JAKARTA, HUMAS MKRI – Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nomor Urut 4 Tina Nur Alam dan La Ode Muh Ihsan Taufik Ridwan mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Gubernur Sultra di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, La Ode Muh Ihsan yang hadir langsung dalam sidang pemeriksaan pendahuluan menyatakan menarik permohonan, sedangkan Tina tetap melanjutkan permohonan yang teregistrasi dalam Perkara Nomor 249/PHPU.GUB-XXIII/2025.
“Saya mencabut sendiri, tidak ada (diskusi dengan pasangannya maupun kuasa hukum) Yang Mulia,” ujar La Ode Muh Ihsan di hadapan Majelis Hakim Panel 2 yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani di Ruang Sidang Gedung II MK, Jakarta.
Sementara Saldi menegaskan syarat untuk mengajukan permohonan PHPU Kepala Daerah adalah pasangan calon. Menurut dia, seeloknya La Ode Muh Ihsan menyampaikan secara resmi kepada pasangannya serta kuasa hukum Paslon Nomor Urut 4 mengenai penarikan kembali permohonan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di MK ini. Namun, atas fakta tersebut, Saldi mengatakan Mahkamah akan mempertimbangkannya dan permohonan ini tetap dapat disampaikan dalam persidangan.
“Kalau Pak Didi mau menyampaikan pokok-pokok permohonan disilakan nanti kondisi ini silakan Termohon dan Pihak Terkait memberikan respon karena kita kan punya ketentuan soal bagaimana menyelesaikan ini,” kata Saldi.
Dalil Pelanggaran TSM
Kuasa hukum Pemohon Didi Supriyanto menjelaskan selisih perolehan suara Paslon 4 selaku Pemohon dengan Paslon 2 selaku Pihak Terkait yang memperoleh suara terbanyak adalah 466.810 suara. Berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sultra Nomor 320 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur adalah Paslon 1 memperoleh 149.642 suara, Paslon 2 meraih 775.183 suara, Paslon 3 mendapatkan 246.393 suara, serta Paslon 4 mengantongi 308.373 suara. Menurut Pemohon, selisih perolehan suara tersebut disebabkan adanya pelanggaran-pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Paslon 2.
“Selisih perolehan suara antara Pemohon Nomor Urut 4 dengan Pasangan Calon Nomor Urut 2 peraih suara terbanyak di atas dikarenakan antara lain terdapat pelanggaran-pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 2,” tutur Didi.
Didi menjelaskan, Paslon 2 melalui penyalahgunaan wewenang oknum aparatur sipil negara (ASN), kepala desa, kepala badan permusyawaratan desa (BPD), serta kepala dusun pada 11 kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara melakukan kecurangan money politic atau politik uang berupa pemberian uang dan/atau barang melalui tim kampanye dan relawan baik secara terang-ternagan maupun sembunyi-sembunyi. Termasuk adanya dugaan oknum Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada TPS 5 Kelurahan Baruga Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari yang melakukan pelanggaran surat suara telah tercoblos untuk Paslon 2 sebelum pemilihan berlangsung.
Menurut Pemohon, politik uang tersebut direncanakan secara matang dan tersusun dengan melibatkan sistem pemerintahan desa secara berjenjang di tingkat desa ke dusun-dusun serta melakukan intimidasi terhadap pemilih. Selain itu, sebaran adanya politik uang di 11 kabupaten dari 17 kabupaten di Sultra berdampak secara masif lebih dari 50+1 dalam wilayah kabupaten pada Provinsi Sultra terhadap perolehan suara signifikan dari pihak Paslon 2.
Dengan demikian, menurut Pemohon, berdasarkan pelanggaran TSM dimaksud maka perolehan suara Pihak Terkait Paslon 2 sebesar 775.183 suara seharusnya dianggap tidak sah oleh KPU Provinsi Sultra selaku Termohon. KPU Sultra telah menetapkan perolehan suara Pilgub Sultra yaitu Paslon 1 Ruksamin-Sjafei Kahar 149.642 suara, Paslon 2 Andi Sumangerukka-Hagua 775.183 suara, Paslon 3 Lukman Abunawas-Laode Ida 246.393 suara, dan Paslon 4 Tina Nur Alam-La Ode Muh Ihsan Taufik Ridwan 308.373 suara.
Pemalsuan Tanda Tangan Ketua DPD Hanura
Selain itu, Pemohon juga mendalilkan pemalsuan tanda tangan Ketua DPD Hanura Provinsi Sultra dalam dokumen B.KWK PARPOL. Partai Hanura adalah salah satu pengusung Paslon 2. Menurut Pemohon, B.KWK PARPOL dari Paslon 2 tidak ditandatangani Ketua DPD Hanura Sulawesi Tenggara. Hal ini menunjukkan adanya cacat administratif terhadap dokumen syarat pencalonan yang akan menyebabkan batal atau tidak sahnya pasangan calon kepala daerah yang telah ditetapkan oleh KPU.
Dalam petitumnya, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan batal Keputusan KPU Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 320 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara Tahun 2024 sepanjang mengenai perolehan suara Paslon Nomor Urut 2 Andi Sumangerukka-Hugua; menyatakan diskualifikasi Paslon Nomor Urut 2 Andi Sumangerukka-Hugua; serta menetapkan perolehan suara yang benar menurut Pemohon yaitu Paslon 1 149.642 suara, Paslon 2 didiskualifikasi, Paslon 3 246.393 suara, dan Paslon 4 308.373 suara. Atau memerintahkan Termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang Pemilihan Gubernur Sultra pada semua TPS di 13 kabupaten/kota di Provinsi Sultra dengan hanya diikuti tiga paslon tanpa Paslon 2.(*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan