JAKARTA, HUMAS MKRI – Pemohon Perkara Nomor 106/PUU-XXII/2024 memperbaiki permohonannya mengenai pengujian materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Pemohon yaitu Haerul Kusuma meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mewadahi pembentukan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
“Memerintahkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk mewadahi Organisasi Advokat dalam pembentukan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat di tingkat pusat yang bersifat tunggal dan independen dalam waktu satu tahun lima bulan sejak putusan ini diucapkan,” ujar Haerul membacakan petitumnya dalam sidang perbaikan permohonan pada Selasa (03/09/2024) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat.
Haerul mengaku mengalami dampak kerugian akibat berlakunya Pasal 26 ayat (1) juncto Pasal 29 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1) UU Advokat karena dihadapkan dengan ketidakjelasan Kode Etik Profesi Advokat dan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat yang potensial merusak muruah negara Indonesia sebagai negara hukum karena terdapat perbedaan substansi pada Kode Etik Profesi Advokat dan perbedaan dalam penegakannya yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. Menurutnya, apabila ketentuan a quo tetap diberlakukan, maka potensial akan terjadinya konflik antarorganisasi advokat sehingga Pemohon akan mengalami kerugian sebagai calon advokat yang martabat dan kehormatannya didasarkan pada prinsip kekuasaan.
Konflik tersebut juga potensial akan terjadi apabila terdapat advokat diduga melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat kemudian sebelum dia diputus oleh Majelis yang dibentuk dari dan oleh Dewan Kehormatan Organisasi Advokat, ternyata dia pindah ke organisasi advokat lain, sehingga potensi memicu terjadinya konflik. Karena itu, Pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan Pasal 26 ayat (1) juncto Pasal 29 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1) UU Advokat bertentangan dengan UUD NRI 1945.
Selain itu, Pemohon juga menguji Pasal 3 ayat (1) huruf g, Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), serta Pasal 29 ayat (1) UU Advokat. Pemohon mengaku dirugikan atas Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Advokat yang menyatakan, “magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat” karena untuk memiliki pengalaman praktis yang mendukung kemampuan, keterampilan, dan etika dalam menjalankan profesinya sebagai calon advokat dibatasi pada magang formal saja, tanpa mempertimbangkan pengalaman lain yang lebih relevan termasuk perhitungan jangka waktu magang yang tidak jelas. Menurut dia, norma pasal tersebut seharusnya dimaknai “pernah/sedang bekerja atau pernah/sedang magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus-menerus pada kantor Advokat terhitung sejak menduduki jabatan sebagai Mahasiswa Hukum Strata Satu pada Semeseter 4 (empat) atau sebelum Calon Advokat diangkat sebagai Advokat”.
Perkara ini disidangkan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Arsul Sani didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Sebelum menutup persidangan, Majelis Hakim mengesahkan bukti-bukti yang diajukan Pemohon. Arsul menyampaikan, permohonan ini akan dilaporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Pemohon dalam posisi menunggu informasi dari Kepaniteraan MK terkait kelanjutan permohonannya.
Baca juga:
Mahasiswa Uji Materiil Aturan Ketentuan Magang dalam UU Advokat
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: N. Rosi.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina.