surat suara tidak sah, pemilih yang tidak sesuai domisili tetap diberikan hak pilih, serta kesalahan dalam penghitungan suara di tingkat TPS. Selain itu, ditemukan pula Formulir C Hasil KWK TPS yang tidak diisi oleh Termohon, adanya pemilih di bawah umur yang ikut mencoblos, dan Model C Daftar Hadir Pemilih Tetap-KWK yang hanya ditandai dengan tanda centang tanpa tanda tangan fisik.
Pemohon juga mengungkap adanya pemilih yang melakukan pencoblosan lebih dari satu kali serta perbedaan jumlah pengguna hak pilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan jumlah pemilih dalam Model C Daftar Hadir Pemilih Tetap-KWK. Atas dasar temuan ini, Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan hasil perhitungan suara dan memerintahkan pemungutan suara ulang di Kabupaten Halmahera Utara. Sehingga, dalam petitumnya, Pemohon meminta MK untuk membatalkan hasil pemilihan dan menggelar pemungutan suara ulang.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina