JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2024 tentang Kabupaten Batanghari di Provinsi Jambi terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada Selasa (17/12/2024). Agenda sidang ini adalah perbaikan permohonan atas permohonan yang diajukan oleh Muhammad Fadhil Arief yang merupakan Bupati Kabupaten Batang Hari dan Rahmad Hasrofi sebagai Ketua DPRD Kabupaten Batang Hari. Pemohon menyoalkan penulisan nama “Kabupaten Batang Hari” yang berubah menjadi “Kabupaten Batanghari” dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2024 tentang Kabupaten Batanghari di Provinsi Jambi (UU Kabupaten Batanghari) diuji konstitusionalitasnya.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Vernandus Hamonangan mengatakan perbaikan Permohonan yang pertama yakni perihal permohonan pengujian seluruh frasa Kabupaten Batanghari dan Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2024 tentang Kabupaten Batanghari di Provinsi Jambi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
“Kemudian ada perbaikan di identitas Pemohon, dimana Pemohon bertambah ada dua orang yang terdiri dari Pemohon III, yaitu Fathuddin Abdi, kemudian Sumantri sebagai Pemohon IV. Dan adanya perbaikan Pemohon ini, kami juga perbaikan dengan Pemohon I dan Pemohon II yang kami posisikan sebagai perseorangan Warga Negara Republik Indonesia, Yang Mulia,” ujar Vernandus.
Selain itu, Vernandus melanjutkan, mengenai adanya perbaikan yang disarankan mengenai kewenangan itu yang ditambahkan dalam PMK Nomor 2 Tahun 2021. Mengenai Posita, Vernandus, adanya perbaikan Posita, pihaknya menambahkan tentang catatan sejarah dari Kabupaten Batanghari pada halaman 11 sampai dengan halaman 14.
Dalam petitum perbaikan, para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan penulisan "Kabupaten Batanghari" dalam UU Kabupaten Batanghari bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Kabupaten Batang Hari". Selain itu, Mahkamah diminta menyatakan Pasal 2 UU Kabupaten Batanghari yang menyatakan "Tanggal 29 Maret 1956 merupakan tanggal pembentukan Kabupaten Batanghari berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Nomor 25 Tahun 1956)" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: "Tanggal 1 Desember 1948 merupakan tanggal pembentukan Kabupaten Batang Hari berdasarkan Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat Di Bukittinggi Nomor:81/KOM/U, Tanggal 30 November 1948 Tentang Pembentukan Kabupaten Dalam Propinsi Sumatera Tengah".
Baca juga: Polemik Penulisan Nama Kabupaten Batang Hari Dibawa ke Uji Materiil
Sebelumnya, dalam sidang pendahuluan, Pemohon yang merupakan Bupati Batang Hari Fadhil Arief dan Ketua DPRD Kabupaten Batang Hari Rahmad Hasrofi tercatat menjadi Pemohon Perkara Nomor 166/PUU-XXII/2024 tersebut mempersoalkan Penulisan nama “Kabupaten Batang Hari” yang berubah menjadi “Kabupaten Batanghari” dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2024 tentang Kabupaten Batanghari di Provinsi Jambi (UU Kabupaten Batanghari). Pemohon mendalilkan frasa “Kabupaten Batanghari” (ditulis menyambung) dalam undang-undang tersebut, yang menurut para Pemohon seharusnya ditulis "Kabupaten Batang Hari" (ditulis terpisah). Para Pemohon berpendapat bahwa penggunaan frasa yang tidak sesuai tersebut menimbulkan berbagai permasalahan administratif dan budaya. Selain itu, penulisan yang berubah tersebut dapat mengganggu administratif dalam penyelenggaraan Kabupaten Batang Hari—dalam hal pengelolaan dokumen, verifikasi data, pencatatan data dan dokumentasi resmi, seperti surat-surat resmi, statistik dan arsip sejarah.
Para Pemohon meminta MK untuk menyatakan penulisan "Kabupaten Batanghari" dalam UU No. 37 Tahun 2024 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mereka juga mengusulkan agar Pasal 2 diubah untuk mencantumkan tanggal pembentukan yang sesuai dengan fakta sejarah. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan