JAKARTA, HUMAS MKRI – Sejumlah mahasiswa dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Suara Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (FH-UKI) melakukan kunjungan studi ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu, (25/9/2024). Latar belakang kunjungan yakni memahami lebih dekat sejarah dan peran MK.
Kunjungan tersebut diterima Asisten Ahli Hakim Konstitusi, Mery Christian Putri di Aula Gedung 1 MK. Mery dalam pemaparannya menjelaskan sejarah MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Mery mengatakan, reformasi merupakan cikal bakal lahirnya MK di Indonesia. Pasca reformasi terdapat perubahan yang sangat fundamental terhadap struktur ketatanegaraan Indonesia.
Lebih lanjut Mery menerangkan tujuan ideal dari pembentukan MK adalah agar penyelenggaraan negara berdasarkan hukum yang adil dan demokratis. Peradilan semacam ini berposisi sebagai pemisah dan penyeimbang antarlembaga di pemerintahan agar tidak ada dominasi kepentingan.
Menurut UUD 1945, MK memiliki kewenangan untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diatur dalam UUD 1945, pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah menurut UUD 1945.
MK hanya ada satu, berkedudukan di ibu kota negara yang sifat putusannya final dan mengikat. Berbeda dengan MA yang memiliki peradilan pidana, peradilan perdata, peradilan agama, peradilan militer, peradilan hubungan industrial, peradilan pajak, peradilan tipikor.
Berikutnya Mery menjelaskan komposisi hakim konstitusi yang berjumlah sembilan orang yang diusulkan oleh tiga lembaga yang mewakili tiga cabang kekuasaan negara, yaitu tiga orang dari MA, tiga orang dari DPR, dan tiga orang dipilih oleh Presiden. Namun demikian, meski dipilih dari tiga lembaga yang mewakili cabang kekuasaan negara, para hakim konstitusi itu tidak mewakili lembaga-lembaga tersebut, dan terputus hubungannya dengan lembaga-lembaga tersebut setelah menjadi hakim konstitusi.
Mery lalu menjelaskan hak konstitusional warga negara yang dijamin konstitusi. Terkait hal ini, MK dalam sejumlah putusannya telah melindungi hak konstitusional warga negara, seperti batasan minimal usia menikah, file digital dapat dijadikan alat bukti dalam persidangan, dan beberapa putusan lainnya. Namun demikian, diungkapkan oleh Mery, hingga saat ini UU yang paling banyak diuji ke MK adalah soal politik, yaitu UU Pemilihan Umum, kemudian soal hukum pidana.
Pertemuan dilanjutkan dengan tanya jawab yang disambut antusias. Selanjutnya, para mahasiswa diajak berkeliling menjelajahi Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) yang terletak di Lantai 5 dan 6 Gedung MK. Di Puskon, para mahasiswa melihat mengenai sejarah konstitusi di Indonesia dan sejarah terbentuknya MK di Indonesia dengan suguhan yang menarik dan modern. Sejak diresmikan, Puskon MK kerap mendapat kunjungan dari berbagai instansi maupun berbagai kalangan masyarakat. Puskon MK terbuka untuk umum dan semua pengunjung yang datang tidak dipungut biaya.
Penulis: Utami Argawati
Editor: N Rosi.