JAKARTA, HUMAS MKRI - Calon anggota legislatif (Caleg) DPRD Kota Bandung Tahun 2024 Indri Hafsari serta Kader Partai Politik (Parpol) Amul Hikmah mengajukan permohonan uji materi Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) disingkat UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para Pemohon Perkara Nomor 164/PUU-XXII/2024 ini mendalilkan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
“Yang intinya adalah dirugikan secara konstitusional dengan tidak adanya batasan masa jabatan anggota dewan baik itu DPR, DPRD Provinsi, maupun DPRD Kabupaten/Kota,” ujar kuasa hukum para Pemohon, El Hakim, dalam sidang pendahuluan pada Selasa (3/12/2024) di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat.
Menurut para Pemohon, pasal a quo tidak menegaskan batasan periodesasi jabatan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, sebagaimana pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Artinya pasal-pasal yang diuji itu tidak berkepastian hukum tentang batasan periode jabatan Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Penjelasan Pasal a quo membolehkan Anggota DPR, DPD, dan DPRD dapat dilantik berkali-kali apabila terpilih lagi menjadi Anggota DPR, DPD, dan DPRD di jenjang yang sama tanpa adanya batasan periode.
Indri Hafsari merupakan caleg dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang berkontestasi dalam pemilihan Anggota DPRD Kota Bandung Tahun 2024 lalu. Indri gagal lolos menjadi anggota dewan karena menurutnya ada petahana Anggota DPRD Kota Bandung yang telah menjabat dua periode (10 tahun) dengan satu kali masa jabatan selama lima tahun. Hal ini, kata Pemohon, terdapat keistimewaan tersendiri serta cenderung lebih dominan dibandingkan dengan caleg lain terutama caleg yang belum pernah terpilih.
Sementara, Amul Hikmah sebagai Pengurus DPD II Partai Golongan Karya (Golkar) di Kabupaten Maros merasa sulit mewujudkan regenerasi Anggota DPRD di Kabupaten Maros karena adanya dominasi petahana yang sudah menjabat lebih dari dua periode di daerah pemilihan yang sama. Menurut para Pemohon, keberlakuan ketentuan pasal-pasal yang diuji telah merugikan hak-hak konstitusionalnya dalam memperoleh kesempatan dalam pemerintahan termasuk menjadi Anggota DPRD.
Para Pemohon menganggap Anggota DPR, DPD, dan DPRD adalah bagian dari pemerintahan Negara Republik Indonesia sehingga perlu ada kejelasan dan kepastian hukum mengenai batasan masa jabatan Anggota DPR, DPD, dan DPRD seperti halnya pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota sebagai perwujudan dari keadilan dan kesamaan hak konstitusional setiap warga negara. Menurut mereka, pembatasan kekuasaan negara sangat penting dan merupakan salah satu ciri dari the rule of law dan juga agar terciptanya dari check and balances. Pembatasan ini membantu menciptakan regenerasi kepemimpinan dan mencegah penyalahgunaan wewenang.
Dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan ketentuan Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4) dan Pasal 367 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai “Masa Jabatan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten Kota adalah 5 (lima) tahun dalam 1 (satu)periode dan hanya dapat menjabat paling lama 2 (dua) periode pada tingkatan yang sama.”
Nasihat Hakim
Perkara ini disidangkan Majelis Hakim Panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur. Enny mengatakan UUD memang mengatur jabatan anggota legislatif berbeda dengan jabatan kepala daerah maupun presiden/wakil presiden. Untuk itu, dia berpesan agar para Pemohon mencermati argumentasi atas pembatasan periodesasi masa jabatan anggota dewan terhadap aturan dalam konstitusi tersebut.
“Undang-Undang Dasar jelas disebutkan presiden itu masa jabatannya adalah lima tahun dan dapat dipilih untuk sekali lagi masa jabatan. Kalau kemudian kepala daerah memang tidak ditentukan dalam Pasal 18 tetapi dalam Undang-Undangnya ditentukan persis seperti yang ditentukan bagi jabatan eksekutif dalam hal ini presiden, dua kali masa jabatan. Sementara dalam Undang-Undang Dasar Pasal 22E itu adalah menentukan periodesasinya hanya lima tahunan tidak menyebutkan batasannya berapa kali di situ,” jelas Enny.
Dia menuturkan para Pemohon dapat membandingkan masa jabatan anggota parlemen di negara-negara lain. Kemudian, para Pemohon harus menguraikan argumentasi yang menguatkan agar periodesasi masa jabatan anggota dewan dapat dibatasi.
Sebelum menutup persidangan, Arief mengatakan para Pemohon memiliki waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Berkas permohonan paling lambat harus diterima Mahkamah pada Senin, 16 Desember 2024 baik soft copy maupun hard copy saat jam kerja.(*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina