JAKARTA, HUMAS MKRI – Asisten Ahli Hakim Konstitusi Luthfi Widagdo Eddyono sekaligus penulis buku “Sejarah Hukum Konstitusi Indonesia” dan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Andi Hakim sekaligus penulis buku “Model Good Court Governance di Mahkamah Konstitusi” menjadi narasumber dalam Diskusi Literasi Mahkamah Konstitusi (MK) seri empat, pada Selasa (15/10/2024). Kegiatan yang diselenggarakan Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Perpustakaan MK bekerja sama dengan Edulaw Project yang berlangsung di Perpustakaan MK lantai 3 Gedung 2 MK.
Luthfi Widagdo Eddyono dalama pemaparannya menjelaskan buku “Sejarah Hukum Konstitusi Indonesia” merupakan kumpulan dari tulisan hasil karyanya yang termuat dalam publikasi MK. Luthfi mengatakan, apa yang ditulis merupakan hal-hal yang jarang dibaca dan dibahas oleh publik, mulai dari tokoh mau pun peristiwa konstitusi.
Luthfi mengatakan, dahulu Indonesia mengalami penjajahan oleh VOC, Portugis, Belanda, Prancis melalui Belanda, dan Jepang. Dengan beragamnya negara asing yang menjajah memberikan banyak warna dalam perkembangan konstitusi Indonesia. Menurutnya, ketika Belanda menjajah Indonesia tidak banyak rakyat yang mendapatkan pendidikan yang layak maupun pengetahuan dan keahlian dalam menggunakan senjata. namun keadaan berubah ketika Jepang menjajah Indonesia dimana banyak rakyat yang mendapatkan pendidikan dan pelatihan militer dengan harapan dapat membantu Jepang dalam perang dunia kedua.
Di masa penjajahan Jepang ini, kata Luthfi, dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan yang kemudian menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dimana di dalamnya terjadi banyak perdebatan dalam pembahasan konstitusi yang membahas bentuk negara, ideologi, dan segala hal terkait dengan konstitusi.
Banyak peristiwa dan pihak yang melingkupi proklamasi yang menunjukan bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan upaya bersama dari berbagai golongan, seperti mesin ketik untuk menyusun naskah proklamasi yang dipinjam dari kedutaan Jerman, rumah Laksamana Muda Maeda. Seorang perwira Angkatan laut Kekaisaran jepang yang dijadikan tempat penyusunan naskah proklamasi, foto persitiwa proklamasi oleh Mendur bersaudara yang penuh dengan perjuangan, dan banyak hal lainnya.
Luthfi juga menjelaskan, dalam pembahasan BPUPK juga dibahas soal Papua, dan juga keinginan Malaya yang ingin bergabung dengan negara yang akan dibentuk ini, akhirnya disepakati yang masuk menjadi bagian Indonesia adalah wilayah yang dikuasai oleh Hindia Belanda.
Tokoh berikutnya yang secara konstitusional berperan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Juanda, karena buah pemikirannya perairan Indonesia masuk dalam wilayah dan batas wilayah terluar dari perairan Indonesia. Luthfi mengatakan banyak kejadian-kejadian kecil yang ditulis dalam buku ini, dari kejadian-kejadian kecil ini membawa pengaruh kepada kejadian yang lebih besar.
Model Good Governance
Berikutnya Andi Hakim yang menjelaskan buku “Model Good Court Governance di Mahkamah Konstitusi” mengatakan buku ini merupakan karya tulisnya ketika mengambil program doktoral di Universitas Indonesia. Hakim menjelaskan, di Eropa telah lebih dulu banyak mengulas tata Kelola lembaga peradilan. Diungkapkan olehnya, sebelum menulis buku ini dirinya telah menulis buku tata Kelola peradilan yang lebih global membahas administrasi peradilan, sehingga ibarat bidang ekonomi, buku yang diulas kali ini seperti ekonomi mikro.
Hakim menjelaskan, dahulu cabang kekuasaan yang dikenal saat ini berada di tangan raja, di tahun 1701 terjadi pemisahan kekuasaan peradilan di daratan Inggris. Ketika lembaga peradilan berdiri yang lebih dahulu ada adalah administrator peradilan untuk membantu raja dalam memutus. Sehingga, sebelum adanya profesi hakim yang lebih dahulu ada adalah administrator peradilan.
Kemudian Hakim menjelaskan, berdasar hasil penelitian yang dimuat dalam buku ini masalah yang sering muncul dalam peradilan adalah penyalahgunaan wewenang, money buy justices, justice delay yang mengakibatkan tidak adanya kejelasan sehingga mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum, complex procedure, aturan hukum yang rumit, serta persoalan transparansi dan akuntabilitas.
Dalam acara yang dimoderatori Rahmatika Monati itu, Hakim mengatakan para pencari keadilan selalu mencari aturan main penanganan perkara, maka diperlukan keterbukaan dan transparansi aturan main beracara di pengadilan. Dengan latar belakang itu, MK terbuka dan transparan kepada publik untuk dapat mengetahui Peraturan MK terkait dengan tata beracara di MK. Namun demikian tidak semua hal mengenai MK tidak selalu dapat mengetahui kepastian dalam perkara Pengujian Undang-Undang, dan hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi MK untuk terus melakukan perbaikan.
Dalam konteks transparansi masyarakat dapat menelusuri perkembangan perkara yang ditangani MK melalui case tracking, namun masyarakat tidak dapat mengetahui perkembangan perkara ketika masuk pada proses pembahasan oleh Hakim Konstitusi dalam rapat permusyawaratan hakim.
Sejumlah langkah dilakukan MK agar tidak semata menjadi lembaga peradilan, sehingga dengan segala upaya yang telah dilakukan MK juga menjadi center of excellence bagi masyarakat. Lebih jauh berbicara mengenai good court governance, profesionalitas memengaruhi bagaimana lembaga peradilan berjalan. Oleh karena itu sejak awal berdiri MK selalu mendorong para pegawainya untuk mengembangkan diri melalui berbagai pendidikan dan pelatihan.
“Budaya feodal merusak profesionalitas lembaga peradilan,” ujar Hakim. Oleh karena itu, menurutnya, penting membangun lembaga peradilan dengan tenaga-tenaga yang profesional. Disamping itu, lembaga peradilan perlu didukung dengan pengembangan teknologi untuk menjangkau masyarakat pencari keadilan dan menyebar luaskan pemahaman mengenai MK. Perlu literasi digital agar masyarakat memanfaatkan fasilitas perangkat teknologi informasi.
Hakim menjelaskan, buku ini juga menyinggung independensi administrasi lembaga peradilan yang tak kalah penting disamping independensi hakim, selain itu dalam hal menjaga integritas lembaga peradilan juga tergantung dari budaya suatu masyarakat.
Menurutnya, lembaga peradilan merupakan cabang kekuasaan yang paling lemah karena tidak bisa menggerakan aparat untuk melakukan eksekusi dan tidak memiliki kemerdekaan dalam mengelola anggaran untuk menjaga independensinya. Seringkali politik anggaran berpengaruh pada independensi dan imparsialitas lembaga peradilan.
“Akan sulit menjalankan independensi judicial tanpa didukung independensi administrasi” kata Hakim.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penelitan dan Pengkajian Perkara MK Kurniasih Panti Rahayu, dalam sambutannya mengatakan bagi rekan-rekan yang melakukan penelitian, MK terbuka bagi rekan-rekan semua yang membutuhkan bahan Pustaka. MK juga merupakan kampus konstitusi dimana banyak buku yang dihasilkan. Menurut perempuan yang akrab disapa Ayu itu, MK telah menerbitkan 150 buku dalam kurun waktu lima tahun terakhir. (*)
Penulis: Ilham W.M
Editor: Lulu Anjarsari P.