JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang terhadap permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada Kamis (17/10/2024). Agenda sidang kedua untuk Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 kali ini yakni mendengarkan pokok-pokok perbaikan permohonan pengujian Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).
Fadli Ramadhanil selaku kuasa hukum Pemohon membacakan bagian yang diperbaiki dalam permohonannya, di antaranya menambahkan argumentasi baru soal pentingnya keserentakan pemilu diputus oleh Mahkamah. Intinya, menurut Pemohon terdapat konflik kepentingan dalam setiap pembahasan UU Pemilu saat format kerentakan pemilu yang menjadi bagian dasar dari pemilu dibahas oleh DPR. Pemohon berpendapat batasan konstitusional yang diberikan MK pada putusannya, belum cukup memberikan kepastian hukum atas format keserentakan pemilu dalam memperkuat kedaulatan pemilih, meringankan dan mengefektifkan beban pekerja penyelenggara, dan tidak menyulitkan pemilih.
“Pengalaman pembahasan UU Pemilu pada 2017 lalu itu, lima variabel utama pemilu tidak dibahas secara mendalam, sehingga ini membuka perspektif lebih mendalam bagaimana pemilih lebih berdaya, kompleksitas penyelenggara pemilu lebih bisa dilakukan. Sebab pembahasan UU Pemilu selama ini hanya dibahas dalam paket-paket pembahasan, sehingga Mahkamah harus memberikan panduan lebih detail atas hal ini melebihi dari ketentuan yang telah diatur pada Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019,” sampai Fadli kepada Majelis Sidang Panel yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Arsul Sani dan Hakim Konstitusi Ridwan Manyur dari Ruang Sidang Pleno MK.
Baca juga:
Perludem: Pemilu Serentak Lima Kotak Melemahkan Pelembagaan Partai Politik
Sebagai tambahan informasi, ketika sidang perdana Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang digelar di MK pada Jumat (4/10/2024), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melalui tim kuasa hukumnya menyebutkan pemilu serentak lima kotak telah melemahkan pelembagaan partai politik, melemahkan upaya penyederhanaan sistem kepartaian, dan menurunkan kualitas kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemilu. Sebab dalam pandangan Pemohon, pengaturan keserentakan pemilu legislatif dan pemilu presiden tidak lagi bisa hanya dipandang sebagai pengaturan jadwal pemilu saja, apalagi disederhanakan soal teknis, dan implementasi undang-undang saja.
Selain itu, pengaturan jadwal penyelenggaraan pemilu akan berdampak sangat serius terhadap pemenuhan seluruh asas penyelenggaraan pemilu yang termuat dalam Pasal 22E Ayat (1) UUD NRI 1945 serta berdampak pada kemandirian dan profesionalitas penyelenggaraan pemilu dalam Pasal 22E Ayat (5) UUD NRI 1945. Sehingga pengaturan pada undang-undang tersebut yang memerintahkan pelaksanaan pemilu Presiden, DPR, DPD, yang dibarengi dengan pemilu anggota DPR Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota telah terbukti terus-menerus membuat partai politik tidak punya waktu yang cukup untuk melakukan rekrutmen dan kaderisasi politik untuk mencalonkan anggota legislatif pada pemilu legislatif tiga level sekaligus. Akibatnya, partai politik menjadi tidak berdaya berhadapan dengan realitas politik ketika para pemilik modal, caleg popular dan punya materi yang banyak untuk secara transaksional dan taktis dicalonkan karena partai tidak lagi punya kesempatan, ruang, dan energi untuk melakukan kaderisasi dalam proses pencalonan anggota legislatif di semua level pada waktu yang bersamaan.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: N. Rosi.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina.