JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Sidang Pengucapan Putusan Nomor 48/PUU-XXII/2024 digelar di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK pada Selasa (20/8/2024).
Wakil Ketua MK Saldi Isra membacakan pertimbangan hukum Mahkamah mengenai permohonan yang diajukan oleh Ahmad Kanedi dan tujuh Pemohon perseorangan lainnya ini. Para Pemohon mendalilkan Pasal 252 ayat (1) UU 17/2014 yang dinilai menimbulkan problem kelembagaan bagi DPD karena jumlah anggota DPD yang hanya empat orang. Terhadap hal tersebut, penentuan batasan jumlah anggota DPD sebanyak empat orang pada setiap provinsi menjadi kewenangan dari pembentuk undang-undang. Secara kelembagaan, seharusnya DPD berupaya mengubah jumlah tersebut dengan mengubah UU 17/2014.
“Menurut Mahkamah, pengambilan keputusan politik ketatanegaraan di MPR diusahakan terlebih dahulu menggunakan mekanisme musyawarah dan mufakat sejalan dengan Sila Keempat Pancasila. Mekanisme tersebut diharapkan dapat menciptakan suasana kekeluargaan dan semangat gotong royong untuk memastikan keputusan yang diambil adalah adil dan dapat diterima semua pihak sebagai upaya untuk menyatukan semua elemen kekuatan bangsa,” sebut Saldi.
Kemudian berkenaan dengan norma Pasal 196 UU 7/2017, sambung Saldi, norma ini harus dibaca sebagai tindak lanjut dari jumlah anggota DPD yang ditentukan dalam Pasal 252 ayat (1) UU 17/2014. Oleh karena norma Pasal 252 ayat (1) UU 17/2014 konstitusional dan tidak bertentangan dengan Pasal 22C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, norma Pasal 196 UU 7/2017 harus dinyatakan tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Dengan demikian, permohonan para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Sebagai informasi, dalam Sidang Pendahuluan pada Kamis (4/7/2024) para Pemohon mempersoalkan Pasal 252 ayat (1) UU 17/2014 dan Pasal 196 UU 7/2017. Para Pemohon membandingkan antara jumlah kursi anggota DPR maupun pengaturannya dalam daerah pemilihan sebagaimana Pasal 186 dan Pasal 187 ayat (2) UU 7/2017 dan jumlah anggota maupun jumlah kursi DPD tiap provinsi sebagaimana diatur dalam Pasal 252 ayat (1) UU 17/2014 dan Pasal 196 UU 7/2017 yang dimohonkan pengujian. Menurut mereka kedua pasal tersebut melanggar proporsionalitas dan keadilan bagi Para Pemohon.
Sebab para Pemohon yang memperoleh suara peringkat kelima di daerah pemilihannya dipastikan tidak akan terpilih menjadi anggota DPD dari provinsi-provinsi sebagaimana tersebut di atas pada Pemiliu 2024. Bahwa letak ketidakproporsionalitasan tersebut karena jumlah anggota DPR RI yang sebanyak 575 tidak proporsional dengan jumlah kursi DPD setiap provinsi yang hanya 152, sementara menurut Pasal 22C ayat (2) UUD 1945 menghendaki tidak lebih dari sepertiga. Namun tidak lebih dari sepertiga tersebut pada nyatanya masih jauh di bawah sepertiga, yang berarti tidak proporsional sehingga harus dipandang inskonstitusional. Lebih lanjut para Pemohon mengatakan, ketidakadilan terletak dalam penentuan jumlah kursi DPR pembentuk undang-undang menentukan jumlah yaitu paling sedikit sedikit 3 kursi dan paling banyak 10 kursi.
Bahwa para Pemohon merupakan calon anggota DPD periode 2024-2029 yang menempati peringkat kelima dalam perolehan suara calon anggota DPD berbagai daerah pemilihan, yaitu Provinsi Bengkulu, Provinsi Gorontalo, Provinsi Aceh, Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Riau. Dengan peringkat kelima, para Pemohon tidak dapat ditetapkan menjadi anggota DPD terpilih di masing-masing daerah pemilihan mereka oleh karena keberlakuan norma pasal-pasal yang diuji. Selain itu, para Pemohon melihat adanya ketidaksetaraan dalam kewenangan dan jumlah anggota antara DPD RI dan DPR RI yang salah satunya disebabkan oleh keberadaan pasal-pasal tersebut. Untuk itu, Para Pemohon memohon kepada MK agar Pasal 252 ayat (1) UU 17/2014 dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak 5 (lima) orang”. Demikian juga terhadap Pasal 196 UU 7/2017, MK diminta para Pemohon untuk menyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan 5 (lima).” (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha