JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Perkara Nomor 112/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian materi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU) pada Kamis (12/12/2024), di Ruang Sidang Pleno MK. Semula, agenda sidang hari ini yakni mendengar keterangan Mahkamah Agung (MA) dan Ahli Pemohon. Namun, keduanya mengirimkan surat bahwa keterangan belum dapat disampaikan dalam persidangan. Ketua MK Suhartoyo juga menyebut Ahli Pemohon belum menyerahkan daftar riwayat hidup (curriculum vitae).
“Ini karena MK akan menyelenggarakan sidang-sidang berkaitan dengan sengketa pilkada maka MK memberi kesempatan (sidang) sekali lagi hingga Senin 16 Desember 2024 pukul 13.30 dengan agenda yang sama,” ujar Ketua MK Suhartoyo.
Hakim Yustisial pada Biro Hukum dan Humas dari (MA) Dwi Rezki Sri Astarini mengatakan, MA selaku pemberi keterangan dalam persidangan menyampaikan pihaknya belum siap memberikan keterangan dalam persidangan kali ini. “Keterangan Mahkamah Agung memang belum bisa disampaikan, draf sudah ada, namun sampai saat ini kami menunggu persetujuan pimpinan, Yang Mulia. Jadi kami mohon bisa diberikan waktu atau kami serahkan kebijakannya ke Yang Mulia,” ujar Dwi Rezki Sri Astarini.
Baca juga:
Pembeli Apartemen Uji Batas Waktu Penyelesaian Harta Pailit
Pembeli Apartemen Perbaiki Uji Batas Waktu Penyelesaian Harta Pailit
DPR dan Pemerintah Belum Siap Beri Keterangan dalam Sidang Uji UU Kepailitan
Tanggapan DPR dan Pemerintah Ihwal Uji Tenggat Penyelesaian Harta Pailit
Asosiasi Kurator Bantah Pelanggaran Hak Konstitusional dalam UU Kepailitan
Sebagai tambahan informasi, sejumlah pembeli apartemen menguji Pasal 74 ayat (1) dan ayat (3) Juncto Pasal 185 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU) ke MK. Para Pemohon Perkara Nomor 112/PUU-XXII/2024 ini yakni Aniek Trisolawati dan Idha Achira Handajanti yang berprofesi Ibu Rumah Tangga, serta Indri Marini Akbar dan Donny yang berprofesi sebagai Karyawan Swasta.
Para Pemohon merasa dirugikan akibat proses kepailitan PT Crown Porcelain dan PT Cakrawala Bumi Sejahtera, selaku pengembang Apartemen Point 8 yang terletak di Jalan Daan Mogot Km. 14, Cengkareng, Jakarta Barat. Mereka meminta agar proses kepailitan bisa lebih cepat dan transparan.
Dalam sidang perdana yang digelar di MK pada Senin (2/9/2024), Para Pemohon yang diwakili oleh Heriyanto mengatakan para Pemohon hingga detik ini tidak mengetahui batas akhir pelaksanaan tugas Tim Kurator debitor pailit PT Crown Porcelain dan debitor pailit PT Cakrawala Bumi dalam melakukan pemberesan harta pailit. Menurut para Pemohon, kejelasan waktu dalam pemberesan boedel pailit seharusnya dimulai dengan penetapan batasan waktu yang spesifik untuk setiap tahap proses kepailitan.
Batasan waktu yang tegas tersebut akan menghindarkan penafsiran yang ambigu dan memberikan panduan yang jelas bagi semua pihak yang terlibat. Ketidakpastian tersebut dapat menimbulkan kebingungan, kecemasan, dan bahkan memperpanjang tekanan finansial yang mungkin dihadapi oleh debitur, terutama jika ada aset yang tertunda untuk dijual atau dibagi.
Dalam petitum permohonan yang telah telah diperbaiki, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 74 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU yang menyebutkan, “Kurator harus menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap 3 (tiga) bulan” adalah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Kurator harus menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap 3 (tiga) bulan dan harus menyelesaikan pemberesan harta pailit serta seluruh pelaksanaan tugasnya dengan jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak pernyataan putusan pailit diucapkan”.
Kemudian para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 74 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU yang menyebutkan, “Hakim Pengawas dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)” adalah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Hakim Pengawas hanya dapat memperpanjang jangka waktu laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan.”
Selanjutnya meminta MK menyatakan Pasal 185 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU yang menyebutkan, “Semua benda yang tidak segera atau sama sekali tidak dapat dibereskan maka Kurator yang memutuskan tindakan yang harus dilakukan terhadap benda tersebut dengan izin Hakim Pengawas” adalah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Semua benda yang tidak segera atau sama sekali tidak dapat dibereskan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun maka Kurator yang memutuskan tindakan yang harus dilakukan terhadap benda tersebut dengan izin Hakim Pengawas.”
Penulis: Utami Argawati.
Editor: N. Rosi.
Humas: Fauzan F.