JAKARTA, HUMAS MKRI – Seorang warga Surakarta, Aufaa Luqmana Rea mengajukan permohonan pengujian materi Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada). Menurut Pemohon, banyak penafsiran mengenai ketentuan syarat usia paling rendah untuk menjadi calon kepala daerah sehingga tidak ada kepastian hukum dalam pasal tersebut.
“Saat ini terlalu banyak penafsiran umur 30 tahun cagub/cawagub, saat pelantikan, saat pendaftaran, saat penetapan, dan saat pencoblosan. Untuk itu, Pemohon mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi untuk mendapatkan kepastian hukum bahwa ketentuan umur 30 tahun cagub/cawagub pada saat pemungutan suara,” ujar Aufaa yang mengikuti persidangan secara daring, Senin (5/8/2024).
Aufaa mengatakan, aturan yang tidak memberikan kepastian hukum dimanfaatkan beberapa orang untuk mendukung calon gubernur yang sebenarnya belum memenuhi persyaratan untuk maju dalam pilkada gubernur tahun 2024. Dia menyebut, Kaesang Pangarep yang lahir pada 25 Desember 1994 belum memenuhi syarat untuk diajukan sebagai calon gubernur maupun calon wakil gubernur.
Jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka pendaftaran pasangan calon pada 27-29 Agustus 2024, maka Kaesang masih berusia 29 tahun sehingga belum memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf e. Sebab, menurut Pemohon, kata “calon” dalam pasal tersebut menandakan aturan berlaku pada saat pendaftaran pasangan calon atau maksimal saat pelaksanaan pemungutan suara. Kalau diartikan berlaku pada saat pelantikan, maka kata yang dipakai dalam pasal tersebut seharusnya adalah pasangan calon terpilih.
Sementara, KPU melalui Peraturan KPU (PKPU) memaknai usia calon gubernur/calon wakil gubernur adalah pada saat pelantikan pasangan terpilih menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) yang menafsirkan kembali PKPU tersebut. Di sisi lain, selama ini jadwal pelantikan masing-masing kepala daerah pun berbeda atau tidak bersamaan karena berakhirnya masa jabatan kepala daerah berbeda.
“Terdapat kegamangan dan kebingungan KPU dalam menentukan usia pada saat pelantikan terbukti berbeda keterangan Ketua KPU Hasyim Asyari pada saat masih menjabat dan belum dicopot karena asusila,” kata Aufaa.
Dengan demikian, dalam petitumnya Pemohon memohon kepada Mahkamah agar menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai, “berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur, dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon walikota dan wakil walikota, terhitung pada saat pada saat pelaksanaan pemungutan suara pasangan calon.
Nasihat Hakim
Persidangan Perkara Nomor 99/PUU-XXII/2024 ini dilaksanakan Majelis Hakim Panel yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Arsul Sani. Arsul dan Arief menyinggung judul permohonan Pemohon atau bagian perihal yang tertulis “Kaesang Dilarang Jadi Gubernur”.
“Sebaiknya judul permohonan yang berbunyi Kaesang Dilarang Jadi Gubernur itu tidak perlu ada,” tutur Arsul.
Sementara, Arief mengatakan, permohonan harus memenuhi unsur kepatutan, kewajaran, dan kesopanan. Menurutnya, tulisan “Kaesang Dilarang Jadi Gubernur” yang bersifat provokatif dalam permohonan menjadi hal yang tidak lazim sehingga seharusnya tidak ada.
“Supaya dihapus, ini provokatif, enggak boleh bikin permohonan begini, seolah-olah memprovokasikan orang Indonesia atau memprovokasi hakim supaya memutus seperti apa yang diinginkan ini, enggak benar ini, apalagi kita di Indonesia berhukum itu harus berkarakter Pancasila,” jelas Arief.
Sebelum menutup persidangan, Saldi menginformasikan, Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Pemohon dapat menyerahkan perbaikan permohonan kepada Mahkamah paling lambat 19 Agustus 2024 pukul 11.00 WIB.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: N. Rosi
Humas: Fauzan F.