JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji Materiil terhadap Pasal 48 ayat (1), Pasal 50 ayat (4), Pasal 50 ayat (10) huruf a dan b, serta Pasal 50 ayat (11) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (UU Jalan) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada Selasa (3/9/2024) di Ruang Sidang Panel MK. Perkara Nomor 104/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Armyn Rustam Effendy dan Rahayu Ahadiyati.
Dalam sidang perbaikan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arsul Sani, Pemohon yang diwakili oleh Danis Kurniarta mengatakan telah memperbaiki permohonannya. Ia menyebut, perbaikan pertama terdapat pada identitas yang mana sebelumnya tertulis pensiunan yang diubah menjadi pensiunan ad hoc.
“Kedua terkait dengan pasal yang diuji yakni Pasal 48 ayat (1), Pasal 50 ayat (4), Pasal 50 ayat (10) huruf a dan b dan Pasal 50 ayat (11) UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan,” terang Danis.
Terkait batu uji, sambung Danis, ia mengatakan terdapat perbaikan yakni Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 33 ayat (2), Pasal 33 ayat (3), Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. “Terkait kedudukan hukum atau legal standing para Pemohon terdapat pada halaman 8,” ujarnya.
Baca juga: Menyoal Konstitusionalitas Aturan Penghitungan Tarif Tol dalam UU Jalan
Sebelumnya, para Pemohon pada sidang pendahuluan, menyampaikan bahwa pemberlakuan Pasal 48 ayat (1) UU Jalan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 33 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Pemohon juga mendalilkan bahwa di Indonesia sudah ada preseden terkait jalan tol yang telah habis masa konsensinya dan kemudian digratiskan, seperti pada kasus Tol Jembatan Suramadu. Oleh karena itu, terdapat dasar hukum yang kuat untuk menjadikan jalan tol yang berbayar dan telah habis masa konsensinya serta tidak diperpanjang lagi, dialihkan menjadi jalan bebas hambatan yang dapat diakses masyarakat secara gratis. Mengenai perawatan jalan tersebut, Pemohon mengusulkan agar pemerintah pusat menggunakan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Lebih lanjut, para Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 50 ayat (11) UU Jalan, yang mengatur tarif tol dari pengusahaan baru setelah masa konsensi berakhir dan tidak diperpanjang, yang ditetapkan lebih rendah daripada tarif tol yang berlaku pada akhir masa konsensi. Menurutnya, aturan ini merupakan tindak lanjut dari Pasal 50 ayat (10) huruf b UU Jalan, Pemerintah Pusat setelah mendapatkan pengusahaan jalan tol kembali karena masa konsensi berakhir, dapat memilih menjadikan jalan tol tersebut sebagai jalan bebas hambatan non-tol atau menugaskan pengusahaan baru kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengoperasian dan preservasi jalan tol. Jika Pemerintah Pusat memilih menugaskan BUMN untuk mengusahakan jalan tol tersebut, maka tarif tol yang ditetapkan harus lebih rendah daripada tarif tol yang berlaku pada akhir masa konsensi.
Berdasarkan seluruh uraian tersebut, para Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menerima dan/atau mengabulkan seluruh permohonan para Pemohon.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina