JAKARTA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Arsul Sani mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara permohonan pengujian norma dalam Undang-Undang terutama yang berkaitan dengan syariat Islam tentu harus mempertimbangkan syariat Islam pula. Sehingga, kata dia, putusan Mahkamah tak boleh bertabrakan dengan syariat Islam.
"MK kemudian dalam berbagai putusan terutama yang berhubungan dengan syariat Islam itu juga menjadikan syariat Islam sebagai pertimbangan. Artinya apa Artinya tidak boleh kemudian putusan MK itu bertabrakan dengan syariat Islam," ujar Arsul dalam pemaparan kuliah umumnya di Universitas Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an (PTIQ) Jakarta pada Jumat (25/10/2024).
Kedudukan hukum Islam dalam putusan MK dapat dipelajari melalui Putusan Nomor 19/PUU-VI/2008 terkait Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam putusan ini disebutkan hukum Islam merupakan sumber hukum nasional, tetapi hukum Islam bukanlah satu-satunya sumber hukum nasional, sebab selain hukum Islam, hukum adat, dan hukum barat, serta sumber tradisi hukum lain pun menjadi sumber hukum nasional.
Lanjut Arsul, hukum Islam sebagai sumber hukum dapat digunakan bersama-sama dengan sumber hukum lainnya sehingga menjadi bahan pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai hukum nasional. “Oleh karena itu, hukum Islam dapat menjadi salah satu sumber bahan, sebagai bahan peraturan perundang-undangan,” kata Arsul.
Sejauh ini MK telah beberapa kali menerima dan memutus hal-hal yang berkaitan dengan ajaran agama, khususnya hukum Islam. MK memosisikan hukum Islam sebagai sumber hukum yang menjadi bagian penting dalam perumusan pertimbangan hukum suatu keputusan.
Arsul mengatakan MK berkomitmen melindungi hak konstitusional atas kebebasan beragama dan pelaksanaan ajaran setiap umat beragama, termasuk mendukung ekonomi syariah. Mahkamah Konstitusi menghormati kewenangan agama dalam memberikan penjelasan terkait ajaran dan penafsiran agama.
“Sebagai negara yang berlandaskan asas Ketuhanan Yang Maha Esa, maka tidak dapat dipungkiri bahwa negara Indonesia harus bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral agama. Konsekuensinya, dalam batas-batas tertentu, negara harus turut serta dalam urusan keagamaan,” tulis Arsul dalam bukunya yang berjudul “Hubungan Islam dan Perjalanan Indonesia.”
Dalam kegiatan tersebut Mahkamah Konstitusi dan Universitas PTIQ Jakarta menandatangani nota kesepahaman tentang Peningkatan Pemahaman Warga Negara terhadap Hak Konstitusional dan Mutu Pendidikan Tinggi Hukum. Nota kesepahaman ini bertujuan dan demi tercapainya peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara dan mutu pendidikan tinggi hukum. Ruang lingkup nota kesepahaman ini seperti penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman hak konstitusional warga negara serta pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: N. Rosi.