JAKARTA, HUMAS MKRI – Sejumlah hakim tinggi Pengadilan Tinggi Rakyat Provinsi Heilongjiang, Tiongkok mengunjungi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) pada Selasa (22/10/2024). Mereka yang datang ke MKRI di antaranya Wakil Presiden Pengadilan Tinggi Rakyat Provinsi Heilongjiang Ma Guo, Presiden Pengadilan Menengah Rakyat Shuangyashan di Provinsi Heilongjiang Liu Xuefeng, Kepala Divisi Perdata Pertama di Pengadilan Tinggi Rakyat Provinsi Heilongjiang Wang Yao, serta Ketua Pengadilan Rakyat Kabupaten Huachuan di Jiamusi Provinsi Heilongjiang Wu Haipeng.
Mereka ingin bertukar pikiran dan belajar mengenai kasus-kasus yang ditangani MK berkaitan dengan perlindungan perempuan dan anak-anak. "Kali ini kami datang dengan tujuan untuk bertukar pikiran dalam proses di dalam case keluarga terutama kasus-kasus pernikahan di dalam proses pengadilan terutama perlindungan wanita dan anak-anak," ujar Ma Guo di Ruang Rapat Lantai 10 Gedung 1 MK, Jakarta Pusat.
Dalam pertemuan bilateral ini, MKRI diwakili Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol MK Pan Mohamad Faiz, Kepala Bagian Sekretariat Tetap AACC dan Kerja Sama Luar Negeri Immanuel Bungkulan Binsar Hutasoit, Kepala Subbagian Sekretariat Tetap AACC R.A Indah Apriyanti, Kepala Subbagian Kerjasama Luar Negeri Hasri Puspita Ainun, serta jajarannya. Faiz memaparkan sejarah singkat dibentuknya MKRI serta perbedaan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan MKRI.
“Ada dua lembaga peradilan tinggi yaitu Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang kedudukannya sederajat,” ujar Faiz.
Faiz menjelaskan MA bertugas mengadili pada tingkat kasasi dengan kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. MA membawahi badan peradilan di bidang pidana/perdata, administrasi, militer, dan agama. Sedangkan MK bertugas menjaga dan menegakkan konstitusi dengan kewenangan menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945. MK tidak memiliki cabang kekuasaan kehakiman dan hanya satu berada di ibu kota negara.
Faiz pun menyebutkan sejumlah putusan MK mengawal dan melindungi hak-hak konstitusional warga negara khususnya perempuan dan anak-anak. Di antaranya MK telah memberikan hak-hak keperdataan kepada anak di luar nikah, termasuk hak-hak dari ayah biologis. Sebelumnya ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur anak yang lahir di luar perkawinan yang sah hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, karena perkawinan tersebut tidak tercatat dalam administrasi hukum negara.
Bertemu dengan Ketua MK Suhartoyo
Usai diskusi itu, para hakim tinggi Pengadilan Tinggi Rakyat Provinsi Heilongjiang berkesempatan bertemu dengan Ketua MK Suhartoyo. Suhartoyo dan para hakim itu membicarakan mengenai cara masing-masing negara memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak-anak salah satunya pemberian hak waris.
Suhartoyo mengatakan semoga di Tiongkok dibentuk Mahkamah Konstitusi. “Mudah-mudahan di China bisa berdiri sendiri,” kata dia.
Dia juga berharap dapat menjalin kerja sama di kemudian hari untuk menjalin hubungan bilateral yang baik. Suhartoyo pun berharap dapat berkunjung ke Pengadilan Tinggi Rakyat Provinsi Heilongjiang.
Sebelumnya, para hakim tinggi Pengadilan Tinggi Rakyat Provinsi Heilongjiang telah melihat-lihat kantor MKRI. Mereka pun sempat ikut menghadiri persidangan. (*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.