MALANG, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjadi Keynote Speaker dalam ppembukaan kegiatan Constitutional Law Festival 2024 (CLFest 2024) dengan tema “Meninjau Judicial Restraint dan Judicial Activism dalam Kontestasi Politik Guna Menjamin Legitimasi Hukum”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (13/9/2024) di UBTV Lantai 2, Gedung Rektorat, Universitas Brawijaya, Malang.
Dalam kegiatan tersebut, hadir pula Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto dan Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK Fajar Laksono Suroso. Enny memulai dengan pernyataan tentang bagaimana menyatukan positivisme dan progresivitas dalam hukum.
“Hal ini menjadi penting kiranya dalam upaya kita bersama untuk bisa melakukan upaya penguatan terhadap kehidupan berkonstitusi tidak hanya menempatkan konstitusi sebagai nilai semantik semata namun bagaimana konstitusi bisa menjadi bagian yang menggerakkan tata kehidupan kita bersama,” ujar Enny.
Enny mengatakan kegiatan CLFest ini bagian dari menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat dalam berkonstitusi. Enny mencontohkan pesta demokrasi yang dilakukan di tahun 2024.
“Tidak lama lagi ke depan pesta demokrasi yang luar biasa karena ini akan berlangsung di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota ini sesuatu yang luar biasa mudah-mudahan bisa berjalan dengan baik,” ucapnya.
Lebih lanjut, Enny menyatakan walaupun baru saja menyelesaikan pesta demokrasi yang besar di 2024 yaitu pemilu serentak nasional untuk pilpres dan pileg. Ada 45 putusan dengan amar mengabulkan permohonan pemohon.
“Mengapa sampai kemudian ada amar yang dikabulkan dengan sangat jelas sekali bahwa didalam Undang-Undang Pemilu semua kewenangan telah dibagi habis kewenangan yang telah diberikan kepada KPU sudah jelas, kewenangan yang diberikan Bawaslu lebih jelas lagi, karena kewenangannya sangat kuat di dalam Undang-Undang Pemilu termasuk kewenangan yang diberikan DKPP dan MK,” jelasnya.
Enny juga menjelaskan salah satu kewenangan MK adalah menyelesaikan perselisihan hasil pemilu. Dikatakan Enny, banyak orang sering berkata apakah MK itu tugasnya hanya seputar angka-angka statistik saja. “Saya mencoba mencari tahu mengapa hingga saat ini terkait penyelesaian PHPU pilpres hanya 14 hari, PHPU pileg 30 hari, dan PHPU kepala daerah 45 hari. Kemudian kenapa waktu itu ditentukan secara berbeda? Jika dicari original intensnya risalah sidangnya, apakah pilpres ini lebih ringan daripada pileg maupun pilkada,” tuturnya.
Sementara, Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK Fajar Laksono Suroso mengatakan kerja sama MK dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dalam penyelenggaraan CLFest telah berlangsung sebanyak sebelas kali ini. “Bagi MK ada kesamaan antara MK dengan perguruan tinggi baik di MK maupun di perguruan tinggi kampus itu ternyata punya tradisi akademik yang kental, yang kuat. MK memiliki tradisi ilmiah atau tradisi akademik yang paling tidak selama MK hadir selama 21 tahun ini benar-benar kita rasakan tradisi akademik itu,” jelasnya.
Fajar mencontohkan tradisi ilmiah yang berlangsung di MK. Di antaranya para pegawai MK yang telah lulus maupun sedang menempuh jenjang doktoral. Selain itu, adanya tradisi penerbitan buku ilmiah maupun penerbitan jurnal baik Jurnal Konstitusi maupun Constitutional Review.
“Tradisi ilmiah lainnya kita punya program ada jurnal konstitusi jurnal yang sudah terindeks scopus. Kita juga punya penerbitan buku dalam 5 tahun terakhir di setiap tahunnya,” terangnya
Fajar menyebut kerja sama yang dibangun MK melalui penyelenggaraan CLFest merupakan wujud tanggung jawab MK bersama civitas akademik untuk meningkatkan kesadaran berkonstitus. Lainnya dengan memperkenalkan MK dan perannya.
“Salah satunya mengenali secara baik apa itu MK, apa peran MK dan bagaimana warga negara itu mengalami kerugian konstitusional dan kemudian diselesaikan di MK. Bagi MK, ini menjadi program yang berkelanjutan dan terus dilaksanakan kerja sama dengan kampus terus didorong, lebih dari 250 MoU yang telah ditandatangani MK dengan kampus-kampus di antaranya UB maupun kampus swasta seluruh Indonesia,” papar Fajar.
Selain itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto berharap kerja sama ini dapat menambah kontribusi perguruan tinggi terhadap sumber daya penyelenggara negara—khususnya di bidang penegakan hukum.
“Semoga penegakan hukum ke depan menuju eranya negara hukum demokrasi tumbuh dan berkembang dengan sehat tidak ada demokrasi yang diatur oleh oligarki itulah harapan kita untuk generasi muda dan seluruh warga Indonesia,” tandasnya.(*)
Penulis: Bayu Wicaksono
Editor: Lulu Anjarsari P.