JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, yang mengatur Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada Senin (25/11/2024) di Ruang Sidang Panel MK. Sejatinya sidang kali ini mengagendakan pemeriksaan perbaikan permohonan Perkara Nomor 153/PUU-XXII/2024 yang diajukan Muhammad Subhan Karantu, seorang pegawai swasta.
Namun, Kepaniteraan MK menerima surat dari Pemohon ihwal pencabutan permohonan. Dalam persidangan, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengklarifikasi surat yang diterima Kepaniteraan MK pada 19 November 2024 pukul 13.55 WIB. “Ini ada surat yang diterima di Kepaniteraan yang perlu saya minta klarifikasi. Surat yang diterima pada Selasa 19 November 2024 pukul 13.55. Apa ini suratnya?” tanya Arief Hidayat.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Pemohon, Muhammad Qabul Nusantara, mengonfirmasi bahwa surat tersebut adalah surat pencabutan permohonan karena objek perkara yang diajukan serupa dengan perkara Nomor 126/PUU-XXII/2024 yang telah diputus sebelumnya.
Baca juga:
Ketidakpastian Pilkada Ulang Ketika Kotak Kosong Menang
Sebagai tambahan informasi, Perkara Nomor 153/PUU-XXII/2024 diajukan Muhammad Subhan Karantu, seorang pegawai swasta. Dalam sidang perdana di MK pada Kamis (7/11/2024), kuasa Pemohon, Muhammad Qabul Nusantara, menyampaikan kekhawatiran Pemohon terkait potensi terjadinya pemerintahan yang dipimpin oleh Penjabat (PJ) kepala daerah dalam waktu lama, bahkan hingga lima tahun. Kekhawatiran ini berakar pada Pasal 54D ayat (3) UU Pilkada yang membuka dua opsi jika kotak kosong menang, pemilihan ulang pada tahun berikutnya atau pelaksanaan pemilihan sesuai jadwal dalam peraturan perundang-undangan. Frasa “atau” pada pasal tersebut memberikan pilihan yang memungkinkan penundaan pemilihan ulang hingga jadwal Pilkada serentak lima tahunan.
“Pemohon menguji frasa ‘atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan’ dalam Pasal 54D ayat (3) UU 10 Tahun 2016, yang berbunyi lengkap: ‘Pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan,’” jelasnya.
Ketika calon tunggal kalah melawan kotak kosong, maka Pilkada harus diulang sesuai ketentuan Pasal 54D ayat (3) UU Pilkada. Dalam pandangan Pemohon, frasa “atau dilaksanakan sesuai jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan” memberikan fleksibilitas berlebih kepada DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu, yang dapat memilih antara mengulang Pilkada satu tahun kemudian atau menundanya hingga jadwal Pilkada Serentak lima tahunan.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: N. Rosi.
Humas: Fauzan F.