JAKARTA, HUMAS MKRI – Notaris bernama Anisitus Amanat mengajukan uji materiil Pasal 8 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Jabatan Notaris) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 84/PUU-XXII/2024 ini dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno MK pada Kamis (1/8/2024).
Pasal 8 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU Jabatan Notaris menyatakan, “(1) Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena: …. b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun; (2) Ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diperpanjang sampai berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan.” Pasal tersebut menurut Pemohon bertentangan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945.
Anisitus yang hadir secara daring ini menyebutkan dirinya dirugikan karena ambang batas usia seorang notaris diberhentikan dengan hormat dari jabatannya ketika sudah memasuki usia 65 tahun dan dapat diperpanjang hingga usia 67 tahun dengan pertimbangan kesehatan. Sementara dalam profesi seorang advokat, tidak ada batas usia demikian padahal sama-sama menjalankan profesi di bidang hukum dan tidak mendapatkan gaji dan tunjangan lainnya dari keuangan negara sebagaimana disebutkan pada Pasal 9 ayat (1) UU Advokat. Hal tersebut menurut Pemohon menjadi bukti perlakukan yang tidak sama dihadapan hukum antara notaris dan advokat sebagaimana dijamin Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI 1945.
“Pemohon tidak dapat bekerja untuk mendapatkan penghasilan di hari tua, Pemohon sesungguhnya secara fisik masih sehat untuk bekerja, tetapi karena ambang batas usia itu saya tidak boleh mencari pekerjaan padahal masih sehat untuk bekerja,” sampai Anisitus pada Sidang Majelis Panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Arsul Sani sebagai hakim anggota.
Lebih lanjut Pemohon menyebutkan bahwa selama norma pemberhentian dengan hormat hanya ada pada notaris dan pada saat bersamaan norma serupa tidak ada pada profesi advokat yang sama-sama tidak mendapatkan sumbangsih dari uang negara, maka selama itu pula profesi notaris belum mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan yang bersifat diskriminatif.
Untuk itu, Pemohon meminta Mahkamah agar mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Pemohon juga meminta Mahkamah untuk menyatakan norma hukum dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b yang dilanjutkan pada ayat (2) UU Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang sampai berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun sebagai conditionally constitutional (konstitusional bersyarat) sepanjang tidak dimaknai bahwa Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena tidak sehat jasmani dan/atau rohani berdasarkan keterangan dokter yang berwenang di usia berapapun.
Nasihat Hakim
Hakim Konstitusi Arsul dalam nasihat hakim menyebutkan terhadap perumusan pasal yang diujikan Pemohon harus disempurnakan sebagaimana mestinya, berupa penulisan pasal sesuai ketentuan yang lazim dalam uji undnag-undang di MK.
“Berikutnya Pemohon mengetahui Perkara Nomor 14/PUU-XXII/2024 yang juga memperkarakan pasal yang sama, namun Pemohon mengakui perkara ini memililiki petitum yang berbeda. Atas hal ini jika ada notaris di usia 35 tahun lalu sakit stroke dengan surat dokter ini sementara usia pensiunnya masih jauh di usia 67 tahun, sementara karena sakit itu dia diberhentikan sebagai notaris, karena kalau sudah diberhentikan itu tidak bisa lagi bekerja sebagai notaris. Apakah ini tidak membahayakan notaris lainnya?” saran Hakim Konstitusi Arsul.
Berikutnya, Hakim Konstitusi Arief memberikan catatan agar Pemohon memperbaiki menyangkut perihal, uraian dasar hukum kewenangan Mahkamah, posita dalma pokok permohonan yang diinginkan maka harus mampu membuat hakim teryakini unutk menggeser atas yang telah diputus pada perkara sebelumnya. “Perbaiki petitum yang dimintakan, apakah benar seperti ini karena ini sejatinya belum selaras dengan positanya,” jelas Hakim Konstitusi Arief.
Pada akhir persidangan Hakim Konstitusi Arief mengatakan Pemohon diberikan waktu selama 14 hari unutk memperbaiki permohonannya. Sehingga selambat-lambatnya dapat menyerahkan naskah perbaikan pada Rabu, 14 Agustus 2024 pukul 14.00 WIB ke Kepaniteraan MK. Untuk kemudian dijadwalkan sidang selanjutnya dengan agenda mendengarkan pokok-pokok perbaikan yang telah dilakukan Pemohon. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan