JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang permohonan uji Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Notaris) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (3/9/2024). Perkara Nomor 14/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh 22 notaris.
Gratianus Prikasetya Putra dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo menyampaikan pembatasan usia maksimal merupakan suatu upaya preventif guna meminimalisasi terjadinya pelanggaran oleh notaris Pasal 8 UUJN ayat (1) UUJN secara tegas mengatur batas maksimal usia notaris, yakni 65 tahun.
“Pada kondisi tertentu seorang notaris yang telah mencapai usia 65 tahun dapat memohon perpanjangan usia pensiun hingga usia 67 tahun. Hal ini diatur dalam Pasal 8 ayat (2) UUJN. Dibukanya kesempatan untuk memperpanjang usia pensiun merupakan kebijaksanaan pembuat undang-undang agar notaris yang hendak pensiun memiliki waktu guna melakukan adaptasi serta transfer of knowledge kepada calon penggantinya kelak,” sebut Gratianus.
Menurut Gratianus, pemilihan usia maksimal, yakni 65 tahun didasarkan atas kenyataan bahwa jabatan notaris merupakan pekerjaan mandiri yang memerlukan fisik prima dan sehat. Di samping fisik notaris juga harus memiliki kesehatan mental (rohani) yang baik guna terhindar dari potensi pelanggaran jabatan notaris khususnya terkait kecermatan dalam pembuatan akta otentik. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin senja usia manusia berbanding lurus dengan penurunan fungsi-fungsi fisiologis yang ada padanya.
Gratianus menegaskan, pembatasan usia maksimal notaris dalam undang-undang tidak luput dari pro dan kontra. Sebagian kalangan menganggap pembatasan ini melanggar hak bagi mereka yang telah berusia di atas 67 tahun namun masih memiliki kecakapan untuk menjalankan jabatan sebagai notaris.
“Hal ini telah diselesaikan oleh MK melalui Putusan Nomor 52/PUU-VIII/2010 yang menyatakan bahwa pengaturan usia maksimal bagi notaris dalam UUJN merupakan bentuk open legal policy. Konsep open legal policy merupakan suatu terobosan konseptual dalam bidang kebijakan guna menjamin partisipasi publik serta membatasi kewenangan antara legislatif dan yudikatif. Secara kontekstual, konsep open legal policy ini termanifestasi dalam peran DPR selaku penerima mandat masyarakat guna membentuk undang-undang,” urai Gratianus.
Gratianus mengatakan, putusan tersebut jelas menolak argumentasi pemohon yang menganggap Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UUJN bersifat diskriminatif apabila dibandingkan dengan usia maksimal jabatan lain seperti hakim dan advokat. Selain menjadi ranah pembuat undang-undang pengaturan mengenai pembatasan usia bagi notaris tidak tepat untuk dibandingkan dengan pengaturan serupa bagi profesi maupun jabatan lain.
Hal ini sejalan dengan beberapa putusan MK seperti Putusan Nomor 070/PUU-II/2004 tertanggal 12 April 2005, Putusan Nomor 024/PUU-III/2005 tertanggal 26 Maret 2006 dan Putusan Nomor 27/PUU-V/2007 tertanggal 22 Februari 2008 yang secara spesifik menjelaskan batasan diskriminasi. Menurut putusan-putusan tersebut diskriminasi adalah perlakuan secara berbeda terhadap hal yang sama sedangkan sebaliknya bukan diskriminasi jika terdapat perlakuan secara berbeda terhadap hal yang berbeda. Dalam konteks usia maksimal notaris, Pasal 8 ayat (1) dan (2) UUJN dapat dikatakan diskriminatif apabila digunakan secara berbeda terhadap dua atau lebih notaris yang berbeda. Sebaliknya pengaturan usia maksimal notaris tidak dapat dikatakan diskriminatif apabila dibandingkan dengan usia maksimal advokat yang tidak diatur dalam Undang-Undang Advokat.
Perbedaan ruang lingkup jabatan notaris dan profesi advokat juga menjadikan perbandingan keduanya tidak relevan. Sejalan dengan ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf a UUJN, notaris tidak diperkenankan untuk memihak kepada salah satu pihak dalam rangka pembuatan akta. Sebaliknya, Pasal 1 angka 2 UU Advokat menjelaskan ruang lingkup jasa hukum seorang advokat ialah mewakili kepentingan klien. Ketentuan ini mewajibkan advokat untuk senantiasa memihak kepentingan klien yang diwakili.
Oleh karena itu maka hubungan antara advokat dengan kliennya adalah hubungan kuasa dengan pertanggung jawaban yang bersifat perorangan. Sedangkan hubungan yang terbentuk antara notaris dan para pihak adalah hubungan masyarakat dengan pejabat, sehingga secara tidak langsung terdapat wibawa negara dalam jabatan notaris.
Selain menghindari kelalaian dalam pembuatan akta otentik, pembatasan usia maksimal merupakan salah satu langkah konkret pemerintah dalam menjaga keberlanjutan jabatan notaris. Berdasarkan Pasal 8 huruf c Pemenkumham Nomor 19 Tahun 2021 tentang Formasi Jabatan Notaris dan Penentuan Kategori Daerah, jumlah notaris yang telah memasuki usia pensiun menjadi salah satu variabel pengurang guna menghitung formasi jabatan di suatu daerah. Semakin besar jumlah notaris yang pensiun akan memperbesar jumlah formasi jabatan dan secara tidak langsung akan meningkatkan peluang bagi notaris yang lebih muda guna mengisi posisi tersebut. Sebaliknya, jika usia maksimal notaris ditingkatkan, maka akan menurunkan pula angka regenarasi jabatan.
“Pensiunnya notaris senior berarti membuka peluang bagi generasi muda untuk diangkat menjadi notaris. Prinsip keberlanjutan ini perlu dipertahankan oleh pemerintah mengingat pesatnya dinamika kehidupan bermasyarakat. Kebutuhan akan notaris yang memahami aspek-aspek digital menjadi kebutuhan yang tak terelakan dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional,” tegas Gratianus.
Pengaturan Usia Maksimal Notaris di Negara Lain
Lebih lanjut Gratianus menerangkan, keragaman penetapan batas usia bagi notaris di Eropa menunjukkan adanya penghargaan terhadap kedaulatan masing-masing negara guna menentukan sendiri hukumnya. Sebagai sebuah organisasi internasional yang menaungi negara-negara di Eropa, Uni Eropa hanya memberikan koridor untuk penetapan batas usia maksimal bagi profesi tertentu tidak boleh melanggar prinsip non-diskriminasi sebagaimana diatur dalam Article 6 Paragraph (1) Council Directive 2000/78/EC of 27 November 2000. Dalam ketentuan tersebut, Uni Eropa membuka kesempatan bagi para anggotanya untuk dapat memutuskan sendiri usia maksimal bagi profesi-profesi yang ada sejauh tidak melanggar prinsip non-diskriminatif.
“Adapun prinsip non-diskriminatif yang dianut oleh Uni-Eropa sejalan dengan pendapat MK mengenai batasan dalam diskriminasi,” ujarnya.
Sedangkan Ahli Pemerintah lainnya, Khoirunurrofik yang merupakan pengajar di Universitas Indonesia menyampaikan kebutuhan notaris di suatu daerah mempunyai hubungan kuat dengan perekonomian daerah dan demografi penduduk. Bagi daerah yang lebih kuota sebaiknya untuk sementara formasi ditiadakan dan daerah yang kurang kuota harus dibuka untuk mencapai distribusi pejabat notaris sesuai kebutuhan perekonomian dan demografi daerah.
Formasi notaris ini sebaiknya ditinjau tiap tahun untuk disesuaikan dengan sumber perekonomian dan demografi daerah terkini dan juga disesuaikan dengan kuota formasi yang mana terserap.
Baca juga:
Lagi, Aturan Batas Usia Jabatan Notaris Diuji
Pemohon Uji Batas Usia Jabatan Notaris Bertambah
Pemerintah Belum Siap, MK Tunda Sidang Uji Jabatan Notaris
Pemerintah: Persyaratan Usia dalam Jabatan Notaris Digunakan Sebagai Parameter
Pengurus Pusat INI Sebut Ikut Merugi Akibat Aturan Batas Usia Bagi Notaris
Ahli: Sebagian Besar Notaris Berusia 70 Tahun Masih Kompeten Menjalankan Tugasnya
Sebelumnya, sebanyak 22 notaris menguji aturan batas usia jabatan notaris sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris. Pemohon mendalilkan dengan dibatasinya masa pensiun notaris di umur 65 tahun akan berpotensi menjadi beban negara. Hal ini karena para notaris yang berusia 65 tahun tersebut tidak memiliki pemasukan karena diharuskan pensiun. Menurut Pemohon, hal tersebut tidak hanya akan menjadi beban keluarga, namun juga akan menjadi beban negara untuk memberikan bantuan dan perlindungan serta penghidupan yang layak bagi seorang notaris. Para Pemohon dirugikan dengan berlakunya Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris, yang dapat diperpanjang sampai berumur 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan.
Menurut para Pemohon, notaris yang telah berakhir masa jabatannya tetap harus bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya sesuai dengan penjelasan dalam Pasal 65 UU Jabatan Notaris, namun tidak terdapat perlindungan hukum terhadapnya. UU Jabatan Notaris tidak mengatur secara khusus mengenai perlindungan hukum bagi notaris yang telah berakhir masa jabatannya, sehingga dalam hal ini terjadi kekosongan hukum. Berdasarkan dalil permohonan tersebut, Pemohon menyebut ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris bertentangan dengan dengan Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (2), Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Untuk itu, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menyatakan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (2), Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina