JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Khairun serta 66 anggota vicon universitas dan Desa Konstitusi di seluruh Indonesia, menggelar Webinar Konstitusi IX pada Jumat (6/9/2024) secara daring. Jimly Asshidiqie yang menjadi narasumber webinar mengajak para mahasiswa untuk memahami tentang “Judicial Activism dalam Putusan Mahkamah Konstitusi”.
Jimly mengatakan kepada para mahasiswa yang kelak akan mendalami profesi akademik bidang hukum dan berperan sebagai hakim yang membuat sebuah putusan peradilan, harus terlebih dahulu memahami tak hanya teks dari konstitusi dan hukum, tetapi juga konteks dari kedua hal tersebut. Untuk itulah para sarjana hukum harus mampu melahirkan hukum yang bersifat progresif atau judicial activism, yakni dinamisme membuat putusan dengan tidak melampaui batas-batas konstitusi.
“Sejatinya sikap kehati-hatian (judicial restraint) dalam membuat hukum diperlukan. Namun, kehati-hatian yang berlebihan juga akan berujung pada penerapan hukum yang bersifat tidak progresif. Karena lagi-lagi hanya memahami hukum secara teks dan tidak melihat konteksnya. Konteks tersebut beragam pula, misalnya konteks historis, bagaimana pasal itu dirumuskan, apa yang menjadi latar belakangnya, maka dibutuhkan penafsiran historis dengan membaca konteks pasal undang-undang,” sebut Jimly.
Di sisi lain, Jimly juga mengingatkan agar sarjana hukum tidak berlebihan dalam menerapkan judicial activism. Sebab, jika berlebihan akan terjebak menjadi politikus-politikus hukum. Para aktivis (hukum) cenderung bermain politik, dia menginginkan pasal dalam undang-undang mesti berada dalam konten dan konteks hukum atau hukum yang diimpikannya. Hal demikian tidaklah dibenarkan. “Berusahalah untuk melakukan penalaran (hukum) yang objektif,” tegasnya.
Jimly mengungkapkan dalam 21 tahun sejarah perjalanan MK, dapat ditelusuri bahwa pada periode-periode awal putusan yang dihasilkan para hakimnya cenderung bersifat progresif. Hal ini tampak pada putusan pasca-bom Bali yang diberlakukan secara retroaktif, surut ke belakang. Pada saat itu, seluruh dunia sedang mengkampanyekan perang terhadap teroris. Putusan MK tersebut menjadi headline dan sorotan dunia. Dalam gelombang putusan-putusan MK selama 21 tahun ini, sambung Jimly, cenderung memvariasikan judicial restraint dan judicial activism dalam berbagai putusannya.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: N. Rosi.