JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan tiga perkara sekaligus yaitu Perkara Nomor 88/PUU-XXII/2024, 89/PUU-XXII/2024, dan 90/PUU-XXII/2024 pada Senin (29/7/2024). Para Pemohon menguji Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) karena mempersoalkan kapan batas usia minimum setiap calon terhitung.
Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada berbunyi, “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: e. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.”
Pada pokoknya, para Pemohon mempermasalahkan belum adanya rumusan waktu batas usia minimum calon kepala daerah terhitung. Sehingga, ketentuan yang diuji tersebut tidak menjamin kepastian hukum terhadap hak memilih sebagai hak konstitusional yang dimiliki oleh para Pemohon dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
“Karena pasal a quo tidak merumuskan dengan jelas tentang kapankah batas usia calon dimaksud terhitung,” ujar Pemohon Perkara Nomor 90/PUU-XXII/2024, Syukur Destieli Gulo, di hadapan Majelis Hakim Panel yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Arsul Sani di Ruang Sidang Panel MK.
Para Pemohon menjelaskan, ketentuan dimaksud menjadi dasar Komisi Pemilihan Umum (KPU) merumuskan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020. Dalam aturan tersebut, KPU menyebutkan calon kepala daerah memenuhi persyaratan berusia paling rendah calon kepala daerah terhitung sejak penetapan pasangan calon.
Namun, Mahkamah Agung (MA) melalui Putusannya memaknai ketentuan PKPU itu menjadi batas usia paling rendah calon kepala daerah terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Menurut para Pemohon, penetapan batas usia calon terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih telah mengabaikan dan tidak memberikan penghormatan terhadap hak memilih para Pemohon.
Untuk itu, para Pemohon mengajukan uji materi pasal ini agar Mahkamah memaknainya demi menjami kepastian hukum. Meskipun, para Pemohon menyadari pasal tersebut termasuk open legal policy atau kebijakan hukum terbuka bagi pembentuk undang-undang.
Para Pemohon Perkara Nomor 90/PUU-XXII/2024 menjelaskan, rumusan ketentuan usai MA menjatuhkan putusannya tersebut justru membuka peluang untuk meloloskan calon yang secara usia belum mencapai batas usia minimum pada saat pelaksanaan pemungutan suara. Dengan demikian, dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memaknai Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada terkait batas usia minimum calon kepala daerah terhitung sejak pelaksanaan pemungutan suara.
Sementara, para Pemohon Perkara Nomor 89/PUU-XXII/2024 memohon kepada Mahkamah untuk memaknai Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada mengenai syarat usia paling rendah calon kepala daerah terhitung sejak penetapan pasangan calon. Kemudian, para Pemohon Perkara Nomor 88/PUU-XXII/2024 memohon kepada Mahkamah agar memaknainya terhitung sejak pendaftaran pasangan calon.
Nasihat Hakim
Hakim Konstitusi Arief mengatakan, pasal yang diuji sudah jelas merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy), yang bukan kewenangan badan peradilan untuk menentukan suatu aturan, kecuali pasal tersebut benar-benar melanggar hak asasi manusia. Kendati demikian, Arief menuturkan, para Pemohon seharusnya dapat memberikan argumentasi yang jelas dan kuat terkait pasal yang diuji bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 serta para Pemohon seharusnya dapat menjelaskan petitum demikian sudah sesuai konstitusi.
“Badan peradilan enggak bisa menggeser-geser hal yang merupakan open legal policy. Coba kalau memang begitu tunjukkan pasal-pasal itu kenapa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar,” jelas Arief.
Selain itu, Hakim Konstitusi Saldi menegaskan, Hakim Konstitusi Anwar Usman sudah menyampaikan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) tidak akan ikut memutus permohonan yang berkaitan dengan syarat batas usia minimum calon kepala daerah. Beberapa permohonan termasuk Perkara Nomor 90/PUU-XXII/2024 mengajukan provisi agar menyatakan Anwar Usman tidak dilibatkan dalam pemeriksaan permohonan a quo.
“Beliau dalam RPH sudah menyampaikan tidak akan ikut memutus permohonan yang terkait usia ini. Jadi ini perlu disampaikan agar tidak ada sahwa sangka nanti,” kata Saldi.
Sebelum menutup persidangan, Saldi menyebutkan para Pemohon dapat menyerahkan perbaikan permohonan paling lambat Senin, 12 Agustus 2024 pukul 08.00 WIB. Namun, para Pemohon dapat menyerahkan perbaikan permohonan lebih cepat dari waktu batas maksimal tersebut.(*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina