JAKARTA, HUMAS MKRI - Hamdan Eko Benyamine, Hudan Nur, Zepi Al Ayubi, dan Sani Firly adalah warga Kota Banjarbaru yang tergabung dalam Lembaga Akademi Bangku Panjang Mingguraya sebagai Pemohon mengajukan permohonan atas tidak adanya kolom kosong dalam Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Kota Banjarbaru. Sidang Perkara Nomor 07/PHPU.WAKO-XXIII/2025 ini dilaksanakan oleh Panel 3 yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Sebagai informasi, awalnya Pilwalkot Kota Banjarbaru akan diikuti dua pasangan calon, yakni Lisa Halaby-Wartono (pasangan calon nomor urut 1) dan Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah (pasangan calon nomor urut 2). Namun pada 31 Oktober 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru selaku Termohon membatalkan pencalonan Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah, yang diduga melakukan pelanggaran administratif atas Pasal 71 ayat (3) juncto ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Pembatalan tersebut tertuang dalam Surat KPU Kota Banjarbaru bernomor 747/PL.02.3-SD/6372/2024. Kendati sudah dibatalkan pencalonannya, KPU Kota Banjarbaru tidak menerapkan sistem pasangan calon melawan kotak kosong. Justru gambar Aditya Mufti Ariffin-Said terdapat di surat suara dan pemilih yang mencoblosnya dianggap suara tidak sah. Hasilnya, Lisa Halaby-Wartono (36.135 suara) dan suara tidak sah (78.736 suara).
Berdasarkan hasil Pilwalkot tersebut, Pemohon merasa dicabut haknya atas tidak tersedianya kolom kosong tidak bergambar dalam kertas suara. Padahal seharusnya terdapat kolom kosong dalam surat suara di Pilwalkot Kota Banjarbaru.
"Seharusnya, pascadiskualifikasi, Termohon menerapkan skema kolom kosong tidak bergambar, namun sampai saat pencoblosan tidak pernah dilakukan," ujar Kuasa Hukum Pemohon, Fitrul Uyun Sadewa di Ruang Sidang Panel 3, Gedung MK I, Jakarta, Kamis (9/1/2024).
Dalam pokok permohonannya, Pemohon menilai KPU Kota Banjarbaru selaku Termohon melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) karena tak menghadirkan kolom kosong dalam surat suara. KPU Kota Banjarbaru dinilai sengaja mengabaikan Pasal 54C Ayat 2 UU Pilkada yang menyatakan, “Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat dua kolom yang terdiri atas 1 (satu) kolom yang memuat foto pasangan calon dan 1 (satu) kolom kosong tidak bergambar”.
Tak hadirnya kolom kosong dalam surat suara, didalilkan Pemohon dimulai ketika KPU Provinsi Kalimantan Selatan berlandaskan Keputusan KPU Nomor 174 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang ditetapkan 23 November 2024. Intruksi tersebut yang kemudian diikuti oleh KPU Kota Banjarbaru dipandang sebagai pelanggaran secara terstruktur.
"Nyatanya Termohon seolah diam dan melegalkan kecurangan tersebut, sehingga pada saat pemilihan hanya 50 persen masyarakat yang datang ke TPS untuk melakukan hak pilih mereka dan hasilnya pilkada tahun ini dimenangkan oleh surat suara tidak sah," ujar Fitrul.
“Itu berarti mayoritas masyarakat Kota Banjarbaru tidak menginginkan paslon Lisa-Wartono menjadi wali kota dan wakil wali kota terpilih. Namun dipaksa untuk ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan KPU RI Nomor 174,” sambungnya.
Terkait pelanggaran secara sistematis, Pemohon melihat adanya upaya yang cenderung bertujuan untuk memenangkan satu pasangan calon tertentu. Upaya tersebut dimulai dari proses pendaftaran pasangan calon (27-29 Agustus 2024), pendiskualifikasian Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah (31 Oktober 2024), hingga tak dilakukannya cetak ulang surat suara yang berdampak kolom gambar pasangan calon nomor urut 2 yang tercoblos dianggap suara tidak sah.
Terakhir adalah masifnya pelanggaran terkait pembiaran KPU Kota Banjarbaru yang tak menghadirkan kolom kosong dalam surat suara di 403 tempat pemungutan suara (TPS), tersebar di lima kecamatan dan 20 kelurahan. Hal tersebut tentu inkonstitusional, karena bertentangan dengan Pasal 54D UU Pilkada, "KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon terpilih pada pemilihan 1 (satu) pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54C, jika mendapatkan suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari suara sah".
Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 191 tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024 tertanggal 2 Desember 2024. Selanjutnya, menetapkan perolehan suara dengan Lisa Halaby-Wartono (36.135 suara) dan kolom kosong (78.736 suara).
"Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kota Banjarbaru untuk melaksanakan pemilihan ulang di Kota Banjarbaru pada tanggal 25 September 2025 dengan dimulai dari tahapan pendaftaran calon sebagaimana Pilkada yang dimenangkan oleh kolom kotak kosong," ujar Fitrul. (*)
Penulis: Nawir Arsyad Akbar
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina