JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang Pemeriksaan Pendahuluan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati Bangkalan, Jawa Timur mengungkapkan pelanggaran money politics dalam bentuk serangan fajar. Hal tersebut diungkap oleh Pemohon, yakni Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bangkalan Nomor Urut 2 Mathur Husyairi dan Jayus Salam dalam permohonannya. Sidang Perkara Nomor 63/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini digelar Majelis Hakim Panel 1 di Gedung I Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (8/1/2025). Persidangan dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Termohon dalam perkara ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bangkalan. Sedangkan Pihak Terkait ialah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bangkalan Nomor Urut 1, Lukman Hakim dan M Fauzan Jakfar.
Dalam persidangan, Kuasa Hukum Pemohon, Abdurrohman mengungkapkan bahwa pihaknya mendalilkan beberapa hal, termasuk di antaranya pelanggaran money politics atau politik uang dalam bentuk serangan fajar. Selain itu, pihaknya juga mendalilkan ketidaknetralan berbagai pihak, intimidasi terhadap saksi, hingga tingkat kehadiran pemilih di Kabupaten Bangkalan yang hampir sempurna.
Menurut Pemohon, pelanggaran-pelanggaran yang disebutkan dalam dalil permohonannya dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Hal tersebut, menurut Pemohon berimbas pada perolehan jumlah suaranya.
"Bahwa menurut pemohon, selisih perolehan suara pemohon tersebut disebabkan adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif," ujar Abdurrohman saat membacakan dalil permohonan di persidangan.
Serangan Fajar Selama Masa Tenang
Pemohon menyebut terdapat serangan fajar pada rentang 24-27 November 2024 di 18 kecamatan di Kabupaten Bangkalan. Jumlah uang yang dibagikan dalam serangan fajar tersebut menurut Pemohon bervariasi, mulai dari Rp 25 ribu hingga Rp 100 ribu.
Serangan fajar itu disebut Pemohon dilakukan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), RT dan RW, kepala desa, dan kepala dusun. Menurut Pemohon, pihak-pihak tersebut mengajak masyarakat untuk memilih Paslon lain.
"Dilakukan secara langsung maupun ajakan dengan cara menyelipkan kartu bergambar Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 01 di dalam aplop uang yang dibagikan," ujar Mathur Husyairi selaku prinsipal yang hadir di persidangan.
Ketidaknetralan Penyelenggara
Mathur juga menyebutkan adanya ketidaknetralan berbagai pihak, yakni, penyelenggara di tingkat TPS, penyelenggara di tingkat PPK, hingga di tingkat KPUD. Di tingkat TPS dan PPK, ketidaknetralan disebut Pemohon terjadi di 13 kecamatan.
Sedangkan di tingkat KPU Kabupaten Bangkalan yang dalam ini menjadi Termohon, ketidaknetralan diduga Pemohon terjadi saat Rapat Pleno Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara Pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bangkalan. Saat itu, Pemohon melalui saksi yang diutus mengaku sudah mengajukan protes agar rekapitulasi di beberapa kecamatan dihentikan. Hal itu lantaran penghitungan tingkat kecamatan hanya dilakukan dengan mencocokkan data dari SiRekap.
"Atau tidak membuka dan menyandingkan data model C-Hasil KWK secara manual," kata Mathur.
Intimidasi Saksi
Pemohon juga menyampaikan adanya intimidasi terhadap saksi Pemohon. Intimidasi diperoleh berupa perampasan ponsel di TPS-TPS berbagai kecamatan. "Dengan tujuan agar tidak bisa mendokumentasikan proses pemungutan dan penghitungan di TPS," ujar Mathur.
Selain itu, Pemohon juga mengungkapkan intimidasi terhadap saksinya dilakukan dalam bentuk penghalangan agar tidak hadir ke TPS dengan iming-iming uang Rp 300 ribu. "Untuk tidak mengikuti proses pemungutan suara dan penghitungan di TPS," katanya.
Tingkat Kehadiran Pemilih
Terakhir, Pemohon mendalilkan adanya tingkat kehadiran pemilih yang hampir sempurna, yakni mencapai 90 hingga 100 persen di berbagai TPS. Adapun total keseluruhan, dari 764.886 pemilih, terdapat 545.688 suara sah dan tidak sah. Dengan demikian, tingkat kehadiran rerata di Kabupaten Bangkalan mencapai 71,37 persen.
Tingginya tingkat kehadiran pemilih ini menurut Pemohon disebabkan oleh surat suara yang dicoblos petugas KPPS. “Pemohon mendalilkan jika tingginya tingkat kehadiran yang selaras dengan surat suara terpakai tersebut adalah karena banyaknya surat suara yang dicoblos sendiri oleh petugas KPPS,” kata Mathur.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Bangkalan Nomor 2376 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bangkalan Tahun 2024. Pemohon juga meminta agar Mahkamah memerintahkan KPU Kabupaten Bangkalan mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 dan menetapkan Pemohon sebagai pemenang.
Menanggapi permohonan ini, Majelis Hakim Panel memerintahkan agar Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu nantinya memmberikan tanggapan di persidangan berikutnya. “Nanti Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu menanggapi ini,” ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Baca juga tautan: Perkara Nomor 62/PHPU.BUP-XXIII/2025
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: N. Rosi.