JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Tahun 2024 atas permohonan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli serta memeriksa dan mengesahkan alat bukti tambahan dari para pihak pada Kamis (15/8/2024). Sidang ketiga untuk Perkara Nomor 292-01-15-33/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 ini, dilaksanakan oleh Majelis Sidang Panel 2 yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Arsul Sani.
Dalam sidang ini, PSI (Pemohon) menghadirkan saksi di antaranya Iriana Soffel (PSI), Ilham Maso (Partai Perindo), dan Achmad Muchlis Welerubun (Pattai Hanura) serta Khairul Fahmi sebagai Ahli. Sedangkan pihak KPU (Termohon) menghadirkan saksi di antaranya, Efra Jerianto Tunya, Marice Leone Suebu. Sementara Pihak Terkait (Partai NasDem) menghadirkan saksi yakni Erool Moddy dan Andreas Wakum.
Iriana Stoffel yang merupakan saksi mandat dari PSI menceritakan proses pelaksanaan rekapitulasi ulang suara yang menyebutkan kejadian yang dinilainya merugikan PSI utamanya pengurangan suara partai. Saat pelaksanaan agenda rekapitulasi suara ulang yang dilakukan di tingkat distrik, lembar C. Hasil tidak di ambil dari dalam kotak suara melainkan dibawa dari gudang logistik dengan 10 kontainer.
“Suara yang dihitung ulang didatangkan dari gudang logistik ke lokasi penghitungan itu ada 10 kontainer, jadi kotak suaranya tidak dibawa. Jadi hanya ada C.Hasil saja dan kotak suaranya tidak ada,” cerita Iriana.
Selain itu, sambung Iriana, pada proses pelaksanaan rekapitulasi suara ulang saksi hanya melakukan protes lisan karena kegiatan sering diskors. Saksi baru mengajukan protes saat pelaksanaan pembacaan hasil yang diikuti pada Panel 2 (dalam rekapitulasi suara ulang diselenggarakan dalam dua panel).
“Keberatan yang dilakukan ini karena kami merasa suara kurang banyak, dan ini kelihatan di Sirekap ada merah dan itu berarti ada perbedaan perolehan suara yang awal dengan yang ada saat itu di tingkat distrik. Namun saat rekapitulasi di tingkat kabupaten angka pada Sirekap tidak merah lagi,” jelas Iriana.
Permasalahan Saat Rekapitulasi
Berikutnya Ilham Maso sebagai saksi dari Partai Perindo yang dihadirkan Pemohon menceritakan tentang jalannya pelaksanaan rekapitulasi suara ulang yang dihadirinya pada Panel 2. “Pada saat persandingan data terdapat data bermasalah pada 10 TPS yang ada di Kelurahan Hinekombe. Jumlah suara berbeda dengan C. Hasil dan bahkan terjadi pergeseran perolehan suara dari caleg ke partai (Partai Perindo). Saat melakukan rekapitulasi, saksi berkoordinasi dengan saksi Partai Perindo lainnya atas penambahan 992 suara dan mengajukan surat keberatan pada 29 Juni dan menyerahkan kepada KPU pada 30 Juni 2024,” sampai Ilham.
Kemudian Achmad Muchlis Welerubun dalam kesaksiannya menyebutkan saat rekapitulasi berlangsung mendapati perolehan suara yang tertera berbeda, yakni pengguna hak pilih lebih besar jumlahnya daripada suara sah dan tidak sah. Saksi pun melakukan protes secara lisan. “Selain itu, kotak suara yang dibawa waktu itu kotak suara pemilu presiden dan wakil presiden dan isinya surat suara pileg untuk pemilihan anggota DPRD Provinsi,” sampai Achmad.
Keputusan Tidak Sah
Sementara ahli yang dihadirkan Pemohon yakni Khairul Fahmi memberikan pandangan mengenai pelaksanaan rekapitulasi suara ulang yang dilakukan KPU melewati batas waktu yang telah ditentukan dalam Putusan MK pada 10 Juni 2024 lalu. Bahwa berdasar Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945, putusan MK bersifat final, yang bermakna putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum mengikat sejak diucapkan, sehingga harus dilaksanakan sebagaimana dikehendaki oleh putusan itu sendiri. Namun rekapitulasi suara ulang yang dilakukan tidak sesuai dengan perintah putusan tersebut. Hal demikian mengindikasikan suatu tindakan melanggar hukum yang berdampak pada keberadaan keputusan yang diterbitkan (dalam hal ini Keputusan KPU). “Keputusan yang diambil atas pelanggaran atas perintah pengadilan akan berkonsekuensi terhadap batal atau dapat dibatalkannya keputusan yang dimaksud,” jelas Khairul yang hadir secara daring.
Sementara dari perspektif hukum administrasi pemerintahan menurut Khairul, sikap atau tindakan KPU Provinsi Papua tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan sewenang-wenang. Sebab dilakukan secara bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sebagai konsekuensinya, sambung Khairul, setiap keputusan yang diambil secara sewenang-wenang merupakan keputusan yang tidak sah.
“Oleh karenanya, keputusan tersebut patut diuji dan dinilai kembali oleh MK sebagai peradilan yang berwenang memeriksa dan mengadili perselisihan hasil pemilihan umum. Jika keputusan yang dihasilkan KPU bertentangan dengan perintah Putusan MK Nomor 17-01-05-33/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 tanggal 10 Juni 2024, maka MK patut menyatakan keputusan terkait hasil rekapitulasi suara ulang di Distrik Sentani sebagai keputusan yang tidak sah sehingga harus dibatalkan” sebut Khairul.
Terkoreksi Benar
Erool Moddy selaku saksi mandate di distrik hingga provinsi dari Partai NasDem (Pihak Terkait) menceritakan rekapitulasi suara ulang berjalan dengan lancar hingga berakhirnya kegiatan, baik dari KPU dan Bawaslu menjalankan semua tugas dengan baik. “Semua terkoreksi sebagaimana mestinya dan pada saat rekapitulasi itu NasDem dapat dua kursi dengan perolehan suara posisi ke-9. Sementara soal Bawaslu, saat skors tetap ada stafnya di dalam kegiatan rekapitulasi dan tidak sepenuhnya tidak ada stafnya,” sampai Erool yang memberikan keterangan secara daring dari Papua.
C.Hasil yang Hilang
Ketua PPD Sentani Efra Jerianto Tunya menceritakan garis besar pelaksanaan pleno tingkat distrik yang dilakukan sejak 27 Juni hingga 2 Juli 2024 yang dihadiri seluruh pihak, baik KPU, Bawaslu, saksi, dan kepolisian. Sementara soal keterlambatan yang dialami KPU dalam melakukan rekapitulasi, Efra mengatakan bahwa pada 28 Juni 2024 diketahui ada formulir C.Hasil dari dua TPS dan tiga partai yang hilang. Barulah pada 30 Juni 2024 dilakukan pencarian dan baru ditemukan untuk 2 TPS pada hari yang sama, sedangkan untuk 3 partai politik yang tidak ditemukan tersebut dilakukan pencetakan form C.Hasil dan penghitungannya dilakukan pada 2 Juli 2024.
“Bawaslu mengeluarkan saran perbaikan untuk mekanisme pelaksanaan putusan MK, di mana KPU cari C.Hasil pada 2 TPS dan KPU menindaklanjuti pada 30 Juni 2024. Kemudian hanya ditemukan untuk TPS yang dua dan untuk 3 partai itu per 30 Juni 2024 itu dikasih saran perbaikan dan dilaksanakan KPU pada 1 Juli 2024 dengan mengambil kotak di gudang. Untuk 3 TPS kami tidak langsung melakukan penghitungan, karena kami menunggu izin pencetakan dari KPU Pusat dan penghitungan hitung ulang itu baru dilakukan pada 2 Juli 2024,” sampai Marice Leone Suebu menambahkan keterangan dari Termohon.
Baca juga:
KPU Kabupaten Jayapura Jelaskan Perpanjangan Waktu Rekapitulasi Suara Ulang Distrik Sentani
PSI: Rekapitulasi Suara Ulang di Distrik Sentani Dapil Papua 3 Bermasalah
Sebagai informasi, pascaputusan Mahkamah Konstitusi pada 10 Juni 2024 lalu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Tahun 2024 ke MK untuk pengisian calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Papua daerah pemilihan (dapil) Papua 3. PSI meminta pembatalan Keputusan KPU Nomor 1050 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 yang diumumkan secara nasional pada Minggu, 28 Juli 2024 pukul 17.44 WIB ke MK.
Dalam persidangan pendahuluan yang digelar di MK pada Jumat (9/8/2024), kuasa hukum PSI, Francine Widjojo dan Dede Gustiwan menyampaikan beberapa pokok permohonan. Salah satunya, sepanjang terkait perolehan suara untuk keanggotaan DPRD Provinsi Papua Tahun 2024 Dapil Papua 3 pada Distrik Sentani dinilai tidak sah dan cacat hukum karena Rekapitulasi Suara Ulang di Distrik Sentani telah melewati batas waktu yang ditentukan dalam Amar putusan MK Nomor 17-01-05-33/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 dan Putusan MK 202-01-08-33/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 tanggal 10 Juni 2024.
Untuk itu, PSI memohon agar mahkamah membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1050 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360 Tahun 2024 Tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 sepanjang perolehan suara untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua Daerah Pemilihan Papua 3, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua pada Distrik Sentani karena telah melewati batas waktu yang ditentukan dalam Putusan MK Nomor 17-01-05-33/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 dan Putusan MK 202-01-08-33/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 tanggal 10 Juni 2024.
Baca juga:
MK Perintahkan Rekapitulasi Ulang 225 TPS Distrik Sentani Papua
PKS Dalilkan Pengurangan Perolehan Suara di Distrik Sentani Dapil Papua 3
Saksi PKS Tak Terima D.Hasil Rekapitulasi Tingkat Distrik Sentani Hingga Kehilangan 13 Suara
Lokus Tak Jelas, KPU Bantah Dalil Perolehan Suara PKS Distrik Sentani Dapil Papua III
Baca juga:
KPU Harus Rekapitulasi Suara Ulang Distrik Sentani Untuk DPRP Dapil Papua 3
PHPU NasDem untuk DPRP Papua 3 Berlanjut ke Sidang Pembuktian
NasDem Sebut Kehilangan Kursi DPRP Dapil Papua 3
Saksi Sebut Suara NasDem Berkurang di Papua Dapil 3
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: N. Rosi.
Humas: Fauzan F.