JAKARTA, HUMAS MKRI – Sebanyak 38 mahasiswi beserta 2 dosen pembimbing dari Fakultas Syariah Universitas Darussalam (Unida Gontor) mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (22/10/2024). Kunjungan tersebut disambut hangat oleh Asisten Ahli Hakim MK, Abdul Basid Fuadi, di Aula Gedung 1 MK. Fuad, sapaan akrabnya, membawakan materi berjudul “Mahkamah Konstitusi Menuju Peradilan yang Modern dan Tepercaya.” Ia memulai dengan menjelaskan sejarah peradilan konstitusi di dunia, yang bermula dari Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1796 melalui praktik pengujian undang-undang (judicial review).
Dalam pemaparannya, Fuad menjelaskan bahwa pembentukan Mahkamah Konstitusi Indonesia didorong oleh berbagai masalah dalam sistem ketatanegaraan, terutama lemahnya mekanisme pengujian undang-undang (constitutional review). Sebelum adanya MK, banyak undang-undang yang dinilai bermasalah, namun tidak ada lembaga yang memiliki wewenang untuk meninjau keabsahannya. Ia juga menyoroti bahwa proses pemakzulan (impeachment) Presiden dilakukan hanya dengan alasan politik, tanpa pertimbangan hukum yang matang. Konflik antarlembaga negara juga sering diselesaikan di bawah kewenangan Presiden melalui mekanisme administratief beroep, yang mengaburkan independensi antarlembaga.
“Terutama pada masa Orde Baru, kalau ada sengketa antarlembaga negara, biasanya dipanggil langsung oleh Presiden, Pak Harto, lalu masalah bisa selesai,” ungkap Fuad.
Lebih lanjut, Fuad menjelaskan bahwa sebelum MK dibentuk, tidak ada forum penyelesaian sengketa hasil pemilu yang jelas, yang sering memicu konflik berkepanjangan. Pembubaran partai politik (parpol) juga dilakukan melalui Mahkamah Agung (MA) dengan prosedur yang dinilai tidak transparan. Dengan hadirnya MK, masalah-masalah ini diharapkan dapat diatasi melalui mekanisme hukum yang lebih jelas dan berlandaskan konstitusi.
Fuad juga membahas perbedaan antara hak asasi manusia (HAM) dan hak konstitusional. "Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada setiap individu sebagai makhluk Tuhan yang harus dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, serta setiap orang demi menjaga harkat dan martabat manusia," ujarnya.
Sementara itu, hak konstitusional adalah hak yang dijamin oleh konstitusi setiap negara. Di Indonesia, hak konstitusional warga negara dilindungi oleh UUD 1945, seperti hak atas kesetaraan di hadapan hukum (Pasal 27 ayat 1) dan hak untuk hidup serta mempertahankan kehidupan (Pasal 28A).
Fuad juga menjelaskan pihak-pihak yang berhak mengajukan pengujian undang-undang di MK. Menurut Pasal 51 ayat (1) UU MK, pemohon adalah mereka yang merasa hak atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh undang-undang yang berlaku.
“Pihak-pihak tersebut bisa berupa individu warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik atau privat, serta lembaga negara," jelasnya. Ia menekankan pentingnya pemahaman ini agar masyarakat tahu siapa yang berhak mengajukan permohonan pengujian UU di MK.
Tujuan kunjungan ini adalah untuk mencetak konsultan hukum, advokat, guru, serta profesional lain yang berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Mahasiswa diharapkan dapat memperluas wawasan mereka dengan melihat langsung praktik hukum di MK, setelah mempelajari teori di kelas. Pertemuan diakhiri dengan sesi tanya jawab. Berikutnya mahasiswa diajak berkeliling menjelajahi Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) yang terletak di Lantai 5 dan 6 Gedung MK. Puskon menyajikan sejarah konstitusi di Indonesia dan sejarah terbentuknya MK di Indonesia dengan suguhan yang menarik dan modern.
Penulis: Fauzan F.
Editor: N. Rosi