JAKARTA, HUMAS MKRI - Permohonan uji norma Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ditolak Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pebacaan putusan, Kamis (2/1/2025). Norma yang diuji tersebut mengenai periode masa jabatan anggota legislatif yang tidak mengatur adanya batasan, teregistrasi dengan Perkara Nomor 164/PUU-XXII/2024.
Adapun permohonan uji materi dalam perkara ini dimohonkan oleh Caleg DPRD Kota Bandung Tahun 2024, Indri Hafsari sebagai Pemohon I dan Kader Partai Politik, Amul Hikmah sebagai Pemohon II. “Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam persidangan.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Konstitusi melihat adanya kesamaan permohonan dengan perkara yang pernah diputus sebelumnya, yakni Perkara Nomor 157/PUU-XXII/2024 yang telah diucapkan sebelumnya dalam persidangan pada 2 Januari 2025. Majelis Hakim Konstitusi menilai bahwa substansi yang dipersoalkan oleh para Pemohon sama dengan perkara tersebut.
“Meskipun dengan dasar pengujian dan alasan konstitusional yang berbeda, namun esensi yang dimohonkan dalam perkara a quo adalah sama, yakni mempersoalkan masa jabatan anggota legislatif, di mana para pemohon memohon kepada mahkamah agar periodisasi masa jabatan anggota legislatif dibatasi,” ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan perkara.
Terhadap hal tersebut, Majelis memandang belum ada alasan yang mendasar untuk berubah pendirian. Majelis pun mengungkapkan bahwa pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 157/PUU-XXII/2024 mutatis mutandis berlaku sebagai pertimbangan hukum dalam menjawab dalil permohonan a quo. Dengan demikian, maka terkait periode masa jabatan anggota legislatif masih berlaku norma yang sama, di mana belum terdapat pembatasan.
Para pemohon sebelumnya dalam petitumnya memohon agar MK menyatakan bahwa Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai “Masa jabatan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten Kota adalah 5 (lima) tahun dalam 1 (satu) periode dan hanya dapat menjabat paling lama 2 (dua) periode pada tingkatan yang sama”.
Baca juga:
Ketiadaan Pembatasan Masa Jabatan Anggota Legislatif Dalam UU MD3 Dipersoalkan
Menyoal Tanpa Batas Periodisasi Masa Jabatan Anggota Legislatif
Selain itu, dalam perbaikan petitumnya, para Pemohon meminta agar MK menafsirkan kembali Pasal 76 ayat (4) menjadi “dan dapat dipilih kembali pada jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan”. Hal tersebut diajukan lantaran Pemohon menganggap tidak adanya kepastian hukum tentang batasan periode masa jabatan Anggota DPR, DPD, dan DPRD telah menyebabkan kerugian konstitusional bagi Para Pemohon dan warga negara lainnya yang mengalami hal yang sama.
Kuasa Hukum para Pemohon pun sempat mengungkapkan bahwa hal tersebut dimaksudkan agar terdapat kesetaraan kedudukan dengan semua kekuasaan, termasuk kekuasaan eksekutif untuk mencegah kekuasaan absolut.
“Indonesia dapat memberikan teladan kepada negara-negara lain untuk memberikan batasan kepada anggota dewan dala hal periodisasi masa jabatannya sebagaimana masa jabatan pada jabatan publik lainnya,” ujar Kuasa Hukum Pemohon, Himas Muhamad Imammullah El Hakim dalam persidangan Senin (16/12/2024) lalu.(*)
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina