JAKARTA, HUMAS MKRI – Penulisan nama “Kabupaten Batang Hari” yang berubah menjadi “Kabupaten Batanghari” dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2024 tentang Kabupaten Batanghari di Provinsi Jambi (UU Kabupaten Batanghari) diuji konstitusionalitasnya. Bupati Batang Hari Fadhil Arief dan Ketua DPRD Kabupaten Batang Hari Rahmad Hasrofi tercatat menjadi Pemohon Perkara Nomor 166/PUU-XXII/2024 tersebut. Sidang perdana perkara ini digelar pada Rabu (4/12/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Vernandus Hamonangan mengatakan, Pemohon mendalilkan frasa “Kabupaten Batanghari” (ditulis menyambung) dalam undang-undang tersebut, yang menurut para Pemohon seharusnya ditulis "Kabupaten Batang Hari" (ditulis terpisah). Para Pemohon berpendapat bahwa penggunaan frasa yang tidak sesuai tersebut menimbulkan berbagai permasalahan administratif dan budaya. Selain itu, penulisan yang berubah tersebut dapat mengganggu administratif dalam penyelenggaraan Kabupaten Batang Hari—dalam hal pengelolaan dokumen, verifikasi data, pencatatan data dan dokumentasi resmi, seperti surat-surat resmi, statistik dan arsip sejarah.
Secara administratif, Vernandus menyatakan penulisan "Kabupaten Batanghari" dianggap berdampak pada pengelolaan dokumen, verifikasi data, dan pencatatan resmi. Pemerintah daerah juga harus menyesuaikan nama pada berbagai institusi, seperti Kejaksaan Negeri, Polres, Badan Narkotika Nasional, dan Kantor Pertanahan. Penyesuaian ini membutuhkan biaya tambahan dan dapat menghambat pelaksanaan pembangunan daerah.
Dari sisi budaya, sambung Vernandus, perubahan tersebut dinilai mengganggu tradisi masyarakat, terutama dalam memperingati HariJadi Kabupaten Batang Hari setiap 1 Desember, yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Batang Hari Nomor 20 Tahun 1993. Perayaan ini melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah, termasuk rapat pleno khusus DPRD, yang mencerminkan penghormatan terhadap sejarah dan identitas kabupaten.
Selain itu, para Pemohon juga menyoroti ketidaksesuaian tanggal pembentukan Kabupaten Batang Hari yang tercantum dalam Pasal 2 UU Kabupaten Batanghari. Dalam undang-undang tersebut, tanggal pembentukan dinyatakan sebagai 29 Maret 1956, yang menurut mereka bertentangan dengan fakta historis. Para Pemohon mengusulkan agar tanggal tersebut diubah menjadi 1 Desember 1948, sesuai dengan Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi pada 30 November 1948.
Para Pemohon meminta MK untuk menyatakan penulisan "Kabupaten Batanghari" dalam UU No. 37 Tahun 2024 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mereka juga mengusulkan agar Pasal 2 diubah untuk mencantumkan tanggal pembentukan yang sesuai dengan fakta sejarah.
Perkuat Kedudukan Hukum
Menanggapi permohonan yang diajukan, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah memberikan saran agar para Pemohon memperkuat kedudukan hukum mereka sebagai Bupati dan Ketua DPRD. “Misalnya, bisa dilampirkan persetujuan dari Gubernur atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait pengajuan permohonan ini,” ujar Guntur.
Selain itu, Guntur meminta para Pemohon untuk memberikan penjelasan lebih rinci mengenai kerugian konstitusional yang ditimbulkan oleh berlakunya norma tersebut, termasuk apakah kerugian tersebut bersifat potensial atau faktual. “Mohon dijelaskan lebih mendalam terkait kerugian konstitusionalnya, apakah sifatnya potensial atau faktual,” tegasnya.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat kemudian mempertanyakan apakah permohonan ini benar-benar berkaitan dengan isu konstitusionalitas, khususnya mengenai pertentangan kata yang dipersoalkan dengan pasal-pasal dalam UUD 1945. “Apakah benar ada pertentangan? Jika iya, di mana letak pertentangannya? Jika ini bukan masalah konstitusionalitas, maka permohonan ini kurang tepat diajukan di Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Majelis Hakim Konstitusi memberikan waktu 14 hari untuk Para Pemohon memperbaiki permohonannya. Perbaikan selambatnya diserahkan kepada Kepaniteraan MK pada Selasa, 17 Desember 2024. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan