JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang permohonan uji materiil Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Jabatan Notaris) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (22/8/2024). Perkara Nomor 14/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh 22 notaris yang mempermasalahkan batas usia pensiun notaris yang diatur dalam undang-undang tersebut.
Suparji Ahmad yang merupakan Pakar Hukum Universitas Al-Azhar dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo mengatakan, perpanjangan masa jabatan Notaris merupakan isu konstitusional dan bukan merupakan open legal policy. Hal ini karena ada pembatasan usia notaris merupakan ketidakadilan yang intolerable, apabila dibandingkan dengan profesi lainnya yang tidak ada pembatasan. Maka, lanjut Suparji, jelas hal tersebut terdapat pembedaan-pembedaan dengan profesi notaris serta melanggar moralitas—secara moralitas profesi notaris merupakan profesi yang tidak membebankan negara. Untuk itu, negara wajib untuk menempatkan posisi notaris pada posisi yang sebenarnya sebagai profesi yang tidak membebani keuangan negara, justru sebagai garda terdepan dalam menambah pemasukan negara.
“Masa pensiun notaris merupakan isu konstitusionalitas norma terhadap UUD 1945, karena konstitusi telah memberikan jaminan perlindungan bagi Warga Negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak, mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhannya, memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan, mendapatkan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum serta terbebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif tanpa terkecuali dengan alasan apa pun, termasuk bagi mereka yang memiliki jabatan sebagai notaris,” sebut Suparji.
Menurut Suparji, salah satu kriteria yang tidak terpenuhi sebagai open legal policy yang konstitusional berhubungan dengan ketidakadilan intolerable yang tidak jelas, seperti bagaimana yang dimaksud dengan ketidakadilan intolerable.
Ketidakjelasan tersebut, sambung Suparji, maka ditafsirkan termasuk ke dalam ketidakadilan intolerable adalah pengajuan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UUJN, yang mengatur notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya apabila telah berumur 65 tahun (enam puluh lima). Selain itu, melalui jabatan notaris dapat diperpanjang sampai berumur 67 tahun (enam puluh tujuh) dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan menjadi inkonstitusional karena tidak memberikan jaminan perlindungan bagi notaris sebagai warga negara yang mempunyai jabatan sebagai notaris mengakibatkan pemohon yang usianya 67 tahun (enam puluh tujuh) dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan menjadi tidak dapat melanjutkan kerjanya padahal tidak menjadi beban keuangan negara. Selain itu, mempersoalkan syarat usia tidak dilarang oleh UUD 1945, karena tidak diaturnya batas usia jabatan notaris secara eksplisit.
“Untuk itu, menurut ahli terhadap profesi yang tidak menuntut adanya biaya oleh negara, maka tidak perlu adanya pembatasan usia pensiunnya,” ujar Suparji.
Batasan Usia Pensiun
Terkait dengan batas usia pensiun notaris, Suparji menyebut, apabila mengacu kepada angka harapan hidup manusia Indonesia yang terus meningkat, potensi mencegah pengangguran pasca-notaris pensiun, dan tidak ada kesejajaran dengan profesi-profesi lainnya serta beban pertanggungjawaban yang harus ditanggung oleh notaris sampai dengan sumur hirup, maka sudah selayaknya batas usia notaris sampai dengan 70 tahun atau dapat diperpanjang sepanjang kesehatan yang bersangkutan memenuhi persyaratan.
Sehingga, Suparji menegaskan, negara rugi jika membatasi usia notaris, karena notaris selain tidak membebani anggaran negara, juga merupakan profesi yang merupakan garda terdepan dalam membantu pemasukan negara.
Mahkamah Dapat Memutus
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Ilmu Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menyampaikan terhadap regulasi kebijakan hukum terbuka, Mahkamah tetap dapat memutus perkara terkait bilamana kebijakan yang dimaksudkan ternyata melanggar batasan kebijakan hukum terbuka yang telah ditetapkan oleh Mahkamah melalui putusan-putusannya. Hal ini juga telah dilakukan oleh Mahkamah dalam preseden putusan uji materi terkait open legal policy dalam perkara-perkara sebelumnya.
Bayu menjelaskan, dengan memperhatikan persamaan substantif yang terdapat dalam notaris dan profesi yang sejenis seperti advokat, telah memperlihatkan adanya perbedaan yang diskriminatif antarkeduanya yang mengakibatkan ketidakadilan yang intolerable. Ia menyebut, ketentuan pembatasan usia jabatan notaris adalah regulasi yang diskriminasi, tidak rasional, mengakibatkan ketidakadilan yang intolerable. Dengan demikian merupakan juga pelanggaran Konstitusi, yaitu perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif dalam Pasal 281 ayat (2); tentang kepastian hukum yang adil dalam Pasal 28D ayat (1); tentang hak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dalam Pasal 28C ayat (1); dan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.
Dengan uraian yang disebutkan di atas, ia melanjutkan, maka hendaknya perkara ini untuk diselesaikan melalui Putusan Mahkamah. Hal ini dikarenakan ketika Mahkamah menemukan adanya open legal policy yang menyimpangi batasan open legal policy. Dalam Putusannya, Mahkamah memilih untuk menyerahkannya kepada lembaga pembentuk undang-undang, ternyata ditemukan fakta pembentuk undang-undang sangat lambat dalam menindaklanjutinya. Dampak dari lambatnya perubahan undang-undang dimaksud adalah pada pemenuhan keadilan dan hak konstitusional warga negara.
Dalam sidang tersebut, hadir pula Andira Budiutami yang menjadi Saksi Pemohon. Dalam kesaksiannya, Andiri menceritakan tentang kakeknya yang dulu diharuskan pensiun pada usia 65 tahun. Menurutnya, kakeknya kala itu masih dalam kondisi yang sehat baik fisik maupun psikis.
“Setelah tidak lagi berprofesi sebagai notaris, Yangkung melanjutkan aktivitasnya dengan mengajar di Universitas Indonesia dan rutin bermain golf untuk mengisi waktu luang. Namun, kehilangan profesi yang sangat dicintainya berdampak signifikan pada kondisi psikologisnya, yang akhirnya menyebabkan penurunan kesehatannya. Sebelumnya, Yangkung dan beberapa notaris lain telah berusaha untuk melakukan upaya hukum agar profesi notaris tidak dibatasi oleh usia, namun usaha tersebut belum berhasil,” ungkap Andira.
Baca juga:
Lagi, Aturan Batas Usia Jabatan Notaris Diuji
Pemohon Uji Batas Usia Jabatan Notaris Bertambah
Pemerintah Belum Siap, MK Tunda Sidang Uji Jabatan Notaris
Pemerintah: Persyaratan Usia dalam Jabatan Notaris Digunakan Sebagai Parameter
Sebelumnya, sebanyak 22 notaris menguji aturan batas usia jabatan notaris sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris. Pemohon mendalilkan dengan dibatasinya masa pensiun notaris di umur 65 tahun akan berpotensi menjadi beban negara. Hal ini karena para notaris yang berusia 65 tahun tersebut tidak memiliki pemasukan karena diharuskan pensiun. Menurut Pemohon, hal tersebut tidak hanya akan menjadi beban keluarga, namun juga akan menjadi beban negara untuk memberikan bantuan dan perlindungan serta penghidupan yang layak bagi seorang notaris. Para Pemohon dirugikan dengan berlakunya Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris, yang dapat diperpanjang sampai berumur 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan.
Menurut para Pemohon, notaris yang telah berakhir masa jabatannya tetap harus bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya sesuai dengan penjelasan dalam Pasal 65 UU Jabatan Notaris, namun tidak terdapat perlindungan hukum terhadapnya. UU Jabatan Notaris tidak mengatur secara khusus mengenai perlindungan hukum bagi notaris yang telah berakhir masa jabatannya, sehingga dalam hal ini terjadi kekosongan hukum. Berdasarkan dalil permohonan tersebut, Pemohon menyebut ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris bertentangan dengan dengan Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (2), Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Untuk itu, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menyatakan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (2), Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina