SAMARINDA, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Arsul Sani resmi menutup Focus Group Discussion (FGD) Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2024 yang digelar Kamis – Sabtu (29 – 31/8/2024) di Samarinda, Kalimantan Timur. Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih juga memberikan ceramah kunci mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat final dan mengikat.
Enny menegaskan, putusan MK bersifat final dan mengikat sebagaimana diamanatkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945. Putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lagi yang dapat ditempuh.
Mahkamah juga mengenal asas ne bis in idem berupa larangan untuk kembali mengadili norma yang sebelumnya diuji. Kecuali, Pemohon bisa menyampaikan alasan-alasan permohonan yang berbeda dari pengujian sebelumnya yang dapat meyakinkan hakim konstitusi untuk menggeser pendiriannya sehingga menghasilkan tafsir konstitusionalitas berbeda.
Dia juga mengingatkan, bukan hanya amar putusan, pertimbangan hukum Mahkamah menjadi bagian dari putusan yang bersifat final dan mengikat. Dengan demikian, dia berpesan agar setiap warga negara memahami putusan Mahkamah Konstitusi secara komprehensif secara satu kesatuan.
“Pertimbangan hukum itu sesuatu yang mengikat, sehingga memahami putusan MK harus secara komprehensif,” ujar Enny.
Enny melanjutkan, MK pernah memutus perkara suatu permohonan yang Pemohonnya gagal menguraikan dengan jelas legal standing atau kedudukan hukumnya sehingga dinyatakan permohonan tidak dapat diterima. Namun, kata dia, Mahkamah merasa perlu menegaskan pemaknaan atau penafsiran terhadap suatu norma dalam undang-undang yang diuji Pemohon demi menjamin kepastian hukum melalui pertimbangan hukum.
Dengan demikian, dia berharap Pemohon mampu membangun argumentasi yang kuat dalam menyusun kedudukan hukum agar permohonannya dapat dipertimbangkan lebih lanjut oleh Mahkamah. Sebab, jika menguraikan kualifikasi sebagai Pemohon saja tidak baik, sulit bagi Pemohon bisa memenuhi syarat-syarat kerugian konstitusionalnya.
Di sisi lain, Enny mengapresiasi adanya kecenderungan peningkatan jumlah permohonan pengujian undang-undang yang diajukan generasi muda khususnya mahasiswa. Hal ini memperlihatkan adanya kesadaran hukum masyarakat, khususnya mengenai hak-hak konstusional.
Di samping itu, meskipun tugas Mahkamah telah selesai sampai pada putusan. MK memandang perlu melakukan monitoring dan evaluasi (monev) di tataran implementasi. Untuk itu, MK menggelar FGD pemantauan dan evaluasi pelaksanaan bekerja sama dengan Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (FH Unmul)
Arsul berharap, MK maupun Universitas Mulawarman mendapatkan manfaat dari diselenggarakannya kegiatan ini. Hasil dari FGD diharapkan dapat menopang tugas masing-masing institusi/lembaga di kemudian hari.
“Dengan kegiatan monev ini maka baik Mahkamah Konstitusi maupun para peserta khususnya FH Unmul sama-sama mendapatkan manfaat ada simbiosis mutualisme yang tentu akan membuat tugas kita masing-masing ke depan itu akan menjadi lebih baik,” tutur Arsul.
Baca juga: MK-Unmul Gelar Monitoring dan Evaluasi Implementasi Putusan Pengujian Undang-Undang
Sebagai informasi, kelima putusan MK yang dimonev tersebut, yaitu Putusan Nomor 45/PUU-IX/2011 mengenai status kawasan hutan yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah; Putusan Nomor 35/PUU-X/2012 mengenai tanah ulayat masyarakat hukum adat, hutan adat sebagai hutan negara; Putusan Nomor 95/PUU-XII/2014 mengenai hak masyarakat hukum adat, ketentuan, penataan, pengaturan, pengelolaan hutan oleh negara atau pemerintah; Putusan Nomor 24/PUU-XXII/2024 mengenai larangan pengajuan peninjauan kembali bagi badan/pejabat Tata Usaha Negara (TUN) dalam sengketa TUN pascaputusan MK; serta Putusan Nomor 37/PUU-XIX/2021 mengenai pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta korelasinya terhadap kerusakan lingkungan dan kriminalisasi bagi masyarakat yang melakukan upaya advokasi. Peserta FGD ialah Pemohon masing-masing perkara, pembentuk undang-undang, pembuat regulasi, pengambil kebijakan, maupun para pihak yang terdampak langsung atas putusan MK dimaksud.(*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.