JAKARTA, HUMAS MKRI – Sejumlah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (4/9/2024). Para mahasiswa program S1 dan S2 ini disambut dengan baik oleh Asisten Ahli Hakim Konstitusi Paulus Rudy Calvin Sinaga di Ruang Delegasi, Gedung 1 MK, dalam dua gelombang kunjungan. Melalui paparan berjudul “Penegakan Supremasi Konstitusi dan Demokrasi di Indonesia”, Paul mengajak para mahasiswa untuk memahami terlebih dahulu gagasan peradilan konstitusi di Indonesia.
Paulus mengatakan pada masa awal kemerdekaan, tepatnya Demokrasi Terpimpin pada 1945 – 1965 seorang tokoh nasional bernama M. Yamin pernah mengusulkan untuk dibentuknya Balai Agung yang diberikan wewenang untuk menguji undang-undang. Namun usul ini ditolak oleh tokoh bangsa karena dinilai bertentangan dengan supremasi MPR. Lalu pada masa berikutnya, sambung Paulus, Ikatan Sarjana Hukum memberi usul agar Mahkamah Agung pada saat itu diberi wewenang menguji undang-undang. Barulah pasca-reformasi, dalam pelaksanaan Supremasi Konstitusi yang bermakna kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar, Mahkamah Konstitusi lahir sebagai perwujudan konsep negara hukum Pancasila di Indonesia pada 2003.
Dalam kegiatan yang turut dihadiri oleh Dekan FH Unmas Kt. Sukewati Lanang P. Perbawa ini, Paulus lebih jauh menjelaskan dalam Putusan MK 113/PUU-XXI/2023 disebutkan “Negara hukum Pancasila lebih memastikan bekerjanya sistem hukum sesuai dengan nilai etika dan moral yang luhur bangsa Indonesia yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar filsafat dan ideologi negara.”
“Sederhananya, negara hukum Indonesia tidak dikuasai sekelompok orang/golongan atau bersifat otoriter tetapi bersifat demokratis. Oleh karenanya, dibutuhkanlah lembaga yang menjaga keberadaan konstitusi yang memuat tujuan negara demokratis. Termasuk pula dengan kewenangan MK yang baru baru beberapa waktu lalu diselesaikan MK. Dalam penyelesaian perkara Pemilu 2024 lalu, seluruh SDM MK dikerahkan untuk membantu pencari keadilan untuk menyelesaikan perkara pemilihan umum,” jelas Paulus.
Mahasiswa sebagai Pemohon
Berikutnya, pada diskusi dengan kandidat sarjana dan magister hukum ini, Paulus memperdalam bagaimana pelaksanaan kewenangan MK dalam menyelesaikan perkara pengujian undang-undang. Disebutkan beberapa perkara PUU yang telah diputuskan yang dimohonkan oleh para mahasiswa. Misalnya Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang mengajukan pengujian materiil UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota terhadap UUD NRI Tahun 1945, Putusan MK Nomor 52/PUU-XXII/2024 yang mendalilkan pengujian materiil UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota terhadap UUD NRI Tahun 1945.
“Jadi dalam pengujian undang-undang ini, teman-teman mahasiswa yang hadir pada hari ini juga dapat mengajukan permohnan dan menjadi Pemohon jika mengalami atau berpotensi dirugikan hak konstitusionalnya atas keberlakuan sebuah norma undang-undang yang tak sejalan dengan konstitusi,” urai Paulus.
Di sela-sela paparan, Paulus mempersilakan para mahasiswa mengajukan pertanyaan pertanyaan dan sanggahan seputar kewenangan MK serta sekelumit perkara-perkara yang terkait dengan hak konstitusional warga negara. Usai mendapatkan materi dan diskusi, para mahasiswa ini diajak untuk berkunjung ke diorama sejarah konstitusi Indonesia di Ruang Pusat Sejarah Konstitusi MK. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.