JAKARTA, HUMAS MKRI – Sahbirin Noor, Gubernur Kalimantan Selatan (Pemohon I), Ahmad Sufian (Pemohon II), serta Riska Maulida (Pemohon III) selaku para Pemohon memperbaiki permohonan Perkara Nomor 46/PUU-XXII/2024. Permohonan ini menguji materiil Pasal 201 ayat (7) Undang-Undang Nomor 10 Tahun Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Para Pemohon memperbaiki kerugian konstitusional akibat berlakunya ketentuan tersebut pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 27/PUU-XXII/2024 tertanggal 20 Maret 2024.
“Kami memilih opsi untuk menyampaikan atau mempertajam lagi kerugian konstitusional dari Pemohon II dan Pemohon III Yang Mulia,” ujar kuasa hukum Pemohon, Rivaldi di hadapan Majelis Panel Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani dalam sidang dengan agenda perbaikan permohonan pada Senin (15/7/2024).
Rivaldi menyebutkan, Ahmad Sufian selaku Pemohon II adalah Pembina dari Yayasan Majelis Irsyadul Fata. Sementara Riska Maulida selaku Pemohon III ialah mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat yang mendapatkan beasiswa.
Rivaldi mengatakan, keduanya memiliki kepentingan konstitusional terhadap masa jabatan Pemohon I. Apabila masa jabatan Pemohon I sebagai gubernur dipangkas akibat adanya penyesuaian pelantikan serentak kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024, maka bantuan pesantren maupun bantuan beasiswa kepada Pemohon II dan Pemohon III akan terganggu.
“Kami menambahkan dua pemohon lagi yaitu Rektor Universtias Lambung Mangkurat dan Ketua Ikatan Pondok Pesantren Kalimantan Selatan,” kata Rivaldi.
Baca juga: Gubernur Kalsel Minta Pelantikan Kepala Daerah Terpilih Tahun 2024 Tidak Harus Serentak
Untuk diketahui, Sahbirin Noor mempermasalahkan Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada yang sudah ditafsirkan MK melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 27/PUU-XXII/2024 tertanggal 20 Maret 2024 yang menyebutkan penyelenggaraan pilkada serentak harus diikuti pula dengan pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih secara serentak agar tercipta sinergi kebijakan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat serta menyinkronkan tata kelola pemerintahan daerah dengan pemerintah pusat. Putusan tersebut dinilai merugikan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor.
Para Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya dibatasi hanya sampai dengan dilantiknya gubernur dan wakil gubernur yang terpilih dari pemilihan serentak yang akan dilaksanakan pada 2024 sebagaimana tafsir Putusan MK di atas. Sahbirin Noor dilantik pada 24 Agustus 2021 dan seharusnya menjabat selama lima tahun sampai dengan Agustus 2026.
Para Pemohon mendalilkan Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada bertentangan dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 60 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatakan dengan tegas masa jabatan adalah lima tahun. Menurutnya, Pilkada 2024 seharusnya tidak serta-merta mengurangi hak konstitusional para Pemohon seperti pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Lampung di mana gubernur dan wakil gubernur terpilih tidak langsung dilantik akan tetapi menunggu terlebih dahulu gubernur dan wakil Gubernur sebelumnya menyelesaikan masa jabatannya.
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina