JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan Masail Ishmad Mawaqif yang mengujikan Pasal 3 huruf g Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Sidang pengucapan Putusan Nomor 148/PUU-XXII/2024 ini dilaksanakan di MK pada Jumat (3/1/2025).
Mahkamah melalui Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum mengatakan bagi daerah-daerah terluar, terpencil, dan tertinggal (3T) yang secara faktual tidak/belum terdapat kantor advokat, maka frasa “kantor advokat” dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Advokat, sebagai tempat magang bagi calon advokat dapat dilakukan pada lembaga bantuan hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan yang memiliki organ/unit bantuan hukum yang bersifat permanen dalam melakukan kegiatan advokasi. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Selain itu, lembaga bantuan hukum tersebut harus diampu atau dikelola oleh para advokat. Kemungkinan ini hanya dapat dilakukan jika terdapat fakta atau kondisi wilayah 3T yang secara faktual belum terdapat kantor advokat.
Dalam konteks ini, menurut Mahkamah fakta yang dihadapi Pemohon yang menyatakan hal demikian membuka peluang melakukan magang pada institusi pro Justitia tidak dapat dibenarkan untuk menilai norma Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Advokat. Sebab jika benar kondisi faktual tersebut, tidak dapat diletakkan dalam kerangka Pasal 28H ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
Norma ini dimaksudkan memberikan perlindungan bagi warga negara yang memiliki keterbatasan (disabilitas), sehingga diperlukan suatu tindakan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Dengan demikian, dalil Pemohon berkenaan dengan norma Pasal 3 ayat (1) huruf g UU 18/2003 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai menjadi “Pelaksanaan magang dapat dilakukan pada instansi yang melakukan fungsi pro Justitia” tidak beralasan menurut hukum.
“Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut, ketentuan norma yang termuat dalam Pasal 3 ayat (10) huruf g UU Advokat tidak bertentangan dengan jaminan kepastian hukum terhadap setiap warga negara dalam proses menjadi seorang advokat,” jelas Saldi.
Baca juga:
Pelaksanaan Magang Bagi Calon Advokat Dinilai Tidak Jelas
Pemohon Perbaiki Uji Ketentuan Pelaksanaan Magang Calon Advokat
Sebagai tambahan informasi, dalam sidang perdana perkara ini yang digelar di MK pada Rabu (23/10/2024), Masail menyatakan Pasal 3 huruf g UU Advokat bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 31 UUD NRI 1945.
Dalam kasus konkret, Masail menceritakan dirinya telah magang di bagian perekaman persidangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama tiga tahun berturut-turut. Dia beranggapan kegiatan magang dimulai sejak seorang telah menyelesaikan studi di fakultas hukum atau setelah melakukan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) atau setelah melakukan Ujian Profesi Advokat (UPA). Dari persyaratan tersebut, Masail telah melaksanakan PKPA sebagaimana disyaratkan Pasal 3 ayat (1) UU Advokat. Namun pada norma tersebut tidak dijelaskan secara tegas pada aturan turunannya waktu pelaksanaan secara pasti dari sebuah magang tersebut. Sehingga menimbulkan kebimbangan bagi setiap mahasiswa hukum dalam memulai kegiatan magang.
Hal yang lebih membingungkannya, selama ini aturan pelaksanaan magang diserahkan kepada organisasi advokat (OA), sebagaimana tertuang dalam Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Magang Advokat. Namun masih banyak OA yang belum mengatur secara jelas terkait aturan magang ini, bahkan banyaknya AO beserta kantor advokat menyulitkan Pemohon untuk mengajukan permohonan magang di salah satu kantor advokat yang berbeda latar belakang asal organisasi advokatnya.
“Untuk itu, Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Advokat tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 sepanjang dimaknai “pelaksanaan magang dapat dilakukan pada instansi yang melaksanakan fungsi pro justitia,” ucap Masail saat membacakan salah satu petitum permohonannya.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: N. Rosi.
Humas: Fauzan F.