DARING, HUMAS MKRI - Ketua MK Periode 2008–2013 Moh. Mahfud M.D menjadi pembicara dalam Webinar Konstitusi XX yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan Universitas Sriwijaya, Palembang. Sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (FH Unsri) dan universitas lainnya yang tergabung dalam fasilitas smart board mini court room atau video conference (vicon) MK berdiskusi secara daring tentang “Politik Penegakan Hukum dan Konstitusi di Indonesia”, Jumat (22/11/2024).
Mengawali diskusi daring ini, Mahfud mengatakan politik penegakan hukum menjadi bagian dari politik hukum. Di dalamnya termuat arah resmi tentang hukum yang harus dibuat untuk mencapai tujuan negara. Salah satu tujuan negara Indonesia yakni melindungi segenap bangsa dan negara, maka politik hukumnya dibuat berupa hukum pertahanan, hukum perbatasan, hukum diplomatik untuk menjaga arah tujuan negara. Tujuan negara berikutnya yakni memajukan kesejahteraan umum, maka dibuat politik hukum berupa hukum terkait dengan bidang penataan sumber daya alam dan perangkat hukum lainnya.
Dikatakan oleh Mahfud bahwa sebagai negara yang merdeka, Indonesia menjadikan konstitusi sebagai induk dari segala hukum. Dengan demikian, wadah dari negara hukum itu adalah nomokrasi berupa kedaulatan hukum yang disusun secara berjenjang, mulai dari konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah, dan seterusnya. Dalam negara yang menganut demokrasi dan nomokrasi yang lahir sebagai dampak dari Revolusi Prancis, lanjut Mahfud, maka konstitusi sebenarnya dibuat untuk membatasi kekuasaan, waktu berkuasa, dan lingkup kekuasaan.
“Maka secara sederhana, isi konstitusi itu ada dua, pertama berisikan rincian pengaturan perlindungan hak asasi manusia yang ditulis secara resmi; dan kedua berisikan sistem pemerintahan negara untuk melindungi HAM sesuai dengan aspirasi yang disampaikan melalui demokrasi. Hal yang perlu dipahami bahwa konstitusi itu merupakan kesepakatan rakyat yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakatnya, sehingga dapat saja diubah sebagaimana mekanisme pengubahannya. Perlu dicatat juga bahwa konstitusi dapat diubah, tetapi tidak boleh dilanggar. Jadi tidak dibenarkan mensakralkan konstitusi, tetapi yang wajib adalah mematuhi konstitusi atau kesepakatan yang telah dibuat secara bersama-sama tersebut,” jelas Mahfud dalam kegiatan akademik yang turut dihadiri oleh Dekan FH Unsri Joni Emirzon secara daring dengan dipandu Dosen FH Unsri Alip Dian Pratama sebagai moderator.
Kemudian Mahfud menyebutkan, ketika berbicara perubahan konstitusi bahwa hal tersebut bukan haram karena ia dapat berubah sesuai dengan kebutuhan. Bahkan pada beberapa negara rata-rata 20 tahun masa pemerintahannya mengalami perubahan konstitusi. Pada setiap perubahannya selalu bertujuan untuk menguatkan demokrasi, nomokrasi, dan hak asasi manusia.
Diakui oleh Mahfud bahwa sebagai sebuah kesepakatan politik, saat terjadi perubahan pada konstitusi tidak dapat dihindari akan muncul gugatan atau ketidaksepakatan dari perubahan yang dilakukan tersebut. Oleh karenanya, komitmen politik penegakan konstitusi harus dilakukan dengan beberapa upaya, di antaranya menuangkan ketentuan konstitusi ke dalam undang-undang sehingga asasnya dapat berjalan sebagaimana idealnya; memasukkan pada program legislasi nasional (prolegnas) agar dapat ditentukan urgensi dari setiap undang-undang yang akan dibuat tersebut; dan terdapat upaya judicial review jika sebuah undang-undang dinilai salah atau keliru dalam pembuatannya.
“Semua ini terkait dengan pembangunan hukum, yaitu politik hukum yang mengandung tiga subsistem, yakni memperbaiki isinya; aparatnya/strukturnya; dan budaya hukumnya. Jadi dalam membuat politik hukum ketiga hal ini penting agar tujuan dari negara dalam konstitusi tersebut dapat tercapai sebagaimana seharusnya untuk kepentingan masyarakat,” terang Mahfud.
Untuk diketahui bersama bahwa selain memiliki kewenangan yudisial, MK juga berperan dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak-hak konstitusional dan ideologi Pancasila. Melalui berbagai kegiatan edukasi dan sosialisasi, MK berusaha memperdalam pengetahuan masyarakat tentang hak-hak yang dilindungi oleh UUD 1945 dan pentingnya Pancasila sebagai dasar negara. Salah satunya melalui optimalisasi fasilitas smar tboard mini court room berupa video conference (vicon), baik di perguruan tinggi maupun desa konstitusi di daerah binaan yang tersebar pada 66 lokasi.
Selain sebagai penunjang persidangan jarak jauh, pada 2024 ini sarana vicon dimanfaatkan secara lebih optimal bagi sarana peningkatan pemahaman hak konstitusional melalui program perkuliahan umum secara daring. Pada agenda kuliah umum ini MK mengajak para narasumber di bidang hukum dari berbagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia dan tokoh-tokoh bangsa yang memahami pemaknaan konstitusi dan Pancasila. Melalui berbagai topik menarik sesuai perkembangan dan kebutuhan pengetahuan hukum dan konstitusi masyarakat, para ahli akan membagi pengetahuan dan pengalaman dengan para peserta perkuliahan dalam ruang diskusi daring ini. Dari kegiatan ini, diharapkan wawasan terkait hak konstitusional dan ideologi Pancasila warga negara khususnya kalangan akademisi semakin memahami secara konsep dan praktik terhadap pemaknaan nilai-nilai Pancasila serta konstitusi.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: N. Rosi.