JAKARTA, HUMAS MKRI – Periodisasi pencalonan anggota DPR tidak terbatas. Petahana dapat kembali mencalonkan diri, menduduki jabatan sebagai anggota DPR hingga akhir hayatnya. Demikian petikan permohonan Perkara Nomor 157/PUU-XXII/2024 ihwal pengujian materiil Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Permohonan diajukan diajukan Muhamad Zainul Arifin, seorang wiraswasta. Muhamad Zainul Arifin (Pemohon) pernah menjadi calon anggota DPR-RI Dapil DKI Jakarta II dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sidang perdana perkara ini dilaksanakan di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (12/11/2024) di Ruang Sidang Panel MK. Dalam sidang panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Pemohon yang diwakili oleh Prabowo Febriyanto mengatakan pasal-pasal yang diujikan tersebut hanya memuat ketentuan masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
“Ketentuan tersebut jelas mengandung ketidakpastian hukum karena tidak memuat ketentuan ihwal periodisasi pencalonan anggota DPR dapat menduduki jabatan yang sama untuk periode selanjutnya. Akibatnya, periodisasi menjadi tidak terbatas di mana seorang anggota DPR dapat menduduki jabatan yang sama hingga akhir hayatnya sekalipun,” ujar Prabowo.
Dengan demikian, sambungnya, ketentuan pada pasal-pasal tersebut jelas mengakibatkan kerugian yang aktual bagi Pemohon sebagai warga negara yang ikut mencalonkan diri pada pemilihan umum legislatif karena mengandung ketidakpastian hukum sebagaimana dijamin pada Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 terhadap periodisasi jabatan sejumlah calon petahana yang pernah menduduki jabatan sebagai anggota DPR sebelumnya.
Selain itu, keberlakuan pasal-pasal tersebut tersebut juga memiliki konsekuensi tersendiri terhadap sistem pemerintahan yang dijalankan secara demokratis dan berkedaulatan, yang setidak-tidaknya menurut Pemohon mencakup dua hal. Pertama, mengakibatkan sirkulasi kekuasaan legislatif anggota DPR menjadi macet karena didominasi oleh anggota lama. Kedua, mengakibatkan akses keterpilihan anggota parlemen dengan “wajah baru” atau non-pertahana menjadi sempit seperti halnya apa yang dirasakan Pemohon saat ini.
“Akibat berlakunya pasal a quo menyebabkan tidak adanya jaminan hak untuk mendapatkan kepastian hukum ihwal periodisasi jabatan anggota DPR dan hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan menjadi terbatas. Dengan demikian, periodisasi jabatan anggota DPR menjadi tidak terbatas dan ruang sirkulasi kekuasaan lembaga legislatif menjadi tidak berjalan,” tegasnya.
Pemohon menegaskan, ketentuan yang termuat pada pasal-pasal tersebut jelas menyebabkan kerugian hak konstitusional bagi Pemohon berupa kepastian hukum sebagaimana dijamin pada Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan yang dijamin pada Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Sebab norma pada pasal-pasal tersebut tidak mengatur tentang periodisasi jabatan anggota DPR.
Oleh karena itu, Pemohon dalam petitumnya meminta MK menyatakan Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “dan dapat dipilih kembali pada jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyarankan agar kewenangan MK yang diajukan Pemohon disusun lebih sederhana. Selain itu, Enny juga meminta Pemohon untuk merinci lebih jelas argumentasi terkait batu uji yang telah disampaikan.
Selanjutnya, majelis hakim memberikan waktu 14 hari untuk Pemohon memperbaiki permohonannya. Adapun batas perbaikan diterima MK paling lambat Senin 25 November 2024.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: N. Rosi.
Humas: Raisa Ayuditha M.