JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan pemeriksaan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah (PHPU DPD) Tahun 2024 yang diajukan Calon Anggota DPD Dapil Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Nomor Urut 6, TGH. Lalu Gede Muhamad Ali Wirasakti Amir Murni. Sidang Perkara Nomor 05-18/PHPU.DPD-XXII/2024 ini, dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama dengan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani, pada Rabu (29/5/2024) di Ruang Sidang Panel, Gedung 2 MK.
Pada sidang hari ini, Pemohon menghadirkan saksi-saksi, yakni Dharojatun, M. Fihiruddin, dan Syamsul Hadi. Sementara Termohon menghadirkan saksi-saksi, di antaranya Adi Gunawan, dan Kusnadi. Kemudian Pihak Terkait (Caleg DPD RI Nomor Urut 11 Mirah Midadan Fahmid) menghadirkan saksi yakni Gifar Ilham dan Ahli yakni Daniel Zuchron.
Dharojatun merupakan LO (liaison officer) dari Caleg DPD RI Nomor Urut 16 Nurdin Ranggabarani menyebutkan bahwa saat pendaftaran para calon anggota DPD RI, semua pihak telah memenuhi syarat pencalonan. Hal ini terbukti karena sejak awal pendaftaran calon hingga pemilihan tidak ada yang melakukan protes, sebab saat sosialisasi tidak mengharuskan berdomisili pada lokus pemilihannya.
Kemudian saksi berikutnya, M. Fihiruddin menceritakan proses rekapitulasi tingkat provinsi yang dinilainya berbeda dengan daerah lain. Sebab dimulai dengan hiruk-pikuk saat pleno Kecamatan Sekotong dan pleno Kabupaten Lombok Barat. Pada saat pleno provinsi, sambung Fihirudin, terdapat protes dari saksi Partai Gerindra yang menyatakan kehilangan suara di Kecamatan Sekotong. Pada saat itu pula, Saksi DPD ikut melakukan keberatan kepada Ketua KPU Provinsi dan meminta rekomendasi Bawaslu Provinsi NTB untuk membuka kotak suara Kecamatan Sekotong terkait pemilihan DPD RI.
“Ada 39 TPS yang dinilai bermasalah, namun yang dikabulkan 37 TPS karena 2 TPS itu C.Plano-nya hilang. Bawaslu lalu merekomendasikan untuk sidang pembukaan kotak suara dan kita melihat C.Hasil dari 37 TPS terlihat tipe-ex, baik ditanda turus maupun pada hasil akhirnnya. Suara diberikan pada Mirah, misalnya Desa Buwun Mas. Di sana terlihat suara Mirah pada C.Hasil tertulis 27 suara, berubah jadi 120 suara,” jelas Fihiruddin.
Sementara Syamsul Hadi yang juga merupakan saksi dari Caleg DPD RI Nomor Urut 16 Nurdin Ranggabarani menyatakan pihaknya mengikuti pleno mulai dari tingkat kabupaten hingga provinsi. “Pada saat itu yang terlihat bermasalah hanya yang Kecamatan Lembar dan Kecamatan Sekotong. Pada Kecamatan Sekotong ada selisih 4.007 suara. Setelah hasil buka server dari pleno provinsi menjadi 4.307 suara. Lalu di Kabupaten Bima hal serupa juga terjadi, termasuk pula Kecamatan Wera, Dompu, dan Hu’u,” sampai Syamsul.
Tidak Ada Masalah
Sementara Termohon (KPU) melalui Adi Gunawan selaku PPK di Kecamatan Sekotong untuk DPD RI Dapil NTB menerangkan bahwa pada tahapan awal pelaksanaan pendaftaran DPD RI tersebut tidak ada permasalahan khususnya saat pencalonan, ketika pemungutan suara hingga tahap rekapitulasi di tingkat TPS dan kecamatan. “Pada 17–24 Februari 2024 itu dilakukan rekapitulasi dilakukan bertahap bagi 9 desa dan selama rekapitulasi tidak ada permasalahan atau tidak ada masukan C.Kejadian Khusus dan ini dihadiri saksi partai, DPD, dan panwascam. Barulah pada 24 Februari 2024 dilakukan penetapan di kecamatan dengan membacakan hasil rekapitulasi setiap desa yang dituangkan di D.Hasil dan sampai akhirnya ketua PPK menutup sidang pleno penetapan tanpa ada keberatan,” sampai Adi.
Keberatan Saksi
Kusnadi selaku saksi mandat dari Calon DPD RI Dapil NTB Nomor 20 Sabolah menceritakan soal proses rekapitulasi di tingkat Provinsi NTB sejak 5–8 Maret 2024. Keberatan saksi datang dari Caleg DPD RI Nomor Urut 1 Sukisman Azmy.
“Keberatannya soal ada dugaan penambahan dan pengurangan suara. Kemudian keberatan dari Caleg DPD RI Nomor Urut 7 Lalu Rudy Irham Srigede yang keberatannya ada dugaan penggelembungan dan pengurangan suara sehingga pada saat itu dari kedua saksi calon tersebut karena lokusnya sama. Jadi KPU Provinsi NTB ketika terjadi keberatan saksi, maka dilakukan perbaikan dan begitu juga saran perbaikan oleh Bawaslu untuk penyandingan data terhadap lokus yang 39 TPS yang adanya dugaan itu. Hasilnya, perolehan itu dibacakan KPU Kabupaten Lombok Barat,” sampai Kusnadi.
Perangkat Kerja Bawaslu
Daniel Zuchron sebagai Ahli yang dihadirkan Pihak Terkait menjelaskan bahwa pengawas pemilu memiliki dua pokok tugas, yakni mencegah dan menindak. Bawaslu harus mampu melakukan upaya pengawasan aktif dan pasif. Artinya, melakukan penelusuran dan menerima laporan atas persoalan yang dihadapi berbagai pihak yang melaporkan perkara. Pada hakikatnya, pencegahan pelangggaran pemilu oleh Bawaslu tersebut memunculkan analisis atas potensi akan terjadi kejadian pelanggaran pemilu dengan hasilnya berupa rumusan antisipasi.
“Harusnya Bawaslu memiliki perangkat dalam kerja pengawasannya. Hasilnya tertuang dalam apakah itu mampu dicegah atau ditindak. Laporan hasil pengawasan Bawaslu NTB ini masih dalam konteks data internal dan bukan data yang sudah dikeluarkan dari hasil pengawasan. Apakah ada muncul pencegahan atau penindakan yang hadir di lapangan. Karena pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi itu terikat pada prosedur yang ketat. Sehingga secara berjenjang Panwas dari TPS hingga tingkat nasional harus terlibat dalam rangkaian proses penetapan hasil berdasarkan hasil suara,” jelas Daniel.
Baca juga:
Calon Anggota DPD NTB Minta Calon Tak Penuhi Syarat Didiskualifikasi
Pada Sidang Pendahuluan lalu, Pemohon memohonkan untuk pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360 Tahun 2024 sepanjang perolehan suara calon anggota DPD RI atas nama Mirah Midadan Fahmid Nomor Urut 11. Hal ini dikarenakan dalam proses pelaksanaan pemilihan DPD NTB telah terjadi pelanggaran yang menyebabkan didiskualifikasinya calon anggota DPD RI atas nama Mirah Midadan Fahmid Nomor Urut 11 sejak awal pencalonan. Bahwa yang bersangkutan dalam pemenuhan syarat calon anggota DPD NTB diduga terdaftar sebagai pemilih di luar daerah pemilihan yang bersangkutan. Caleg tersebut terdaftar di TPS 32 Kelurahan Biring, Roman, Manggala, Kota Makassar. Dengan terdaftarnya di luar daerah pencalonan maka sejak awal yang bersangkutan tidak memenuhi syarat dalam pengajuan perseorangan sebagai calon anggota DPD RI. Dalam hal ini, Termohon tidak pernah melakukan koreksi.
Selain itu, Pemohon mendalilkan adanya perolehan suara yang didapatkan dengan alasan yang tidak bertanggung jawab. Sebab banyaknya coretan koreksian pada hasil rekapitulasi dalam tabulasi perolehan suara Mirah Midadan Fahmid. Sehingga terkait dengan dalil ini, Pemohon menyampaikan salah satu contoh perolehan suara yang tertuang pada D. Hasil Kabupaten Lombok Barat yang diperoleh Mirah Midadan Fahmid, yaitu 36.944 suara, dengan jumlah akhir perolehan suaranya mencapai 265.246 suara. Sedangkan Pemohon mendapatkan perolehan suara di daerah yang sama sejumlah 18.944 suara dengan perolehan akhir Pemohon hanya 265.126 suara.
Baca juga:
KPU Tegaskan Mirah Midadan Fahmid Telah Penuhi Syarat Pencalonan Anggota DPD NTB
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.