JAKARTA, HUMAS MKRI – Permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) dinyatakan tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang Pengucapan Putusan dari permohonan Bansawan (Pemohon) yang menguji Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 9 ayat (2) UU Tapera ini digelar pada Selasa (20/8/2024).
Mahkamah dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyebutkan, pada 23 Juli 2024, telah dilaksanakan Sidang Pemeriksaan Pendahuluan terhadap perkara ini. Majelis Sidang Panel telah memberi nasihat kepada Pemohon agar memperbaiki petitum sesuai dengan format petitum yang lazim digunakan dalam pengujian undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d PMK 2/2021.
Namun demikian, Pemohon tidak hadir dalam persidangan berikutnya dengan agenda menyampaikan perbaikan permohonan dan Pemohon tidak menyerahkan perbaikan permohonan. Sehingga, sambung Enny, Mahkamah tidak bisa menelusuri terhadap hal yang dinasihatkan tersebut sudah diakomodasi oleh Pemohon. Terhadap permohonan awal Pemohon, apabila dicermati petitumnya saling berkelindan namun bersifat kontradiktif. Bahwa Pemohon kepada Mahkamah untuk menyatakan norma pasal yang dimohonkan pengujian bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat dengan mencantumkan/memuat frasa “dengan keinginan sendiri secara sukarela”.
“Dengan demikian, Mahkamah tidak mungkin mengabulkan salah satu di antaranya, mengingat antara petitum yang satu dengan yang lainnya saling bertentangan. Di samping itu, jika dicermati lebih lanjut, petitum Pemohon juga dirumuskan tidak seperti petitum yang lazim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d PMK 2/2021. Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, Mahkamah berpendapat permohonan Pemohon adalah tidak jelas atau kabur,” ucap Hakim Konstitusi Enny terhadap Perkara Nomor 76/PUU-XXII/2024 ini.
Baca juga: Pekerja Lepas Uji Konstitusionalitas Kewajiban Kepesertaan Tapera Bagi Pekerja di Indonesia
Pada Sidang Pendahuluan yang digelar Senin (23/7/2024) lalu, Ferdian Sutanto dan Laura Donna selaku kuasa hukum Pemohon secara bergantian menyampaikan pokok-pokok permohonan. Pemohon mendalilkan kendati aturan Tapera baru akan berlaku pada 2027 dan saat ini belum menjadi kerugian konstitusional baginya, namun hal tersebut berpotensi merugikan saat mulai diberlakukannya bagi setiap warga negara Indonesia. Pemohon juga menyebut uang hasil jerih payah Pemohon yang bekerja ini, sambung Ferdian, akan wajib diberikan kepada negara, sedangkan tabungan seharusnya bersifat pilihan dan sesuai dengan keinginan sendiri secara sukarela. Sehingga, jika pada 2027 diberlakukannya UU Tapera dapat dipastikan hal ini tidak sejalan dengan Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta kepada Majelis Hakim agar menyatakan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 9 ayat (2) UU Tapera Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Peserta Tapera yang selanjutnya disebut peserta adalah setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan yang telah membayar simpanan” menjadi “Peserta Tapera yang selanjutnya disebut peserta adalah setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan yang telah membayar simpanan, dengan keinginan sendiri secara sukarela”. Sedangkan untuk Pasal 9 ayat (2) yang berbunyi semula berbunyi: “Pekerja Mandiri sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) harus mendaftarkan dirinya sendiri kepada BP Tapera untuk menjadi peserta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 9 ayat (2) UU Tapera harus dimaknai “Pekerja Mandiri sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) harus mendaftarkan dirinya sendiri kepada BP Tapera untuk menjadi peserta, dengan keinginan sendiri secara sukarela”. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan