JAKARTA, HUMAS MKRI – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo mengatakan peran penting mahasiswa dalam akselerasi nilai konstitusi dan pembangunan hukum. Menurut dia, mahasiswa bukan hanya agen perubahan melainkan juga pelopor masa depan bangsa sekaligus generasi yang akan memimpin Indonesia, sehingga penting bagi mahasiswa hukum untuk terus mengasah wawasan, berpikir kritis, dan aktif berkontribusi dalam pembaruan hukum yang lebih progresif.
“Mahasiswa semua merupakan agen dalam pemahaman konstitusional setiap warga negara yang ada di sekitar adik-adik semua, baik itu sebagai subjek hukum mahasiswa maupun sebagai subjek hukum anggota masyarakat yang ada di komunitas di mana adik-adik tinggal dalam keseharian,” ujar Suhartoyo dalam acara pembukaan UIN Law Fair VII 2024 di Auditorium Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tangerang Selatan pada Kamis (25/10/2024).
Suhartoyo menjelaskan dalam proses transformasi politik dan pembangunan hukum di Indonesia, MK memainkan peran krusial sebagai penjaga dan penafsir utama nilai-nilai konstitusi. MK tidak hanya melindungi hak-hak dasar warga negara, tetapi juga memastikan setiap kebijakan dan undang-undang yang dikeluarkan pemerintah selaras dengan prinsip-prinsip konstitusi. Namun dalam menjalankan tugas dan kewenangannya MK memerlukan dukungan kalangan perguruan tinggi.
Tantangan yang dihadapi MK ke depan khususnya menjelang Indonesia Emas 2045 adalah memastikan transformasi politik yang terjadi tetap berada dalam koridor konstitusional, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Transformasi politik saat ini menuntut adanya pembaruan dan penyesuaian dalam berbagai aspek, termasuk dalam hal hukum dan konstitusi kita. Dalam konteks ini, pembangunan hukum bukan sekadar menciptakan aturan-aturan baru, melainkan bagaimana hukum dapat diadaptasi dan dikembangkan untuk mendukung perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Di era transformasi politik yang dijalani, peran konstitusi menjadi semakin vital. Konstitusi bukan hanya sumber hukum tertinggi yang mengatur kehidupan bernegara, tetapi juga sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan, melindungi hak asasi manusia, serta membangun demokrasi yang sehat. Ini adalah cita-cita besar yang sejalan dengan semangat pembaruan yang selalu dibawa oleh pemikiran Harun Nasution, seorang tokoh pembaharu dan pemikir besar dalam sejarah Islam di Indonesia yang menekankan pentingnya keseimbangan antara nilai-nilai tradisional dengan tuntutan perubahan zaman.
Suhartoyo melanjutkan, transformasi politik dan pembangunan hukum adalah arena yang memerlukan pemikiran kreatif dan inovatif dari generasi muda. Peran aktif dalam advokasi, riset hukum, serta keterlibatan dalam proses-proses demokratis akan menjadi modal penting dalam menciptakan sistem hukum yang lebih baik.
Selain itu, Suhartoyo juga menyampaikan apresiasi kepada UIN Syarief Hidayatullah Jakarta atas terwujudnya kerja sama dengan MK melalui penandatanganan nota kesepahaman ini mengenai Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara dan Mutu Pendidikan Tinggi Hukum. Hal ini merupakan langkah konkret dalam memperkuat pemahaman konstitusi di kalangan akademisi, serta memperluas peran lembaga pendidikan tinggi dalam memajukan pendidikan hukum di Indonesia.
“Salah satu wujud nyata dari upaya untuk memperkuat fondasi ini melalui program-program yang akan dilahirkan dari MoU ini, diharapkan akan semakin banyak generasi muda, terutama mahasiswa fakultas hukum, yang memiliki pemahaman mendalam tentang hak-hak konstitusional serta supremasi konstitusi, sehingga mereka dapat menjadi pelopor dalam menjaga dan menegakkan keadilan di masa mendatang,” ucap Suhartoyo.
Penandatanganan Nota Kesepahaman
Sekretaris Jenderal Heru Setiawan menjelaskan secara umum diadakannya penandatanganan MoU antara Mahkamah Konstitusi dan perguruan tinggi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman hak konstitusional warga negara serta mutu pendidikan tinggi hukum di Indonesia. Meskipun perekatan kerja sama baru sekarang dapat dituangkan melalui MoU, tetapi MK bersama UIN Syarif Hidayatullah sebenarnya telah lama menjalin kerja sama yang baik. Kerja sama ini adalah kali ketiga MK mendukung kegiatan UIN Law Fair, sebelumnya pada 2016 dan 2023.
“Kiprah MK tidak akan dapat dilepaskan dari peran perguruan tinggi. Tanpa kerja sama dan dukungan kalangan perguruan tinggi, MK tidak akan seoptimal sekarang dalam menjalankan tugas dan kewenangan konstitusionalnya,” kata Heru.
Seminar nasional bertema “Pembangunan Hukum dalam Akselerasi Nilai Konstitusi di Era Transformasi Politik Menuju Indonesia Emas 2045” menghadirkan narasumber Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Prof Asrorun Ni'am Sholeh serta Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti. Selanjutnya, terdapat dua kompetisi yang dilombakan pada UIN Law Fair VII, yaitu Debat Hukum Nasional dan Lomba Karya Tulis Ilmiah. Lomba Debat diikuti 16 Perguruan tinggi dan Lomba Karya Tulis Ilmiah diikuti 18 Perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari keseluruhan peserta, terdapat sembilan tim yang datang secara khusus ke Jakarta.
Dalam sambutannya, Rektor UIN Jakarta Prof Asep Saepudin Jahar juga mengapresiasi kerja sama ini dengan MK. Dia berharap penyelenggaraan kegiatan ini dapat membantu mengatasi permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi di Indonesia serta memberikan ide baru untuk pengembangan hukum di Tanah Air.
“Semoga kegiatan ini lancar dan juga bisa menghasilkan bagaimana disuksi maupun perdebatan-perdebatan hukum menghasilkan gagasan baru kepada pengembangan hukum di Indonesia,” tutur Asep.
Selain itu, Hakim Konstitusi yang telah purnabakti pada awal 2024 ini, Wahiduddin Adams juga hadir menjadi pembicara kunci dalam kegiatan tersebut. Wahiduddin mengajak mahasiswa berperan aktif mengawal pembentukan undang-undang sejak hulunya. Dia mengatakan naskah akademik serta penelitian harus dirumuskan dan dibahas dengan memperhatikan aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis serta tentunya sesuai konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Oleh sebab itulah mahasiswa terutama di prodi ilmu hukum prodi tata negara itu selalu kita tekankan betul-betul mempelajari secara ilmiah dan akademik tentang perencanaan hukum dan megikuti bagaimana proses hukum itu disiapkan baik itu di kalangan Pemerintah/Presiden maupun atas inisiatif DPR,” tutur Wahiduddin.
Dia menuturkan jika masyarakat mengandalkan MK sebagai ultimum remedium untuk menguji peraturan perundang-undangan yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, maka banyak yang harus disiapkan. Setiap Pemohon pengujian undang-undang harus bisa menguraikan terlebih dahulu kedudukan hukum atau legal standing serta kaitannya antara kerugian konstitusional yang dialami Pemohon atas berlakunya norma dalam undang-undang yang diuji.(*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.