JAKARTA, HUMAS MKRI – Sejumlah karyawan swasta mengajukan uji materiil Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (28/11/2024). Happy Kusuma (Pemohon I), Thomas A. Harnomo Trisno (Pemohon II), Siswanto (Pemohon III), Johannes Paramban (Pemohon IV), Jemmy Gunawan (Pemohon (V) tercatat sebagai Pemohon Perkara Nomor 162/PUU-XXII/2024. Melalui kuasa hukumnya, Mahendra Suhartono, Pemohon mendalilkan pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Pasal 35 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen menyatakan, “Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.” Secara lebih rinci dalam kasus konkret, para Pemohon telah menelusuri dan menemukan setidaknya terdapat 12 Komisi atau Lembaga Negara Non-kementerian selain Badan Perlindungan Konsumen Nasional dengan periodisasi jabatan lima tahun. Namun berbeda dengan periodisasi jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Pasal a quo mengatur periodisasi jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota BPKN hanya selama tiga tahun, sedangkan masa jabatan 12 pimpinan Lembaga Negara Non-kementerian lainnya di Indonesia, seperti Komisi Yudisial, Komnas HAM, Ombudsman Republik Indonesia memiliki masa jabatannya lima tahun.
Secara spesifik dan aktual, sambung Mahendra, keberlakuan pasal tersebut menyebabkan para Pemohon yang masing-masing selaku pemilik unit apartemen (konsumen) dan sedang mencari alternatif penyelesaian permasalahan melalui BPKN, khawatir tidak mendapatkan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum yang adil. Menurut para Pemohon Dengan singkatnya masa jabatan yang diemban oleh anggota BPKN menimbulkan adanya ketidakmaksimalan kinerja, tugas, fungsi, dan/atau tanggung jawabnya.
“Khawatirnya aduan-aduan permasalahan yang sudah atau yang akan diterima oleh BPKN menjadi terbengkalai dan tidak terselesaikan dengan tuntas karena singkatnya masa jabatan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota BPKN. Bahkan akan menimbulkan ketidakpastian hukum atas aduan-aduan yang diterima dari masyarakat atau subjek hukum yang memerlukan adanya perlindungan konsumen oleh pemerintah melalui BPKN,” terang Mahendra secara daring di hadapan Majelis Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Arsul Sani sebagai hakim anggota.
Untuk itu, para Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan pada Pasal 35 ayat (3) UU ‘Perlindungan Konsumen bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan “Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan”.
Kerugian Konstitusional
Menanggapi permohonan ini, Hakim Konstitusi Arsul memberikan beberapa catatan, di antaranya tentang perlu memahami Pasal 10 ayat (2) PMK 2/2021 untuk mempedomani dalam menyusun permohonan. Misalnya, sistematika permohonan yang dibuat dengan urutan berupa kewenangan Mahkamah, kerugian konstitusional, alasan permohonan (posita), dan petitum.
“Dengan sistematika demikian akan terlihat jelas hal yang didalilkan oleh para Pemohon. Terlebih lagi pada permohonan ini yang harus diuraikan adalah kerugian konstitusional berupa kerugian potensial dan faktual yang dialami dengan berlakunya pasal ini. Maka, harus perjelas dan bangun argumentasi yang argumentatif karena ini terkait dengan masa jabatan dari pimpinan dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional,” jelas Arsul.
Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dalam nasihatnya mengungkapkan, agar para Pemohon menyempurnakan bagian alasan permohonan, utamanya tentang masa waktu lima tahun yang dimintakan pada petitum. Sedangkan Hakim Konstitusi Guntur melihat kedudukan hukum para Pemohon yang perlu dijelaskan sehingga terlihat kausalitas perkara konkret yang dialami dengan keberlakukan norma yang diujikan ke Mahkamah.
“Argumentasi yang ada ini kurang kuat, misalnya pergantian jabatan pimpinan lembaga perlindungan konsumen. Ini baru kekhawatiran, tetapi meminta normanya diubah. Jadi, mohon dijelaskan ketersambungannya,” tandas Guntur.
Pada akhir persidangan, Guntur mengatakan para Pemohon diberikan waktu selama 14 hari ke depan untuk menyempurnakan permohonannya. Naskah perbaikan permohonan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Rabu, 11 Desember 2024 ke Kepaniteraan MK. Untuk kemudian MK akan menjadwalkan sidang berikutnya dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan para Pemohon. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan