JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan para Pemohon Perkara Nomor 122/PUU-XXII/2024 yang menilai penting adanya pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dalam Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Namun menurut MK, norma pasal a quo tanpa perlu ada penambahan frasa “pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah” telah ternyata tidak menciderai prinsip kedaulatan rakyat, pemilihan secara demokrastis, pelaksanaan pemilihan yang jujur dan adil, serta ketidakpastian hukum yang dijamin Pasal 1 ayat (2), Pasal 18 ayat (4), Pasal 22E ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), bukan sebagaimana yang didalilkan para Pemohon.
“Dengan demikian, dalil permohonan para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ujar Hakim Konstitusi Arsul Sani membacakan pertimbangan hukum Mahkamah dalam sidang pengucapan putusan pada Kamis (14/11/2024) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat.
Arsul menjelaskan menghidupkan kembali frasa “pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah” akan saling bertentangan dengan Pasal 70 ayat (3) huruf a UU 10/2016 yang mengatur cuti di luar tanggungan negara dengan jangka waktu yang jelas yaitu dilakukan selama masa kampanye. Mahkamah perlu menegaskan cuti di luar tanggungan negara memang dimaksudkan sebagai cuti untuk tujuan tertentu, yang apabila diletakkan dalam konteks kampanye pilkada, dimaksudkan sebagai cuti selama masa kampanye bagi petahana baik gubernur, bupati, maupun wali kota yang mencalonkan kembali di daerah yang sama.
Mahkamah menyerahkan kepada pembentuk undang-undang mengenai pengaturan hal-hal yang berkaitan dengan cuti pada masa kampanye bagi petahan termasuk di dalamnya mengenai keberlangsungan tugas yang ditinggalkan selama petahana menjalani cuti di luar tanggungan negara dalam hal terkait pencalonan diri kembali di tempat yang sama untuk menjadi kepala daerah. Dalam posisi demikian, Mahkamah belum memiliki alasan mendasar untuk bergeser dari pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 60/PUU-XIV/2016.
“Dalam hal ini, karena tidak lagi terdapat perbedaan antara rezim pemilihan umum dengan rezim pemerintahan daerah (rezim pemilihan kepala daerah dalam Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945), pembentuk undang-undang perlu melakukan harmonisasi segala pengaturan yang terkait dengan pemilihan kepala daerah. Sebagai konsekuensinya, pembentuk undang-undang perlu melakukan harmonisasi terkait dengan kampanye pemilihan umum anggota legislatif dan pemilihan umum presiden/wakil presiden I sesuai dengan karakteristiknya masing-masing,” jelas Arsul.
Baca juga:
Menyoal Batas Cuti Kampanye Bagi Calon Kepala Daerah Petahana
Lama Cuti Bagi Calon Kepala Daerah Petahana Dianggap Penting Diatur UU Pilkada
Dalam permohonannya, para Pemohon berpendapat pengaturan cuti kampanye yang diatur dalam UU 10/2016 tidak harmonis dengan yang diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Menurutnya, ketentuan Pasal 70 ayat (3) UU 10/2016 ini bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 karena sudah tidak terdapat lagi perbedaan rezim antara pemilihan umum (pemilu) dengan pemilihan kepala daerah.
Pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelanggaran ditujukan agar pengaturan atau politik hukum cuti kampanye bagi kepala daerah petahana dapat diseimbangkan antara untuk mencegah calon kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah petahana menyalahgunakan fasilitas yang melekat pada jabatannya dengan tujuan untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan dearah sehari-hari tetap berjalan sebagaimana mestinya dan tidak terganggu oleh keharusan kepala daerah petahana menjalani cuti selama dua bulan penuh pada masa kampanye. Pengawasan yang ketat dan penerapan sanksi yang tegas dari lembaga yang berwenang terhadap penerapan ketentuan larangan menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya sangat diperlukan untuk mendukung pengaturan Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada.
Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada berbunyi, “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.” Sementara, dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah memaknai pasal a quo menjadi “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; b. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan c. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.”
Pemohon perkara ini tadinya hanya seorang advokat bernama Harseto Setyadi Rajah. Namun, disampaikan dalam sidang perbaikan permohonan, dua warga bergabung menjadi Pemohon yaitu wiraswasta Agus Surahmat dan wiraswasta I Gede Yogantara Teguh Eko Wijaya.(*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina