JAKARTA, HUMAS MKRI - Batas usia pensiun seseorang pejabat adalah suatu kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang berapa pun usia pensiun yang ditetapkan tidak dapat dikategorikan sebagai ketentuan yang tidak konstitusional. Hal ini disampaikan oleh Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Oce Madril yang menjadi Ahli Pemerintah dalam sidang permohonan uji UU Notaris. Sidang uji materiil Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Notaris) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (8/10/2024). Perkara Nomor 14/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh 22 notaris.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo tersebut, Oce menyampaikan ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris pernah diuji oleh MK. Pengujian tersebut pernah diputus oleh MK dalam Putusan Nomor 52/PUU-VIII/2010. Dalam putusan tersebut, MK menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, dengan pertimbangan bahwa ketetapan pembentuk undang-undang mengenai batas usia pensiun seseorang pejabat adalah suatu kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang berapa pun usia pensiun yang ditetapkan tidak dapat dikategorikan sebagai ketentuan yang tidak konstitusional.
“Ketentuan usia berhenti jabatan notaris telah diatur sejak UU Nomor 30 Tahun 2004. Pada tahun 2014, pembentuk undang-undang melakukan perubahan atas UU Jabatan Notaris. Pada saat itu, norma usia berhenti jabatan notaris tidak diubah. Artinya, pembentuk undang-undang tidak melihat ada kebutuhan (urgensi) untuk mengubah batas usia berhenti jabatan notaris. Hal ini menunjukkan bahwa batas usia berhenti jabatan notaris, yaitu 65 tahun masih sangat relevan dan sesuai kebutuhan jabatan,” jelas Oce.
Oce menyebut, pembatasan usia telah lazim dikenal dalam undang-undang jabatan publik. Pengaturan batas usia berhenti bagi jabatan notaris, dapat dipandang sebagai batasan yang dibuat UU dari sisi masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang. Sebagai jabatan yang berada di rumpun “pejabat publik”, maka adalah hal yang wajar untuk memberikan batasan-batasan kewenangan yang dapat dilakukan oleh jabatan notaris. Batasan-batasan kewenangan tersebut tidak hanya dari sisi substansi (materi) kewenangan, melainkan juga dari sisi wilayah kerja dan dari sisi waktu (masa menjabat sebagai notaris sampai umur 65 tahun). Dari perspektif konstitusi, pembatasan semacam ini dapat dibenarkan dalam kerangka ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.
Menurut UU Jabatan Notaris, Oce melanjutkan, notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU Jabatan Notaris. Penetapan usia pemberhentian jabatan notaris perlu dirumuskan secara jelas dan pasti dalam undang-undang untuk pemenuhan prinsip kepastian hukum berkaitan dengan batasan-batasan pelaksanaan kewenangan sebuah jabatan publik. Bahwa pejabat notaris terikat dengan “masa menjabat” untuk dapat tetap menjalankan kewenangan yang diberikan oleh negara.
Bahwa pengaturan usia berhenti bagi jabatan notaris, sebagai sebuah open legal policy, tidak dapat dikatakan melanggar hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk mengembangkan diri, hak atas kepastian hukum serta hak bebas atas perlakuan yang diskriminatif.
Pada kesempatan yang sama, Pemerintah juga menghadirkan ahli lainnya yakni Harsanto Nursadi selaku Ketua Bidang Studi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) menyebut notaris berwenang membuat akta otentik, sepanjang pembuatan akta-akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) UU Jabatan Notaris.
“Notaris berwenang membuat akta sepanjang dikehendaki oleh para pihak atau menurut aturan hukum wajib dibuat dalam bentuk akta otentik,” jelas Harsanto.
Notaris sebagai pejabat publik, namun bukan dalam jabatan pemerintahan. Akan tetapi, esensinya adalah notaris melayani masyarakat untuk tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang, yaitu membuat akta. Akta merupakan formulasi keinginan atau kehendak (wlisvorming) para pihak yang dituangkan dalam akta Notaris yang dibuat dihadapan atau oleh notaris. Notaris berwenang membuat akta sepanjang dikehendaki oleh para pihak atau menurut aturan hukum wajib dibuat dalam bentuk akta otentik. Pembuatan akta itu harus berdasar aturan hukum yang berkaitan dengan prosedur pembuatan akta notaris, sehingga jabatan Notaris sebagai Pejabat umum.
Dikatakan Harsanto, sebagai Pejabat Umum yang berarti publik tentunya, membawa tanggung jawab kepada publik dan kepada klien. Berbeda dengan pekerjaan lain yang “sejenis” dengan notaris, hubungan hukum hanya dengan klien tidak melibatkan publik, karena tidak menyandang kewenangan publik, maka adalah hal yang wajar, segala hal terkait notaris juga dibatasi oleh kewenangan kewenangan publik, termasuk usia yang dibatasi, apalagi pembatasan tersebut kemudian dinormakan dalam undang-undang.
Sebelumnya, sebanyak 22 Notaris menguji aturan batas usia jabatan notaris sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Notaris).
Baca juga:
Lagi, Aturan Batas Usia Jabatan Notaris Diuji
Pemohon Uji Batas Usia Jabatan Notaris Bertambah
Pemerintah Belum Siap, MK Tunda Sidang Uji Jabatan Notaris
Pemerintah: Persyaratan Usia dalam Jabatan Notaris Digunakan Sebagai Parameter
Pengurus Pusat INI Sebut Ikut Merugi Akibat Aturan Batas Usia Bagi Notaris
Ahli: Sebagian Besar Notaris Berusia 70 Tahun Masih Kompeten Menjalankan Tugasnya
Ahli Hukum Bedah Aturan Usia Pensiun Notaris di MK
Sebelumnya, sebanyak 22 notaris menguji aturan batas usia jabatan notaris sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris. Pemohon mendalilkan dengan dibatasinya masa pensiun notaris di umur 65 tahun akan berpotensi menjadi beban negara. Hal ini karena para notaris yang berusia 65 tahun tersebut tidak memiliki pemasukan karena diharuskan pensiun. Menurut Pemohon, hal tersebut tidak hanya akan menjadi beban keluarga, namun juga akan menjadi beban negara untuk memberikan bantuan dan perlindungan serta penghidupan yang layak bagi seorang notaris. Para Pemohon dirugikan dengan berlakunya Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris, yang dapat diperpanjang sampai berumur 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan.
Menurut para Pemohon, notaris yang telah berakhir masa jabatannya tetap harus bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya sesuai dengan penjelasan dalam Pasal 65 UU Jabatan Notaris, namun tidak terdapat perlindungan hukum terhadapnya. UU Jabatan Notaris tidak mengatur secara khusus mengenai perlindungan hukum bagi notaris yang telah berakhir masa jabatannya, sehingga dalam hal ini terjadi kekosongan hukum. Berdasarkan dalil permohonan tersebut, Pemohon menyebut ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris bertentangan dengan dengan Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (2), Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Untuk itu, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menyatakan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (2), Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina